Secara mengejutkan setelah berhasil menemui kepala audit, beberapa orang staf dari bagian lapangan menemui diri ini di ruanganku. Terkejut melihat mereka telah menunggu tapi aku tetap menanggapinya dengan ramah dan mempersilakan mereka kembali duduk. "Ada yang bisa saya bantu?""Kami tidak akan membuang waktu lama Bu, kami hanya ingin mengeluh sedikit tentang supervisor kami.""Ya, katakan?""Dia bilang butuh tunjangan, dia butuh semua tunjangan kesehatan dan bonusnya dikembalikan. Benar kan Bu?""Iya, lalu apa yang bisa saya lakukan?""Dia wanita keadilan untuknya sendiri tapi dia sendiri tidak adil pada kami.""Kalau anda ingin mengeluhkan kinerja dan masalah personal silahkan mengadu ke manajer personalia, atau temui general manager.""Bertemu dengan orang-orang penting tidaklah mudah, Bu. Kalau ingin melaporkan sesuatu, ada jenjang tingkat yang harus kami lewati, mulai dari pengawas, kepala proyek, baru kepala divisi, hingga keluhan tersebut bisa sampai ke manajer utama."Mereka
"Apa kok sungguh tega melakukan itu padaku?""Kenapa tidak? Apa yang menghalangi saya? Saya punya wewenang untuk melakukan itu. Dan selagi kamu bersalah, kamu pantas dihukum!"Pria itu susah payah menelan ludahnya, dia menatap diri ini dengan tegang bahkan telapak tangannya sampai gemetar dan keringatan. Sebagai mantan istrinya aku tahu betul gestur kecemasan dan kepanikan mantan suamiku, bila sudah begitu dia akan mendadak sakit, kumat asam lambung dan tidak berselera makan. Tekanan pikiran akan menyiksanya berhari-hari bahkan membuatnya tak bisa tidur. Ini adalah balasan terbaik yang pernah kuberikan padanya, balasan sebagai hukuman penghianatannya yang telah membuat diri ini sengsara selamat berbulan-bulan. Seharusnya aku masih memenangkan kehidupan berumah tangga dan mempertahankan suamiku, tapi, kegilaannya terhadap mantan kakak iparnya itu telah menghancurkan sendi kehidupan dan merusak masa depan anak-anak kami. Sekarang... Dia harus membayar harga mahal itu dengan mental dan
Selagi Arman menerima hukuman dan diturunkan menjadi penjaga gudang di mana dia tidak akan bisa pulang dan kemana-mana, kehidupan kami sendiri berada di kebalikannya. Aku dan anak-anak mulai diperkenalkan pada keluarga Tuan Renaldi. Lelaki itu mulai sering berkunjung dan mencoba dekat dengan anak-anak. Meski tadinya Inayah dan dika bersikap dingin dan canggung, tapi akhirnya, lelaki yang pandai mencairkan suasana itu, bisa mendapatkan kepercayaan dan mulai terbuka padanya. Satu kali saat Mas Rei main ke rumah kami, anak-anak akan mengajaknya bermain catur atau diskusi tentang pelajaran di sekolah. Pria itu juga mencoba memberitahu cuma minta izin agar kedua anakku membiarkan kami menikah. "Saya bukan lelaki yang baik, tapi saya akan berusaha jadi suami yang bertanggung jawab untuk ibu kalian. Saya pun, akan memperlakukan kalian dengan baik.""Kenapa Om bicara dengan formal?" tanya Dika."Saya tidak pandai berbohong, jadi, saya akan katakan yang sebenarnya.""Apa Om sangat menyukai
"kau yakin Reinald?" tanya wanita bersanggul cantik dengan anting mutiara di telinganya. "Iya, Ma. Aku yakin pada pilihanku!""Menurutmu wanita ini tidak akan menipu dan manipulatif?""Tidak.""Dia tidak minta duitan kan?" Dia kembali melirik padaku dengan cara yang amat menjijikan, mungkin baginya Orang miskin adalah kasta terendah yang tidak boleh diberi tempat tapi aku akan tetap mengalah, seperti tadi. "Tidak Ma!""Kau yakin dia akan setia padamu dan tidak akan berselingkuh?""Tidak Ma. Aku yakin orang yang pernah merasakan disakiti tidak akan melakukan hal itu pada orang lain!""Mama hanya trauma karena pernikahanmu yang pernah gagal!""Aku ingin berhasil di pernikahan kedua jadi tolong dukungannya, Ma.""Ya sudah!" Jawab wanita itu sambil kembali mendecak dan melirik suaminya, dia sepertinya belum ikhlas tapi tidak punya pilihan. Calon ayah mertua berterima kasih pada istrinya, lalu merangkul wanita itu dan berjanji bahwa dia dan putranya tidak salah memilihku untuk dijadikan
Aku kembali ke meja dimana calon suami dan Mertuaku sedang menunggu diri ini untuk melanjutkan makan malam. Baru saja akan duduk tapi ponselku mulai berdiri, dia bergetar dengan intens dan memaksa diriku untuk mengangkatnya. "Siapa?" Tuan reinald menatap diri ini, sementara aku hanya tersenyum tipis dan memberikan isyarat bahwa si penelepon tidaklah lebih penting dari acara dan orang-orang yang sedang kuhadapi sekarang. "Bukan siapa siapa, akan kumatikan.""Oh." Pria itu mengangguk dan memberi ruang agar aku bisa kembali ke kursiku. "Kenapa lama sekali ke toilet? Apakah kau butuh banyak waktu untuk mencairkan ketegangan hatimu?" tanya Nyonya Siska sambil tertawa."Uhm, jujur saja situasi yang saya hadapi sekarang adalah keadaan yang tidak pernah saya bayangkan, saya harus menyesuaikan diri," balasku tersenyum."Jangan terlalu formal bicara denganku, bagaimanapun aku jalan mertuamu dan kau harus akrab denganku.""Iya, Nyonya.""Latihlah dirimu untuk pelan-pelan memanggilku dengan s
Melihat Arman pergi begitu saja wanita itu putus asa untuk mengejarnya, di sisi lain lelaki bernama Rudi mulai berkemas dan meninggalkan restoran itu, pria bertubuh tinggi itu membayar tagihan makanan lalu berinisiatif meninggalkan restoran dengan segala kekecewaan hatinya. Sempat kami berpapasan mata, sementara masih banyak pengunjung restoran lain yang memperhatikan drama itu dengan segala komentar dan tertawaan mereka. "Aku pamit!"Aruni terkesiap dengan ucapan Rudi, dia menggelengkan kepala dan berusaha membujuk lelaki itu agar mau bicara dengannya."Tunggu ya Mas, aku bisa jelasin, lelaki itu hanya rangkaian masa lalu yang sudah selesai... tapi dia merasa masih punya hubungan denganku.""Cukup!" Kalau gitu menggelengkan kepala sambil mengangkat jari telunjuknya."Lain kali jangan seperti itu, jika kau ingin memberi harapan dan cinta ... berikan hanya pada satu orang saja. Jangan mulai hubungan baru Jika hubungan lama belum tuntas!" "Tapi Mas... hanya dia yang merasa mencintai
"Apa yang harus saya tolong tante, dia mengundurkan diri tanpa desakan siapapun jadi biarkan dia memilih jalannya." "Kamu tahu kan' zaman sekarang susah cari kerjaan, kalau dia menganggur bagaimana bisa makan?""Dia pasti sudah mikirin itu tante, jadi aku tidak akan merepotkan diri dengan kehidupan orang lain." Aku melepaskan tangannya yang menggenggam tanganku. Sakit rasanya hati ini bila ingat dia lebih mementingkan aruni daripada aku yang merupakan istri sah anaknya. Dia bahkan rela tutup mata dan telinga demi membiarkan aruni dan Arman tetap bersama. Berapa kali aku teriak tentang kesakitan, aku mengadu padanya tentang sikap suamiku, tapi dia diam saja. Sekarang, saat semuanya sudah berada di ambang batas, dia datang dan minta bantuanku. Hanya ingat saat butuh pertolongan, demi Tuhan, aku takkan memberi mereka kesempatan untuk memanfaatkanku. "Sejak kamu jadi calon istri orang kaya, kamu jadi sombong." Wanita tua itu gemas sikap acuh yang kutunjukkan di hadapannya. Dia menata
Aku kembali ke meja kerja, sementara para staf dari divisiku terus menggoda diri ini dan mengulang-ulang ucapkan pak direktur barusan. "Ada ribuan orang yang bergantung hidup padaku tapi aku hanya bergantung pada satu orang," ucap Randy, analis kesejahteraan kami. Dia jelas menggodaku dengan senyumnya yang dikulum, aku hanya menggelengkan kepala sambil menahan senyum. "Sudahlah hentikan," ucapku sambil mengibaskan tangan ke udara. "Bisa-bisanya anda tidak terpengaruh dengan ucapan Pak direktur dan hanya memasang wajah dingin. Apa Ibu sengaja menyembunyikan kebahagiaan ibu?""Begitulah," ujarku mengangkat bahu, aku tidak tertawa sama sekali, berusaha untuk tetap bersikap datar agar orang tidak memanfaatkan perasaanku. "Tapi anda sungguh beruntung." Pemuda yang selalu ceria dan suka melucu itu memuji keberuntunganku. "Mudah-mudahan satu keberuntungan diikuti oleh keberuntungan keberuntungan yang lain.""Mudah mudahan Bu... Tapi sepertinya masih ada aral yang melintang.""Maksudnya