🌹Jangan membuat perempuan yang kamu cintai menangis. Karena akan sangat menyakitkan bila ada lelaki lain yang membantu mengusap air matanya. **Ada gelenyar aneh dan hawa panas saat menatap Nilam. Apalagi bagian vital milik Rudi mendadak 'mengeras'."Nilam ..." Rudi terengah memanggil Nilam. "Ada apa, Mas? Kamu kenapa?""Aku ...,""Kamu kenapa, Mas?" Rudi memeluk Nilam erat. Nilam membalasnya. Lelaki itu mendesah dan merasakan ada rasa di dalam dirinya yang ingin segera dituntaskan. Rasa yang sudah tidak bisa ditahan lagi. Suara hujan yang yang terkadang ditingkahi oleh petir menambah keinginannya untuk melakukan hal itu semakin kuat. Lelaki itu mulai mengecup Nilam. Dan Nilam pun tanpa bisa menolak, membalasnya dengan lebih liar lagi. Rudi tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Kenapa mendadak muncul hasrat ingin melakukan hal itu secara membabi buta saat ini. Bahkan perempuan itu segera menuju ke pintu dan menguncinya. Lalu menggelendot manja dalam pelukan Rudi. Nilam be
🌹Wahai para suami, kalau ingin isteri mu berperilaku seperti bidadari, buatlah rumah tangga mu seperti di syurga. Karena tidak ada bidadari yang tinggal di neraka. **Flash back on."Kamu nggak masak untuk kami?" tanya mertua Rani saat melihat Rani sedang menyantap salad buah miliknya. Rani mendongak. "Rani baru saja membuat salad buah banyak. Ada di kulkas, Ma. Ada sayur bening bayam dan tempe goreng serta pepes ikan laut kalau mau.""Ck, makanan apa seperti itu? Nggak ada ayam atau daging? Bagaimana kalau Rudi sakit setelah memakan makanan tak bergizi itu? Kamu ini pelit banget sama suami. Sudah menguasai gaji suami, sekarang pelit pula saat memasak. Sebenarnya apa yang akan kamu lakukan dengan uang gaji suami kamu itu kalau tidak untuk makan enak?" tanya mama Rudi. "Ma, uang gaji itu tidak bisa serta merta dihabiskan. Kalau uang gaji dihabiskan, aku dan mas Rudi nggak akan punya tabungan. Apalagi setelah ini aku dan mas Rudi akan punya anak, Ma. Lagipula Rani masak seperti it
Maya terlihat terdiam dan berpikir keras. "Aku ...,""Stop!" suara Mama Rudi terdengar tegas. "Kalian dari pagi bertengkar terus, kasihan Rudi yang nanti akan berangkat kerja. Bisa-bisa dia tidak fokus menyelesaikan pekerjaan kantornya. Rani, nggak usah pakai sumpah-sumpahan segala. Maya, kamu minta maaf pada Rani sekarang karena sudah iseng dan membuat suasana menjadi tidak enak. Rudi, suasana rumah masih tidak kondusif, kamu langsung saja berangkat ke kantor saja!""Baik Ma. Rudi juga lelah dicurigai terus oleh Rani. Dia pikir Rudi enggak capek di kantor kerja, dan di rumah diajakin berantem.""Iya. Mama tahu kamu capek. Karena itu Ran, kamu harus mau instrospeksi diri. Kalau kamu mau menang sendiri dan terus egois seperti ini, wajar saja kalau Rudi nanti mencari perempuan lain yang lebih lemah lembut daripada kamu.""Tapi kan sesuai perjanjian ...,""Sudahlah Ma. Rudi berangkat saja ke kantor. Biar saja Rani dengan segala buruk sangkanya pada Rudi."Rudi berdiri dari kursinya la
🌹 Walaupun untuk saat ini kamu sering bertemu dengan orang yang membuatmu bersedih, percayalah suatu saat kamu akan bertemu dengan seseorang yang tak pandai pergi dan takut menyakiti. ***Rudi menelan ludah dan menarik nafas panjang. Lalu selintas ide muncul di hadapannya. "Lha mas Agus ngapain juga kesini? Padahal rumah mas Agus kan di luar kota? Bisa-bisanya mas Agus kelayapan di hotel! Mana mbak Leni? Atau jangan-jangan mas Agus ...?! Wah, aku tidak terima ya kalau kakak perempuan ku satu-satunya dikhianati."Agus tertawa. "Rud, Rud. Kamu kayak maling teriak maling deh. Aku ke kota ini jelas tujuannya. Untuk peninjauannya proyek baru. Perusahaan properti tempatku kerja bekerja sama dengan hotel ini untuk pembangunan dan perluasan lahan. Ini lho, aku bawa semua bukti dan proposal nya. Apa kamu mau lihat?" tanya Agus mengangsurkan tas tenteng hitamnya ke arah Rudi. Rudi diam sesaat. "Oke. Aku percaya Mas."'Mana mungkin aku memeriksa semua yang ada di tas mu itu? Oh ya, gimana c
Rudi tertidur dan terganggu dengan suara ponselnya. "Duh, siapa sih? Mengganggu sekali!" cetus Rudi seraya bangun dan meraba nakas di sampingnya. "Rani? Huh, menganggu saja!" Rudi mematikan ponselnya. "Dari siapa?" tanya Nilam manja. Tangannya melingkar di pinggang Rudi. "Rani.""Oh, istrimu. Apa katanya?"Rudi mengedikkan bahunya. "Entahlah. Tidak penting. Kalau dia ada perlu, biar dia bilang ke mama dan Maya."Rudi menatap Nilam dan mengelus lengan gadis itu. "Kamu belum cerita tentang keluarga kamu, Mas.""Buat apa?""Kok buat apa? Aku pengen hubungan kita diresmikan, Mas. Aku beneran suka sama kamu."Rudi tercengang. "Aku punya istri.""Aku tidak peduli. Aku mau kok jadi yang kedua.""Rani yang tidak akan mau.""Hm, kalau begitu ceraikan dia.""Tapi anakku ...,""Kamu bisa dapat anak dariku kan?""Nanti aku kehilangan asetku, Nilam.""Kamu kok nggak pinter sih Mas. Kan udah kubilang, cari kertas tanda tangan kamu dan lenyapkan. Selesai perkara.""Hm, biar aku pikirkan lagi."
Rani menatap ragu ke arah Rudi. Satu sisi hatinya berkata untuk menerima suapan dari suaminya. Namun sisi hatinya yang lain memintanya untuk tidak merespon kebaikan Rudi. "Rani, kamu kok bengong. Ayo makan dulu. Menu ini kan dari rumah sakit. Buat anak kita, Ran."Rani akhirnya membuka mulut dan Rudi mengarahkan sendoknya semakin dekat ke mulut Rani, hingga ponsel Rani berdering nyaring. Rani segera meraih ponsel yang diletakkannya di sisi bantal. Rudi tampak kecewa. Rani mengernyit saat melihat nomor ponsel tanpa nama di layarnya. Tapi tak urung juga Rani memilih untuk menekan layar hijau. "Halo.""Halo, Rani!" Suara renyah dan bening di seberang telepon membuatnya mengerutkan dahinya. "Halo, ini siapa?""Ih, kamu lupa ya padaku. Sedih banget! Awas ya kamu!""Eh, tunggu, ini siapa sih?""Dih, kalau kamu inget aib masa lalu kamu, kamu pasti inget aku. Oke, aku cerita ya, kamu waktu masih SMP pernah pura-pura sakit perut untuk menghindari penilaian seni musik kan? Terus kamu juga
🌹"Mencintai seseorang memberikan kita kekuatan, dicintai seseorang memberikan kita kepercayaan diri. Dan perpaduan antara dicintai dan mencintai seseorang memberikan kita kebahagiaan."***[Ma, rencana Mama berhasil. Hari ini Rani akan dikuret. Mama bisa ke rumah sakit sekarang?]Rudi menunggu dengan hati berdebar. [Bagus. Mama akan segera ke rumah sakit sekarang.][Rudi tunggu Ma. Rudi sebenarnya sedih dan nggak kuat kalau Rani keguguran. Rudi kasihan dengan anak Rudi.][Jangan cengeng. Usia kehamilan istri kamu itu baru 2 bulan. Belum ada rohnya. Nanti kalau kamu sudah nikah dengan perempuan yang lebih kaya dan lebih cantik daripada Rani, kamu bisa mempunyai anak berapapun.]Rudi terdiam dan tidak ingin menjawab pesan whatsapp dari mamanya. Lelaki itu hanya menghela nafas dengan berbagai rasa yang berkecamuk. ***"Apa kuretnya sudah selesai dilakukan?" tanya mamanya seraya mendekat ke arah Rudi yang sedang duduk di depan ruang bersalin. "Belum. Dokter baru saja melakukan tindaka
🌹Kadang ada sebuah nama yang tertulis di hati, tapi tidak tertulis di buku nikah. **Pov. AgusFlash back on.Aku tertegun melihat calon istri yang dibawa oleh Rudi ke pertemuan keluarga. "Bukankah gadis itu Rani?" gumamku sambil terus melanjutkan acara perkenalan keluarga. "Len, apa gadis itu calonnya Rudi?" bisikku pada Leni, istri yang telah kunikahi 5 tahun yang lalu. .Leni mengangguk. "Iya. Bo doh banget ya si Rudi. Seharusnya Rudi bisa mendapat gadis lain yang lebih cantik dan lebih kaya. Ini malah nyari cewek yatim piyatu yang dekil dan kusam! Nggak banget. Awas aja kalau sifatnya buruk!"Aku menelan ludah dengan susah payah. 'Tidak. Bukan Rudi yang bo doh. Tapi Rani. Kenapa dia mau sama Rudi? Darimana mereka bisa saling mengenal? Kenapa aku baru tahu setelah ada acara balasan lamaran seperti ini? Setahuku Rudi tidak pernah membawa Rani saat pacaran ke rumah ini,' batin ku bingung. "Len, Rudi sama calonnya itu bertemu dimana? Emang Rudi pernah bawa pacarnya ke rumah ya wa
Rani baru saja pulang dari kuliah dan melihat tivi sejenak, tapi tak lama kemudian dia tercengang. Sebuah kebakaran rumah yang dulu sangat dikenalnya terpampang dalam berita itu. Perempuan itu menelan ludah. 'Kebakaran itu berlangsung semalam. Berarti kejadiannya setelah pulang dari pernikahan Mas Agus,' batin Rani. Dan kamera tivi mengekspos wajah tiga bersaudara yang dulu pernah membuat hatinya sangat terluka."Kini aku sudah puas dengan apa yang terjadi pada kalian. Bukankah kehilangan itu sakit rasanya?" tanya Rani dengan tersenyum puas. *Rudi, Leni dan Maya menerima amplop dari beberapa tetangga dan bantuan dari pemerintah daerah dengan perasaan campur aduk. Selama tiga hari ini mereka tinggal di kos sederhana di dekat rumah yang terbakar itu. Mereka berjanji pada pemilik kos untuk membayar tepat waktu dengan uang yang didapat dari bantuan tetangga. Dan beberapa wartawan tivi mencarinya lalu menanyakan penyebab kebakaran di rumahnya. Walaupun sangat sedih, tapi Rudi menc
Rudi, Maya dan Leni terkejut mendengar penuturan Agus. "Mas, mbak Leni itu jauh seribu kali lipat daripada Nilam. Kok mau-maunya sih kamu menikah dengan Nilam. Dia itu mantan sugar baby lho. Anak dalam perutnya itu bukan anakku. Pasti anak haram, Mas. Sadar Mas Agus!" seru Rudi berapi-api. Agus hanya tersenyum. "Betul, kalau Nilam dulu memang sugar baby. Dia mengakui nya dan ingin bertobat. Selama ini dia menjadi lebih baik. Dan aku saksinya. Dia menjadi lebih terhormat. Lalu apa kamu yakin kalau Mbakmu lebih baik dari Nilam? Aku tidak ingin menjelekkan mantan istri. Tapi hatiku merasakan lebih nyaman saat bersama Nilam daripada bersama Leni. Dan yang terakhir, tidak ada yang namanya anak haram. Yang ada hanyalah perbuatan kedua orang tuanya yang haram. Semua anak sejak lahir dalam kondisi suci."Agus tersenyum lalu meletakkan undangan pernikahannya di atas meja tempat jualan milik ketiga bersaudara itu. Leni menatap tajam ke arah Agus. "Jadi kamu hanya bisa pamer seperti ini, Ma
🌹Kamu tahu enggak apa bedanya kamu dan hantu?Kalau hantu datang dan perginya nakutin, kalau kamu datang dan perginya nyakitin. *Pov Rudi Hari Sabtu pagi, dengan berbekal SIM C yang kebetulan kutinggal karena aku hanya membawa SIM B, aku bergegas ke polsek terdekat dan melaporkan tentang kehilanganku. Aku sedikit lega karena sudah mengantongi surat kehilangan dan polisi juga berjanji akan melacaknya. Hanya aku tidak bisa mengurus ke bank langsung, karena menunggu hari Senin dua hari lagi. Lagipula aku lupa nomor rekeningku kalau mau telepon CS. Selama dua hari itu, rasanya hidup segan mati tak mau. Aku benar-benar merasa tercekik dan seolah-olah akan ma ti esok hari. Ponselku yang ikutan hilang tidak bisa digunakan untuk mentransfer saldo ke rekening Maya ataupun mbak Leni.Ibarat kanker, sungguh aku sudah mengidap kanker stadium empat. Serba salah dan serba repot. "Mas, besok sudah hari Senin. Kamu seharusnya mulai mengurus kartu ATM dan buku tabungan kamu." Terdengar suara
🌹 Salah beli baju, bisa menyesal sehari. Salah potong rambut bisa menyesal seminggu. Salah memilih suami, bisa menyesal seumur hidup. **Flash back on. PV Rani"Ini bayaran kamu. Kerja bagus telah membuat Maya dipecat." Aku tersenyum puas pada sepasang suami istri yang terlihat glamor itu. Tak lupa kuulurkan amplop berisi sisa uang pembayaran. Suami istri di depanku melihat isi amplop coklat yang diberikan padaku dengan mata berbinar. "Terimakasih banyak, mbak Rani." Sang istri menerima amplop itu. "Jaga rahasia kita, Bu. Saya tidak mau ada keributan setelah ini.""Jangan khawatir, mbak. Kami profesional kok. Kami memang benar-benar membutuhkan uang ini untuk pengobatan anak kami."Suaminya lalu mengulurkan paper bag yang sedari tadi ada di pangkuannya. "Ini mbak, baju yang mbak belikan untuk kami. Kostum saat makan di restoran kemarin. Saya kembalikan pada Mbak. Saya kira, harganya pasti mahal."Lelaki itu lalu memberikan paper bag yang dipegangnya padaku. Aku mendesah. Kala
🌹 Aku memang manusia biasa. Tapi percayalah, cintaku untukmu itu luar biasa. **Pov Rani. Dering telepon membangunkanku dari tidur. Tanpa melihat nama penelepon, aku menekan layar hijau. "Halo.""Hei, pembunuh! Kamu sudah puas dengan apa yang terjadi?" Bukannya menjawab dengan baik, suara diseberang telepon terdengar nyolot. "Ini siapa sih?" tanyaku masih dengan rasa mengantuk. "Semudah itu kamu melupakan aku? Bagus ya? Lagipula aku juga tidak butuh untuk kamu inget lagi. Karena kamu lah yang membuat kondisi keluarga ku bangkrut dan mama harus kehilangan nyawa."Seketika rasa kantukku menghilang. Ini jelas suara Maya. "Mama mu meningga?" tanyaku. Tak munafik aku merasakan dua macam rasa. Senang dan prihatin dalam waktu yang bersamaan. "Sudah puas kamu membuat apes aku dan keluargaku?"Aku mengerutkan dahi. "Kamu," sahutku dingin. "Sudah puas kamu kalau anakku meninggal karena perbuatan ayah kandungnya sendiri?" "Apa maksud kamu?" tanya Maya. "Kamu jangan play victim."Aku t
🌹Aku mencintaimu seperti salat tarawih. Bukan siapa yang datang di awal, tapi siapa yang bertahan di akhir.**Rani melihat layar ponsel dengan puas. "Apa kamu sudah puas?" tanya Rudi saat melihat ekspresi wajah mantan istrinya. Rani hanya terdiam dan melihat wajah Rudi serta Maya dalam diam. "Jangan lupa, Mbak. Kamu harus menepati janji untuk mencabut laporan ke polisi."Rani tersenyum. "Tentu saja. Jangan khawatir. Aku bukan tipe orang yang suka mengingkari janji," sindir Rani. Rudi hanya mendengus kesal. "May, ayo kita pulang saja. Urusan kita sama dia sudah selesai.""Iya, Mas."Rudi dan Maya berdiri lalu tanpa berpamitan, mereka berlalu dari hadapan Rani. Rani menekan nomor telepon Nilam, dan tak lama kemudian langsung tersambung dengan sang empunya. "Halo, Nilam.""Ada apa, Ran?""Aku minta nomor rekening kamu dong.""Untuk apa?" Nada suara Nilam terdengar bingung. "Mas Rudi baru saja kesini dengan Maya. Tapi sekarang mereka sudah pulang.""Hah? Ke kos kamu? Ngapain? Apa
Rudi mendelik saat merasakan mamanya tidak lagi bernafas. "May, mama May!" seru Rudi panik."Kita bawa ke rumah sakit sekarang!""Tapi duitnya?""Duit kamu gadai sertifikat rumah kan masih ada?""Itu untuk usaha karena saat ini aku kan di PHK, May!""Jangan gila, Mas. Kamu mau mementingkan duit daripada Mama?""Ck, oke!""Bawa mobil mbak Leni saja!"Mendadak Rudi tersenyum saat teringat bahwa Leni masih mempunyai mobil. "Oke. Aku gendong mama dan kamu ambilkan kunci mobil ya?!"**"Ada masalah pada jantungnya. Pasien sempat mengalami apneu*. Untung cepat dibawa ke sini. Apa pasien jarang olahraga dan makannya selalu tinggi kolesterol?"Maya dan Rudi berpandangan. "I-iya, Dok. Mama suka santan dan jerohan ayam."Dokter di hadapan Maya dan Rudi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pasien harus dirawat di ruang ICU dan melihat perkembangannya.""Ba-baik, Dok."Rudi dan Maya berjalan dengan gontai di koridor rumah sakit. "Mas, apa yang harus kita lakukan? Mama nggak pernah ikut
Flash back on. Rani merenggangkan otot tubuhnya saat baru saja menyiapkan peralatan massagesnya di spa khusus perempuan. Dia memang mengambil mata kuliah khusus tata rias dan massages spa serta bekerja part time dalam bidang yang sama pula. Klinting. Suara denting lonceng berbunyi dan masuklah seorang perempuan setengah baya. "Silakan masuk. Ingin treatment apa?" tanya Rani ramah. Lalu beberapa saat kemudian, baik Rani maupun calon pelanggannya saling berpandangan. "Bu Dewi kan?""Lha kamu Rani kan?""Apa kabar, Ran? Kamu tambah cantik sekarang. Ya Tuhan, glowing!"Rani tersenyum. "Apa kabar, Bu? Kok di Malang? Sedang ada acara di kota ini?" tanya Rani pada tetangganya Rudi itu. "Iya. Aku sedang mengunjungi anak. Eh, sama anakku dibawa ke salon dan spa. Katanya di sini pelayanan bagus dan harga miring," tukas Dewi sambil mengulurkan nota pemilihan treatment. "Iya Bu. Bisa dicoba." Rani tersenyum dan membaca pilihan layanan treatmen lalu mulai menyiapkan peralatan. "Silakan k
🌹 Kadang orang jahat itu berawal dari orang baik yang tersakiti. **Flash back on."Ada apa lagi, Ran? Bukankah kamu sudah bertekad untuk tidak mau menerima lamaranku?""Ya Mas. Sekali lagi aku minta maaf.""Katakan saja apa yang ada di hatimu dan jangan buang-buang waktu!""Baik. Aku cuma ingin bertanya pada Mas Agus, apa mas tidak merasa sakit hati pada perbuatan mbak Leni yang dengan semena-mena mempermalukan orang tua mas Agus saat acara perayaan ulang tahun pernikahan?""Memang ada apa? Apa ada urusannya denganmu?""Mas Agus, kumohon. Jangan dendam seperti ini. Aku tahu mungkin mas Agus masih sakit hati karena aku tidak bisa menerima perasaanmu, tapi tak bisakah mas juga memperlakukanku sebagai adik seperti Mas memperlakukan Widuri?" tanya Rani dengan tatapan memohon. "Aku yakin dengan apa yang mas miliki sekarang, mas pasti akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Aku mohon, Mas. Maafkan aku. Aku ingin kita bekerja sama."Mau tak mau Agus menjadi iba. "Sebenarnya a