Suasana Mobieus yang ramai tidak membuat Ruu senang. Padahal biasanya pemuda tampan itu menyukai suasana seperti sekarang, karena dia akan memperoleh bonus yang cukup besar dari bosnya. Namun sekarang pemuda itu terlihat manyun, tidak ada sepotong senyum pun di bibirnya. Bahkan teguran para pengunjung hanya dijawabnya dengan anggukan kecil.
Ruu mendesah, perasaannya kacau beberapa hari ini. Kepalanya menggeleng beberapa kali mengusir lamunan. Suara sekelompok anak yang baru memasuki Mobieus menarik perhatian Ruu. Suara yang nggak asing, pikirnya. Dialihkan tatapannya ke arah mereka. Sie, Rin, Mina dan.... Ruu nyaris tidak percaya pada penglihatannya, tetapi itu memang dia. Sosok mungil yang dirindukannya ada di antara mereka. Ry ada di sana bersama teman-temannya!
Keempat makhluk itu memasuki kedai es krim berbarengan, kemudian berebut untuk duduk di salah satu meja yang terletak di pojok ruangan. Ruu buru-buru menghampiri empat sahabat itu sebelum pelayan lain mendekati mereka.
"Ry payah deh!" omel Rin dengan suara khasnya yang besar. Gadis tomboy itu mendelik kesal ke arah kakaknya.
"Payah apaan?" tanya Ruu sambil tersenyum.
Otomatis keempat remaja itu menoleh serempak tanpa dikomando. Mereka terkejut melihat Ruu sudah berada di sisi meja mereka. Pemuda tampan itu tersenyum, tapi senyumnya mengambang begitu melihat ekspresi heran di wajah keempat pengunjungnya.
Cepat-cepat Rin menginjak kaki Sie. "Ruu kayaknya aneh ya," bisik si tomboy di telinga cowoknya.
Sie mengangguk sambil terus menatap Ruu dengan sesekali berkedip.
"Eemm ... kalian mau pesan apa?" tanya Ruu gugup melihat Rin berbisik di telinga Sie. Seketika pemuda itu sadar kalau dia sudah ooc (out of character), sikapnya barusan seperti bukan dirinya. Ruu berdehem untuk menetralisir sikapnya.
"Sweet chocolate almond!" sahut Ry cepat.
Ruu menatap gadis bertubuh mungil itu. Berusaha mencari adakah rindu untuknya di mata Ry. Namun entahlah, Ruu bingung. Ekspresi Ry tampak biasa-biasa saja, bahkan terkesan dingin, seolah tidak peduli sama sekali.
"Vanilla kacang," ucap Mina.
"Yellow flavait!" sambar Rin.
"Sie?" Ruu menatap Sie yang tampak kebingungan.
"Baru dapat lotre ya, Ruu?" tanya Sie sambil mengerjapkan matanya.
"Hah?!" Ruu kaget. "Lotre apaan?"
"Kok keliatannya seneng banget?" Sepasang alis tebal Sie berkerut bingung. Melihat Ruu dengan wajah selalu tersenyum seperti ini sangat langka bagi Sie. Apalagi beberapa hati ini Ruu selalu terlihat dingin dengan muka menekuk.
Ruu terdiam. Apa dia kelihatan sebahagia itu? Ditatapnya Ry dan sahabat-sahabatnya satu-persatu, rata-rata wajah mereka menampakkan kebingungan.
"Nggak apa-apa." Ruu tersenyum manis. "Emangnya aku nggak boleh bahagia?"
"Aneh aja," sahut Sie asal. "Tempo hari Ruu galak banget."
Ruu tersenyum lagi. "Oh ya, Sie pesan apa?"
"Red jelly," sahut Sir tersenyum lebar.
Rin memutar bola mata. Dia bosan mendengar Sie menyebutkan es krim itu. Sejak awal mereka ke tempat ini, Sie selalu memesan es krim itu. Seolah tidak ada varian rasa es krim lain saja.
"Nggak bosan sama red jelly?" tanya Rin datar.
Sie menggeleng. "Nggak dong," sahut Sie santai. "Red jelly itu ibarat Rin...."
"Apaan?" potong Rin cepat. "Aku nggak mau disamain kayak es krim ya, Sie?" belalak Rin. "Lagian aku suka kuning bukan merah!"
Ry terkikik. Mulutnya di tutup menggunakan tangan kanan, sementara tangan kiri Ry mendorong-dorong bahu Mina pelan. Dia sedang mengolok Rin dan Sie.
"Ketawa aja terus!" Rin mendelik. "Ry juga pesan es krim aneh banget. Emang ada rasa sweet chocolate almond, Ruu?" tanya Rin dengan sebelah alis terangkat. "Bukannya cuma chocolate almond ya?"
Ruu mengerutkan hidung berpikir. Sebelum Ruu menggeleng, Ry sudah lebih dulu menjawab.
"Nggak ada." Ry menggeleng polos. "Aku nambahin manisnya sendiri. Takutnya ntar dikasih Ruu yang pahit."
Sie tersedak air liurnya mendengar itu. Sindiran Ry tidak kentara tetapi sangat menohok. Sie melirik Ruu yang memerah. Pemuda itu mengurungkan niatnya untuk tertawa. Dia tidak ingin menjadi pemicu perang dunia ketiga.
"Masih ada yang kalian ingin pesan lagi?" tanya Ruu setelah menarik napas panjang. Setelah melihat gelengan kepala mereka, Ruu segera meninggalkan meja itu untuk mengambil pesanan Ry dan teman-temannya.
"Shoun!" Mina melambaikan tangannya begitu melihat pemuda berkacamata itu memasuki Mobieus bersama Keiya.
Ruu menatap kedua pemuda yang berjalan menuju meja Mina dan teman-temannya. Kok mereka datang lagi sih, gerutu Ruu kesal dalam hati. Apalagi ketika dilihatnya Keiya mendekati Ry, giginya bergemeletuk menahan amarah yang tiba-tiba membuncah. Dengan menahan kedongkolan dalam hatinya, Ruu mengantarkan pesanan Ry dan teman-temannya.
"Ini yellow flavait-nya!" Ruu meletakkan pesanan Rin di depan gadis tomboy itu tanpa keramahan.
"Makasih!" jawab Rin tak kalah judes. Dia tersinggung.
"Red jelly-ku mana?" tanya Sie heran dengan perubahan sikap Ruu yang mendadak.
"Nih!"
Mereka semua terkejut melihatnya. Bagaimana kasarnya Ruu meletakkan red jelly Sie. Bahkan sebagian es krim berwarna merah itu tumpah ke meja hampir mengenai baju seragam Sie.
"Ruu kenapa sih?" tegur Ry keras dengan dahi berkerut tajam.
Suasana berubah menjadi agak mencekam. Ruu menatap Ry dingin. Kemudian menatap Keiya yang berdiri di samping Ry dengan kecemburuan yang meluap-luap. Ry terkejut melihatnya. Bukan cuma tatapan dingin Ruu, tapi juga sinar kecemburuan yang berkobar di matanya yang selalu teduh.
"Ry yang kenapa?"
"Maksud Ruu?" Mata Ry memicing menatap pemuda itu.
"Aku mau ngomong sama Ry!"
Dahi Ry makin berkerut. "Boleh," sahutnya setelah diam beberapa saat.
"Rin, kita kesana aja yuk!" Sie menunjuk meja kosong yang agak jauh dari meja mereka sekarang.
Rin yang paham situasi segera berdiri. "Terserah," ucapnya sambil mengangkat bahu.
"Shoun, ayo main game!" Mina menarik tangan cowoknya. "Keiya juga, kita main game aja dulu."
Keiya menatap Mina ragu kemudian beralih menatap Ry khawatir. Ry tersenyum lembut lalu menggenggam tangan pemuda kapten tim baseball sekolah mereka itu.
"Aku nggak apa-apa kok," ucap Ry. "Keiya nggak perlu khawatir. Aku mau ngomong sebentar sama Ruu."
Tatapan Keiya beralih ke arah Ruu. Ruu mendengus kasar kemudian duduk di bangku yang tadi ditempati Sie.
"Ry yakin?" tanya Keiya ragu.
Ry mengangguk manis. Keiya menatap Ruu sebentar kemudian menyusul Mina dan Shoun setelah mengecup kening Ry. Ruu menatapnya dengan mata menyipit.
"Ruu mau ngomong apa?" tanya Ry sambil duduk.
"Ry pacaran ya sama dia?" Ruu balik bertanya, menunjuk Keiya menggunakan ekor matanya.
Ry menarik napas lelah. "Kenapa?" tanyanya datar.
"Kenapa apanya?" sentak Ruu kesal. Suaranya naik beberapa oktaf.
Rin, Sie, Mina, Shoun dan Keiya yang sudah bergabung dalam satu meja serentak menoleh ke meja Ry. Keiya berdiri hendak menyusul Ry tapi segera ditahan oleh Mina.
"Jangan." Gadis lembut itu menggeleng. "Keiya mau memperburuk keadaan ya?"
"Kayaknya bakalan terjadi perang dunia ketiga nih."
Rin mengangguk membenarkan perkataan Sie.
"Keiya?"
Akhirnya Keiya mau menuruti permintaan Mina. Kapten klub baseball itu kembali duduk di kursinya walau matanya masih fokus menatap Ry.
"Ry sadar dong, Ry kan udah punya cowok. Atau Ry mau bilang kalo Ry lupa?"
Ry menggeleng lemah. Menggigit bibir bawahnya, berusaha bersikap tenang.
"Lalu?" tanya Ruu tidak mengerti.
"Lalu?" Ry menyuap es krim membasahi kerongkongannya yang terasa kering. "Aku sama keiya cuma teman. Ruu puas?"
"Tapi tadi...."
"Cukup, Ruu!" Ry menghentakkan tangannya di meja lalu berdiri. "Aku udah muak. Ruu egois! Aku nggak marah pas liat Ruu sama cewek lain, tapi Ruu langsung ngamuk nggak jelas liat aku sama keiya. Ruu nggak adil, sadar nggak?!"
"Tapi setidaknya Ry menghargai aku."
"Apa pernah Ruu menghargai aku?" Ry menggeleng yang membuat cairan yang mati-matian ditahannya menuruni pipinya.
Ruu terkejut melihatnya. Ry menangis? Apa semua ini menyakiti Ry? Ruu mengepalkan tangannya kuat.
"Ruu nggak pernah menghargai aku. Bahkan Ruu nggak peduli sama perasaanku karena Ruu nggak pernah nganggap aku ada!" Ry terisak lirih mengingat betapa seringnya dia memergoki Ruu selingkuh.
"Ry! Itu nggak benar!" protes Ruu. Cowok itu berdiri. "Apa aku pernah cium cewek lain di depan Ry sama kayak cowok tadi mencium Ry?" tanya Ruu kesal. Dia tidak rela gadisnya disentuh laki-laki lain, apalagi di depannya.
Ry terus menggeleng. "Aku udah nggak tahan lagi, Ruu."
"Maksud, Ry?" tanya Ruu dengan suara bergetar.
"Entahlah." Ry mengibaskan tangan kacau. "Mungkin ... sebaiknya kita ... akhiri saja semuanya."
Ruu tercekat. "M-maksud Ry kita...."
Ry mengangguk. "Kita putus!" ucapnya lemah.
"Tapi aku nggak mau kita putus!" protes Ruu. "Aku sayang Ry!"
Tidak! Ruu tidak mau kehilangan Ry. Mungkin dulu dia tidak peduli, tapi sekarang berbeda. Ruu sudah menyadari perasaannya.
Mereka mungkin tidak pernah bahagia. Hubungan mereka malah terlihat sangat aneh. Backstreet dari orang tua, bahkan mereka terlihat saling menyakiti. Namun tak bisakah mereka bertahan? Bukankah cinta selalu penuh cobaan dan rintangan?
"Aku juga sayang Ruu," sahut Ry lamat-lamat.
Namun madih dapat di dengar oleh Ruu. Ruu menatap Ry penuh harap.
"Tapi aku nggak tahan lagi...."
Ruu menggeleng keras. "Maafin aku." Ruu menggenggam tangan Ry. "Aku tau aku salah dan Ry udah sering ngasih aku kesempatan. Tapi apa aku boleh minta satu kesempatan lagi?"
Ry menatap tangannya yang berada digenggaman Ruu.
"Nggak cuma Ry yang merasa sakit dengan hubungan ini, aku juga. Bisakah aku minta Ry bertahan?"
"Sendirian?" tanya Ry parau.
Ruu menggeleng. "Nggak!"
Ry mendongak menatap Ruu mendengar jawaban tegas itu.
"Aku akan bersama Ry. Kita akan mengobati rasa sakit kita bersama."
Ry berusaha mencari kebohongan di mata hitam Ruu, tapi dia tidak menemukannya. Benarkah Ruu sungguh-sungguh? Ry takut dia akan terluka lagi kalau terus bertahan di sisi Ruu. Namun untuk meninggalkan pemuda itu juga rasanya tidak mungkin. Ry membalas genggaman tangan Ruu. Dibiarkannya pemuda itu menghapus air matanya. Dia akan memberikan kesempatan itu lagi untuk Ruu. Yang terakhir! Ya, yang terakhir. Setelah ini, tidak akan ada lagi kesempatan yang lain.
Ruu membawa Ry ke dalam pelukannya. "Makasih banyak," bisiknya sambil menghirup aroma strawberry dan vanilla yang dirindukannya, di lekukan leher Ry. "Aishiteru."
Ry mengerjap mendengarnya. Gadis bertubuh mungil itu mendongak menatap mata Ruu untuk memastikan tidak ada kebohongan di mata itu.
"Aku juga sayang Ruu." Ry tersenyum setelah memastikan kejujuran pemuda yang sedang memeluknya kemudian menyembunyikan kepalanya di dada cowok itu.
Ry melangkah menuju meja teman-temannya setelah urusannya dengan Ruu sudah selesai. Ry perlu membujuk Ruu agar pemuda itu mau membiarkannya kembali bersama teman-temannya. Ry sempat cemberut dan merajuk. Bagaimana mungkin Ruu berpikir untuk bolos bekerja hari ini hanya untuk menemaninya agar dia percaya padanya? Ruu bego, dengus Ry kesal dalam hati."Gimana?" tanya Sie tidak sabar."Apanya?" Ry balas bertanya. Wajah polosnya pura-pura tidak tahu lantas menarik sebuah kursi ke meja Sie dan teman-teman lalu duduk dengan cueknya."Ry kok kaya gitu sih?" protes Rin."Kaya gitu apaan?" Ry mengerjap kemudian membelalak saat Rin mencubitnya. "Aww Rin. Sakit, Bego!" hardiknya.Rin melengos. "Biarin!" sungutnya. "Aktingnya receh sih."Gemas, Ry memukul pelan pergelangan Rin. Membuat gadis tomboy itu mendelik marah.Sie memutar bola mata bosan. Kebiasaan buruk Yamazuki bersaudara, pikir pemuda berlesung pipi itu. Dengan cepat Sie berdiri dari duduknya kemudian duduk di antara kakak-beradik yang
"Keiya!"Kapten tim baseball itu menghentikan langkah dan menoleh ke asal suara. Pemuda itu tersenyum begitu melihat Ry melambaikan tangan ke arahnya."Keiya, tungguin!" Ry berlari kecil sambil melambai ke arah teman-temannya. "Duluan!" ucapnya tanpa suara.Rin melengos melihatnya. "Huh!"Mina menoleh. "Kenapa?" tanyanya dengan alis berkerut."Sebel deh." Rin memantulkan bola basketnya di tanah. "Ry kayak playgirl gitu."Alis Mina berkerut. "Playgirl gimana?" tanyanya."Itu ...." Rin memonyongkan mulutnya. "Maksud aku gini lho, Mina. Ry itu kan udah punya pacar, tapi kok masih nempel aja sama Keiya?"Mina tertawa kecil. "Rin iri ya?""Iri apaan?" Rin makin sewot."Nggak boleh ngata-ngatain Ry kayak gitu. Lagian kan Ry bukan playgirl, Ry nggak pacaran sama Keiya kan?"Rin mengembuskan napas kasar. "Nggak bilang pacaran, cuman nempel!" ketusnya."Rin berantem lagi ya sama Sie?" tebak Mina asal. Bukan asal sih sebenarnya, sikap Rin sudah bisa ditebak. Kalau terlihat uring-uringan seperti
"Pulang sekolah kalian ke Mobieus nggak?"Ry yang sedang menyeruput softdrink berhenti. Menatap Rin dengan kening berkerut. Tumben, pikirnya."Maybe." Ry mengangkat bahu cuek."Mina?" Rin menatap gadis lembut itu meminta jawaban.Mina mengalihkan tatapan dari buku yang sejak tadi menjadi fokus matanya ke arah Rin."Rin mau ke Mobieus?" tanya Mina hati-hati. Gadis itu tahu kalau Rin sedang dalam keadaan hati yang kurang baik akhir-akhir ini. Dia tidak ingin menambah buruk suasana hati sahabatnya yang tomboi itu.Rin mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Pengen pergi sih, tapi ....""Tumben." Ry melirik adiknya yang sedang memutar-mutar bola basket. "Kemaren-kemaren diajak nggak mau."Rin menatap Ry sekilas kemudian berdiri meninggalkan kakak dan teman baiknya.*** "Eh itu Sie kan?" Mina menarik tangan Ry ketika gadis itu ingin melangkahkan kakinya memasuki Mobieus."Mana?" Ry celingak-celinguk mencari, membiarkan Rin masuk lebih dulu bersama Keiya dan Shoun."Itu!"
"Siapa, sih, cowok itu, murid baru, ya?"Hampir seluruh siswa SMU Banzare terutama para siswa perempuan yang melihat pemuda bertampang cool itu berkasak-kusuk ria seperti itu, karena mereka baru pertama kali melihat pemuda itu, karena memang pemuda itu siswa baru."Not bad," gumam Go Yatsuba, si siswa baru sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Dia sedang mengamati keadaan sekolah barunya. "Sekolahnya nggak jelek-jelek am....""Aww!" rintih seorang gadis yang tertabrak tubuhnya."Kamu buta ya?!" maki gadis itu galak. Mata bulatnya membelalak kesal. Bagaimana tidak kesal, gara-gara pemuda sinting yang celingukan bola basketnya terjatuh dan menggelinding agak jauh. Beruntung bola itu tidak menuruni tangga, kalau tidak dia pasti akan membunuh pemuda di depannya ini.Go terperangah melihatnya. "Manis banget," pikirnya."Sialan!" maki si gadis lagi, kali ini tambah judes. "Jalan tuh pake mata!" belalaknya galak. "Woyyy!!!""Hah???" Go tergagap. Gadis itu meneriakinya. "Ya-ya?""Dasar tolol
Ry dan Rin menoleh bersamaan ke arah Mina mendengar suara tarikan nafas sahabat cantik mereka itu."Sebel deh!"Ry dan Rin saling pandang kemudian sama-sama mengangkat bahu. Heran dengan kelakuan Mina. Tidak biasanya Mina cemberut.Ry mengernyit melihat muka Mina menekuk. Tumben, pikir gadis manja itu."Ada yang ditinggalin sendiri nih kayaknya." Rin menaik-turunkan alisnya menggoda Mina.Ry memukul tangan Rin gemas sambil melotot, kemudian melirik Mina yang makin cemberut.Kekesalan gadis lembut kapten klub drama itu beralasan. Sejak genk mereka memasuki Mobieus, Shoun, cowoknya asyik berkutat di arena game. Dia ditinggal sendirian."Rin usil banget sih!" belalak Ry gemas.Rin mengikik geli. "Mina jangan cemberut terus dong." Gadis penyuka olahraga basket itu makin menggoda sahabatnya. "Ntar keriput lho. Lagian kan Mina nggak sendiri."Ry mengangguk."Ada aku sama Ry, so enjoy aja. Kayak Ry." Rin menunjuk kakaknya menggunakan sendok es krim. "Ruu dari tadi sibuk ke sana-sini, trus K
Ry melirik adiknya yang memutar-mutar bola basket di tangannya asal. Kening Ry sedikit berkerut melihat bibir manyun Rin. Gemas, dijentiknya bibir itu."Ry!" Rin mendelik kesal ke arah kakaknya. Bola orange di tangannya jatuh menggelinding di tanah."Oops sengaja." Ry meringis, memasang tampak tak berdosa.Rin menatap kakaknya dengan mata menyipit. Sepertinya dia harus banyak bersabar hari ini. Tadi Sie yang membuat emosinya meningkat, kemudian Go dan sekarang Ry. Rin mengembuskan napas melalui mulut, berusaha untuk tidak memaki kakaknya yang terkadang bersikap seperti anak kecil itu. "Ry." Mina menegur gadis manja itu saat dilihatnya tampang Rin menekuk sempurna. Ry cuma cengengesan. "Habisnya dari tadi Rin mesem gitu. Jelek tau!" Ry menatap adiknya.Rin membuang muka muak. Dia tidak berniat bercanda hari ini. Selera humornya menguap entah ke mana gara-gara bertemu Sie dan Go tadi."Rin kenapa sih?" Keiya yang bertanya. Kapten klub baseball itu memutar topinya ke arah belakang. "Su
Ry menyuap es krim cokelatnya. "Mina kenapa sih diam aja?" tanyanya sambil memperhatikan temannya yang lembut itu. "Dimakan dong blueberry-nya, 'ntar meleleh lho."Mina tetap diam, tapi tangannya mulai mengaduk es krim biru di depannya.Ry mengerutkan keningnya heran. Sudah beberapa hari ini Mina dan Rin tampak aneh, mereka berdua juga jadi irit berbicara dan manyun terus. Tidak biasanya mereka seperti itu, apalagi Rin. Biasanya adiknya itu yang suka ceplas-ceplos. Apa karena Rin putus dengan Sie? Namun sepertinya bukan karena itu, Rin kelihatan baik-baik saja setelah itu. Atau mungkin semua karena Go? Pernyataan cinta dari Go sepertinya membuat Rin sedikit terkejut. Sebenarnya bukan hanya Rin yang terkejut, dia juga. Walaupun dia sudah menduga sebelumnya. Setiap mereka berkumpul, Go sering mencuri lihat ke arah Rin. Ry melirik adiknya yang juga sedang mengaduk es krim rasa pisang kesukaannya. Kalau Rin karena Go, lalu Mina karena apa? Hubungan Mina dan Shoun terlihat baik-baik saja,
Ry melemparkan sebuah penghapus ke arah Mina. Gadis lembut itu menoleh tanpa ada tanda gusar di wajahnya, walau kepalanya sudah kejatuhan penghapus."Apaan?" tanya Mina lirih.Ry tidak menjawab, hanya menunjuk ke arah Go dengan ekor matanya. Melihat tampang pemuda kocak itu yang lumayan kusut, Mina tahu kalau Rin masih menggantungnya. Mina menghela napas, menatap Ry dan menggeleng pelan. Setelahnya gadis itu kembali fokus pada pelajaran yang sedang diterangkan guru mereka di depan kelas. Pelajaran yang menurut Ry sangat membosankan. Beberapa kali Ry terlihat menguap lebar, hanya saja dia menutupi menggunakan tangan kanannya. Ry juga terlihat sering mengucek mata, untuk mengurangi kantuk. Setiap pelajaran memang selalu membosankan bagi Ry. Dari semua pelajaran, dia paling suka dengan seni. Hanya seni satu-satunya pelajaran yang menyenangkan bagi Ry.Sementara Go, bagaimana pemuda itu bisa berada di kelas Ry dan Mina karena Go yang meminta pindah kelas. Dia merasa kurang nyaman berada
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend