Anak itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya.
"Hai teman teman semuanya, perkenalkan namaku Juliet Karren. Aku mempunyai hobi membaca buku cerita dan cita cita menjadi seorang Penulis terkenal" ucap Anak wanita itu bernama Juliet."Wah, cita cita yang bagus Juliet, Miss akan doakan semoga cita citamu terkabul. Selanjutnya, perkenalkan dirimu, Nak." Ucap Emely menunjuk seorang anak pria disamping Juliet. Hingga beberapa menit kemudian tibalah giliran Alex untuk memperkenalkan dirinya.Alex berdiri dan mulai berbicara memperkenalkan dirinya."Hai semua, aku Alex. Aku tidak mempunyai hobi maupun cita cita. Meski punya sekalipun, aku selalu mendapat bantahan serta tentangan dan akhirnya pasrah pada kedua orang tuaku" ucap Alex menundukkan kepalanya."Ha ha ha" sontak seisi kelas menertawai ucapn Alex.
"Pasti kau anak bodoh ya, makanya kau tidak punya cita cita apalagu hobi, ha ha ha" ledek Hans menertawai Alex.
"Bukan, dia bukan tidak punya. Hanya saja dia selalu ditentang oleh kedua orang tuanya" sahut Juliet.
"Astaga, kenapa kau membelanya? Kau suka ya pada anak seperti dia? Ha ha ha" balas Hans.
"Jaga ucapan mu Hans" Emely menengahi pertikaian Mereka.
"Tapi Miss, bagaimana mungkin ada seorang anak yang tidak punya cita cita?" Bentak Hans.
"Sudah, jangan diperpanjang." Tegas Emely. Lantas membuat Hans terdiam beku.
Alex hanya terdiam mendengar keributan dikelasnya.
Ada sekitar satu jam telinganya panas mendengarkan ocehan dari guru kelasnya, Emely. Lonceng sekolah berbunyi lima kali, pertanda mereka sudah boleh pulang.
Alex berjalan dikoridor sekolah menuju lapangan.
"Hai, kamu Alex kan?." Juliet tiba tiba datang menghampiri Alex yang berjalan didepan dirinya.
"E.. iya, aku Alex." Ucap Alex sedikit terkejut karena Juliet yang tiba tiba datang menghampirinya.
"Kenalin, aku Juliet Karren. Kamu bisa memanggilku Juliet" ucap Juliet tersenyum lebar kearah Alex.
Alex hanya terdiam melihat senyuman manis Juliet.
"Dimana rumahmu" tanya Juliet.
"Di ujung kota, kalau kamu?" Tanya Alex.
"Akuu..."
"Nona, ayo segera ke mobil, tuan besar sudah menunggu anda di sana" ucap seorang pria dengan setelan jas hitam yang ia kenakan.
"Ah, baiklah. Maaf Alex, aku harus kembali. Papaku sudah menungguku dimobil. Bye.. sampai esok" ucap Juliet sambil melambaikan tangannya kearah Alex, lalu berjalan dibelakang Paman pria yang tadi berbicara dengan dirinya.
"Eh.. iya. Sampai esok juga"
Sahut Alex yang juga melambaikan tangannya ke arah Juliet yang sudah mulai menjauh dari pandangannya.Alex berjalan disekitar lapangan, sudah beberapa menit ia menunggu Bram, Ayahnya menjemput dirinya. Untungnya, Matahari kala itu tidak bersinar terlalu terik. Dari kejauhan Alex berjalan mondar mandir dilapangan. Dua pasang matang mrmperhatikannya dari kejauhan dibalik dinding koridor sekolah. Dari yang memperhatikan, kini pemilik dua pasang mata itu perlahan mendekatkan dirinya pada Alex."Hei, Alex." Ucap orang itu. Ternyata itu adalah Hans dan Leo, Siswa kelasnlain yang berteman akrab dengan Hans.
Alex hanya terdiam tanpa merespon kedua temannya itu.
"Hei. Kamu tuli ya." Teriak Hans.
Alex laginlagi terdiam. Ia merasa malas ketika berkomunikasi dengan Hans. Semenjak kejadian di kelas tadi.
"Ha ha ha. Kurasa dia benar benar tuli, Hans." lanjut Leo
"Huh, sudah tidak punya cita cita dan hobi. Eh, sekarang dia tuli. Ha ha ha" ejek Hans Menertawakan Alex yang mulai berjalan maju meninggalkan Hans dan Leo.
"Hei hei hei, mau kemana kamu?" Ucap Hans sambil menarik kerah baju Alex.
"Plak" Alex langsung menepis tangan Hans dengan keras.
"Wah wah wah, berani sekali dia padamu Leo. Ha ha ha, belum tau dia, kamu itu siapa!" Sahut Hans.
"Heem," Leo berdehem keras.
"Sepertinya kamu belum tau ya aku siapa. Oke, Baiklah. Akan kuperkenalkan diriku padamu" tegas Leo.
"Tidak perlu. Kamu bukan orang penting. Jadi, berhentilah berbicara hal yang tidak penting padaku" Alex mulai membuka mulutnya mencoba membungkam lanjutan pembicaraan Leo.
"Tidak penting katamu,? Ucap Leo. Biar kamu tahu ya, aku ini anak pemilik sekolah ini. Papaku pemiliknya. Dan aku bisa saja menyuruh papaku untuk mengeluarkanmu dari sekolah" ucap Leo Sombong.
Alex hanya terdiam dengan dan tampak seolah merasakan terkejut mendengar ucapan Leo.
"Kenapa terdiam?, Tanya Hans. Kaget ya?." Ucap Hans.
Alex yang mulai tidak nyaman dengan mereka lalu berjalan cepat meninggalkan Hans dan Leo. Alex berjalan hingga sampai di gerbang sekolah. Dari belakang tampak Hans dan Leo mengejar Alex. Untungnya, Bram. Papanya datang di waktu yang tepat. Alex dengan cepat memasuki mobil dan pergi, meninggalkan Hand dan Leo yang menatap tajam ke arah mobil Alex.
"Awas saja kau nanti" ucap Hans dalam Hati.
*****
Malam itu saat Jam dinding menunjukkan pukul sembilan belas malam. Alex tengah duduk di meja makan. Ada Bram dan Kiara serta kedua orang tuanya juga. Mereka sedang menyatap makan malas mereka. Hanya lauk sederhana dan sayur yang ditanam di belakang rumah yang mereka konsumsi malam itu.
"Alex. Bagaimana sekolah pertama mu hari ini?." Tanya Kiara menghentikan keheningan diantara mereka yang sedang sibuk dengan santapan mereka masing masing.
"Hmmm, begitulah Ma." Balas Alex Singkat.
"Begitu bagaimana.?" Tanya Kiara.
"Ya, biasa saja. Bahkan tidak menyenangkan sama sekali. Tidak seperti cerita dongeng yang selalu Mama ceritakan setiap malam sebelum Alex tidur." Jawab Alex dengan nada sedikit meninggi.
"Alexx" Sahut Kiara geram pada Alex, anak tunggalnya itu.
"Jangan bicara seperti lex." Sahut Kakeknya.
"Alex berbicara fakta kek. Alex tidak bohong. Alex benar benar tidak menyukai sekolah itu" ucap Alex lalu meninggalkan meja makan keluarga itu.
***
"Prakkk" Gelas itu dicampakkan oleg seseorang di dalam sebuah rumah mewah.
"Minuman apa ini?." Teriak pria kecil itu.
"I..itu, teh melati kesukaan anda. Tuan muda." Ucap pelayan dirumah itu.
"Kau mau menipuku? Kenapa rasanya sangat berbeda dari yang kemarin?" Ucap pria kecil itu.
"Ma..maaf Tuan, kemarin Bukan saya yang membuat teh itu melainkan pelayan lain. Saya seorang pelayan baru disini" ucap pelayan itu menundukkan kepalanya.
"Cuihh, pantas saja rasanya tidak enak. Sama seperti saat aku melihatmu" teriak kasar pria kecil itu yang ucapannya tidak sesuai dengan usianya saat ini.
"HANSS,!" teriakan seorang pria dewasa tiba tiba memenuhi ruangan dapur di dalam rumah itu. "Jaga ucapanmu"!." Teriak pria itu.
"Dedy?, sejak kapan pembantu ini ada dirumah kita? Dia sangat tidak layak dad,," gerutu pria kecil itu bernama Hans.
"Kau tidak seharusnya berbicara seperti itu kepada Bibi Nana." Ucap Papa Hans memarahi dirinya.
"Tapi ded. Apa yang aku katakan benar. Aku tidak berbohong, Teh buatanya dangat tidak enak" lanjut Hans yang semakin membuat Papanya Naik Pitam.
"HANSS,.. MASUK KE KAMARMU SEKARANG" Kini papanya benar benar marah bahkan membentak Hans, anaknya.Sementara Nana, seorang pelayan baru di rumah keluarga kaya itu berlari ke arah belakang rumah.Sudah berulang kali keluarga Elfaro Fransisco selalu mengganti pelayan dirumahnya. Terakhir kali sebelum Nana menjadi pelayan di rumah itu, ada Bibi Lani yang bekerja dirumah itu dan lumayan lama. Berbeda dengan pelayan rumah itu yang hanya bertahan kurang dari satubulan. Dan itu semua Bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Alasannya hanya satu karena anak tunggal keluarga itu mempunyai mulut yang sangat pedas dan tidak bisa menghargai orang lain yang derajatnya berbeda jauh dengan dirinya. Namun, dua minggu yang lalu Bibi Lani, pelayan dirumah itu meminta izin kepada orang tua Hans untuk pulang karena ada urusan dikampungnya. Jadi untuk saat itu, Nana lah yang melayani di rumah itu."Hans, Dedy tidak mau tau! Kamu harus menjaga ucapanmu dimanapun dan kepada siapapun" ter
Langit mulai mendung. Alex masih duduk menunggu papanya untuk menjemput dirinya.Merasa bosan menunggu, ia berkeliling lapangan sekolah. Memutari lapangan luas hampir tiga kali lamanya pun, papanya belum juga tampak. Sesaat kemudian, beberapa tetesan ar menimpa dirinya."Tes" setetes air terjatuh tepat di atas kepala Alex. Disusul tetesan air yang lebih banyak.Hujan sudah mulai turun membasahi seisi Bumi termaksud lapangan sekolah. Alex langsung berlari menuju koridor untuk meneduh dari air hujan. Ia duduk di atas bangku depan kelas. Dan mulai kedinginan. Rupanya, baju kebasahan saat berlari. Udara kian mendingin menusuk hingga ke tulang tulang.suara hujan semakin deras. Alex yang kebasahan mulai mengigil dingin."Papa, dimana engkau? Apa masih lama?" Ucap Alex dalam hatinya.Kini mengigil mulai menjalar ke daerah wajah dan kakinya terasa beku. Ia tampak pucat dan sesekali batuk yang keras, yang membuat tenggorokkannya terasa panas dan berat.
Kiara langsung menutup panggilan dan berlari ke arah kamar memanggil Bram, lalu menceritakan semua yang ia dengar dari Victor dan Penelepon dari pihak Rumah Sakit barusan.Bram langsung memesan sebuah taksi lalu pergi bersama Kiara ke Rumah sakit yang dimaksud.Sangking terburu burunya. Ia bahkan lupa untuk mengunci rumahnya. Hanya ditutup tetapi tidak dikunci.***Malam semakin larut, udara dingin diluar jendela kamar Alex mulai menghangat. Tubuhnya masih kedinginan tapi untungnya sebuah jaket tebal milik Kakeknya yang diberikan padanya pada saat ulang tahun yang ketujuh tahun masih ia simpan dengan baik dan digunakan saat itu."Huftt, akhirnya hangat." Ucap Alex dalam hatinya."Brakkk" pintu kamar Alex tiba tiba terbuka kencang.Dari luar tampak ibunya masuk ke dalam rumah dan berjalan cepat ke dalam kamar Alex."Sini? Bangun kamu! Dasar anak sialan, "Plakk" sebuah tamparan kasar meluncur dengan sempurna di pipi kiri Alex
"Juliet, berjanjilah padaku kau akan kembali sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati" lirih Alex."Aku berjanji, Alex." ucap Juliet dengan air mata yabg menetes dikedua pipinya."Pergilah, akan kunantikan kepulangan mu" balas Alex seraya melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Juliet.*****Hampir dua tahun lamanya, Kota Bramania mengalami krisis perekonomian. Kehidupan yang terlalu dimanjakan oleh harta menjadi satu satunya alasan mengapa krisis ekonomian melanda. Banyak orang orang kolong merat yang menggamburkan hartanya untuk hal hal yang tidak berguna, seperti membeli keset kaki dengan harga yang berjuta juta padahal masih ada harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Dahulu kota itu sangat kaya, harta dari keluarga disana sangat melimpah dan hasil alam yang tidak pernah berhenti tercurah. Namun, semenjak Hujan yang tidak turun selama berbulan bulan, orang orang di kota itu mulai sengsara ditambah kelakuan mereka yang m
Kiara langsung menutup panggilan dan berlari ke arah kamar memanggil Bram, lalu menceritakan semua yang ia dengar dari Victor dan Penelepon dari pihak Rumah Sakit barusan.Bram langsung memesan sebuah taksi lalu pergi bersama Kiara ke Rumah sakit yang dimaksud.Sangking terburu burunya. Ia bahkan lupa untuk mengunci rumahnya. Hanya ditutup tetapi tidak dikunci.***Malam semakin larut, udara dingin diluar jendela kamar Alex mulai menghangat. Tubuhnya masih kedinginan tapi untungnya sebuah jaket tebal milik Kakeknya yang diberikan padanya pada saat ulang tahun yang ketujuh tahun masih ia simpan dengan baik dan digunakan saat itu."Huftt, akhirnya hangat." Ucap Alex dalam hatinya."Brakkk" pintu kamar Alex tiba tiba terbuka kencang.Dari luar tampak ibunya masuk ke dalam rumah dan berjalan cepat ke dalam kamar Alex."Sini? Bangun kamu! Dasar anak sialan, "Plakk" sebuah tamparan kasar meluncur dengan sempurna di pipi kiri Alex
Langit mulai mendung. Alex masih duduk menunggu papanya untuk menjemput dirinya.Merasa bosan menunggu, ia berkeliling lapangan sekolah. Memutari lapangan luas hampir tiga kali lamanya pun, papanya belum juga tampak. Sesaat kemudian, beberapa tetesan ar menimpa dirinya."Tes" setetes air terjatuh tepat di atas kepala Alex. Disusul tetesan air yang lebih banyak.Hujan sudah mulai turun membasahi seisi Bumi termaksud lapangan sekolah. Alex langsung berlari menuju koridor untuk meneduh dari air hujan. Ia duduk di atas bangku depan kelas. Dan mulai kedinginan. Rupanya, baju kebasahan saat berlari. Udara kian mendingin menusuk hingga ke tulang tulang.suara hujan semakin deras. Alex yang kebasahan mulai mengigil dingin."Papa, dimana engkau? Apa masih lama?" Ucap Alex dalam hatinya.Kini mengigil mulai menjalar ke daerah wajah dan kakinya terasa beku. Ia tampak pucat dan sesekali batuk yang keras, yang membuat tenggorokkannya terasa panas dan berat.
"HANSS,.. MASUK KE KAMARMU SEKARANG" Kini papanya benar benar marah bahkan membentak Hans, anaknya.Sementara Nana, seorang pelayan baru di rumah keluarga kaya itu berlari ke arah belakang rumah.Sudah berulang kali keluarga Elfaro Fransisco selalu mengganti pelayan dirumahnya. Terakhir kali sebelum Nana menjadi pelayan di rumah itu, ada Bibi Lani yang bekerja dirumah itu dan lumayan lama. Berbeda dengan pelayan rumah itu yang hanya bertahan kurang dari satubulan. Dan itu semua Bukan tanpa alasan yang tidak jelas. Alasannya hanya satu karena anak tunggal keluarga itu mempunyai mulut yang sangat pedas dan tidak bisa menghargai orang lain yang derajatnya berbeda jauh dengan dirinya. Namun, dua minggu yang lalu Bibi Lani, pelayan dirumah itu meminta izin kepada orang tua Hans untuk pulang karena ada urusan dikampungnya. Jadi untuk saat itu, Nana lah yang melayani di rumah itu."Hans, Dedy tidak mau tau! Kamu harus menjaga ucapanmu dimanapun dan kepada siapapun" ter
Anak itu kemudian berdiri dan memperkenalkan dirinya."Hai teman teman semuanya, perkenalkan namaku Juliet Karren. Aku mempunyai hobi membaca buku cerita dan cita cita menjadi seorang Penulis terkenal" ucap Anak wanita itu bernama Juliet."Wah, cita cita yang bagus Juliet, Miss akan doakan semoga cita citamu terkabul. Selanjutnya, perkenalkan dirimu, Nak." Ucap Emely menunjuk seorang anak pria disamping Juliet.Hingga beberapa menit kemudian tibalah giliran Alex untuk memperkenalkan dirinya.Alex berdiri dan mulai berbicara memperkenalkan dirinya."Hai semua, aku Alex. Aku tidak mempunyai hobi maupun cita cita. Meski punya sekalipun, aku selalu mendapat bantahan serta tentangan dan akhirnya pasrah pada kedua orang tuaku" ucap Alex menundukkan kepalanya."Ha ha ha" sontak seisi kelas menertawai ucapn Alex."Pasti kau anak bodoh ya, makanya kau tidak punya cita cita apalagu hobi, ha ha ha" ledek Hans menertawai Alex."Bukan, di
"Juliet, berjanjilah padaku kau akan kembali sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati" lirih Alex."Aku berjanji, Alex." ucap Juliet dengan air mata yabg menetes dikedua pipinya."Pergilah, akan kunantikan kepulangan mu" balas Alex seraya melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Juliet.*****Hampir dua tahun lamanya, Kota Bramania mengalami krisis perekonomian. Kehidupan yang terlalu dimanjakan oleh harta menjadi satu satunya alasan mengapa krisis ekonomian melanda. Banyak orang orang kolong merat yang menggamburkan hartanya untuk hal hal yang tidak berguna, seperti membeli keset kaki dengan harga yang berjuta juta padahal masih ada harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Dahulu kota itu sangat kaya, harta dari keluarga disana sangat melimpah dan hasil alam yang tidak pernah berhenti tercurah. Namun, semenjak Hujan yang tidak turun selama berbulan bulan, orang orang di kota itu mulai sengsara ditambah kelakuan mereka yang m