"Keiya!"
Kapten tim baseball itu menghentikan langkah dan menoleh ke asal suara. Pemuda itu tersenyum begitu melihat Ry melambaikan tangan ke arahnya.
"Keiya, tungguin!" Ry berlari kecil sambil melambai ke arah teman-temannya. "Duluan!" ucapnya tanpa suara.
Rin melengos melihatnya. "Huh!"
Mina menoleh. "Kenapa?" tanyanya dengan alis berkerut.
"Sebel deh." Rin memantulkan bola basketnya di tanah. "Ry kayak playgirl gitu."
Alis Mina berkerut. "Playgirl gimana?" tanyanya.
"Itu ...." Rin memonyongkan mulutnya. "Maksud aku gini lho, Mina. Ry itu kan udah punya pacar, tapi kok masih nempel aja sama Keiya?"
Mina tertawa kecil. "Rin iri ya?"
"Iri apaan?" Rin makin sewot.
"Nggak boleh ngata-ngatain Ry kayak gitu. Lagian kan Ry bukan playgirl, Ry nggak pacaran sama Keiya kan?"
Rin mengembuskan napas kasar. "Nggak bilang pacaran, cuman nempel!" ketusnya.
"Rin berantem lagi ya sama Sie?" tebak Mina asal. Bukan asal sih sebenarnya, sikap Rin sudah bisa ditebak. Kalau terlihat uring-uringan seperti sekarang, itu tandanya Rin sedang ada masalah. Bertengkar dengan Ry tidak mungkin karena mereka pergi ke sekolah bersama. Jadi hanya satu yang tersisa yaitu bertengkar dengan Sie.
Rin menghentikan langkah, menatap Mina dengan tatapan kurang senang. Mina juga menghentikan langkah dan balas menatap Rin. Namun melihat tatapan itu Mina jadi salah tingkah dan kikuk sendiri.
"Oops!" Mina menutup mulutnya menggunakan tangan kanan. Dia sudah hafal gelagat itu. Dugaannya tadi berarti benar.
"Mina!"
"Y-ya?" sahut Mina gugup.
"Shoun tuh!" belalak Rin kesal kemudian meninggalkan gadis feminin itu begitu melihat Shoun berlari ke arah mereka.
***
"Rin mau ikut nggak?" tanya Mina saat mereka menikmati jam makan siang di taman. Duduk-duduk di bangku taman di bawah pohon memang sejuk, apalagi dicuaca sepanas ini.
Rin melirik Mina sekilas kemudian kembali memutar-mutar bola orange-nya.
"Habis pulang sekolah nanti kami mau ke Mobieus."
Rin menatap temannya yang lembut itu. "Ngapain ke sana?" tanyanya.
"Main game trus makan es krim," sahut Ry sambil mengunyah bento-nya. "Apalagi?"
"Ry!" tegur Keiya." Kalo makan jangan ngomong, nggak sopan."
Ry tak menjawab, hanya mengeluarkan cengiran sebagai respon. Mulutnya penuh dengan makan siang yang masih dikunyah.
Rin melengos. "Ry emang jorok!"
Ry cuma menatap adiknya sekilas, kemudian kembali fokus pada makan siangnya.
"Rin mau ikut atau nggak?" tanya Mina lagi.
Rin mengembuskan napasnya. Sebelum dia menjawab Keiya sudah lebih dulu bersuara.
"Siapa tau Sie ada di sana," ucap Keiya.
Rin langsung menatap kapten tim baseball itu begitu mendengar Keiya menyebut nama Sie.
"Siapa yang peduli sama Sie!" desis gadis tomboy itu sambil meninju bola basketnya.
Ry hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan adiknya. Rin dan Sie memang sering sekali berantem, tapi menurut Ry kali ini yang paling parah.
"Jadi Rin nggak ikut?" tanya Shoun hati-hati.
"Malas," jawab Rin uring-uringan. "Lebih baik aku main basket atau ke toko buku bareng Vi."
"Ya udah." Ry menepuk pundak Rin. "Bilangin sama mama kalo aku pulang telat ya."
Rin mengangguk sambil tersenyum. Sebenarnya dia ingin ikut pergi, tetapi dia tidak ingin bertemu Sie. Rin yakin kalau Sie memang berada di Mobieus seperti perkiraan Keiya. Tempat itu selalu dipenuhi oleh anak-anak sekolah, dan kebanyakan dari mereka selalu membolos. Apalagi sekarang Ruu bekerja di tempat itu, sudah pasti Sie berada di sana. Ruu dan Sie kan bersahabat.
Rin menghela napas. Tangannya kembali memainkan bola basket seperti tadi. Kekesalannya sedikit berkurang kalau dia sudah bersama bola orange.
***
Sekali lagi Ry mengembuskan napas melalui mulut. Kesal, pikir gadis imut itu. Dia ke sini kan mau menemui Ruu bukan mau menonton Ruu yang sibuk bolak-balik kesana-kemari. Ry meniup-niup poni ratanya bosan. Nanti kalau bertemu dengan kak Sento, Ry akan meminta libur satu hari untuk Ruu. Harus boleh. Kalau tidak awas saja kak Sento!
Ry melirik untuk ke sekian kali ke arah Ruu yang masih sibuk dengan pekerjaannya, membuat mata Ry sakit melihat cowoknya itu mondar-mandir melayani pengunjung yang entah kenapa lebih ramai dari hari-hari biasanya.
Ry melotot melihat seorang gadis yang mencolek lengan Ruu. Apa-apaan itu?! Ry mengepalkan tangannya, apalagi dilihatnya Ruu diam saja bahkan pemuda itu sekarang terlihat sedang bicara dengan gadis yang mencoleknya. Dengan kekesalan yang memuncak Ry mendekati dua orang yang asyik bicara itu.
"Ruu!" seru Ry judes. "Aku ke sini mau makan es krim ya, bukan mau nonton dorama live!"
Ry cemberut. Sementara gadis yang tadi berbicara dengan Ruu menatap Ry dengan tatapan kurang bersahabat.
"Semua yang datang ke sini juga mau makan es krim." Gadis itu mendelik tak suka. Makin merapatkan tubuhnya ke tubuh Ruu.
Ry kembali memelototkan mata melihatnya. Ditatapnya Ruu sengit. Ruu hanya tersenyum manis. Diusapnya rambut Ry dengan sayang. Dari tadi Ruu tahu kalo Ry selalu mengawasinya. Gadisnya itu pasti bosan, tapi bagaimanapun dia harus profesional kan. Pekerjaan nomor satu. Lagipula, bukan hanya dia saja yang kebagian banyak pekerjaan, semua karyawan Mobieus juga. Maklum, Mobieus sedang ramai-ramainya.
Ruu mengambil tangan Ry, menggenggamnya hangat. "Maaf," ucap pemuda itu.
Ry mengerucutkan bibirnya. "Ruu nyebelin!" Gadis itu mengentakkan kaki kesal.
Ruu mengacak rambut Ry gemas. "Aku kan kerja."
"Ck!"
"Jelek!" Ruu masih tersenyum. Senyum yang membuat hampir seluruh pengunjung Mobieus yang bergenre perempuan terpesona. "Senyumnya mana?" tanya Ruu.
"Nggak ada!" jawab Ry ketus. Ruu memang sangat menyebalkan dan tidak peka. Bagaimana dia bisa menuruti keinginan Ruu untuk tersenyum sementara dirinya sedang kesal seperti sekarang. Ry makin menggembungkan pipinya.
Ruu mencubit pipi Ry gemas. Gadis yang tadi berbicara dengan Ruu mengernyit melihat interaksi dua orang di depannya. Siapa cewek ini, sok dekat banget sama Ruu, mending cantik, cibirnya dalam hati. Pendek gitu! Gadis itu juga cemberut.
"Ruu!" serunya.
Ruu menatap gadis itu, kemudian tersenyum.
"Oh iya lupa." Ruu menepuk dahi pelan. "Ry ...," Ruu menatap gadisnya. "Kenalin ini Kana, dan Kana, kenalin ini Ry, pacarku."
Perkataan terakhir Ruu membuat Kana berjengit kaget. Dia tidak salah dengar kan? Pacar Ruu? Yang benar saja! Gadis kerdil di depannya ini pacar Ruu? Astaga, ke mana mata Ruu! Sumpah demi apa pun, menurutnya Ruu sangat tidak cocok dengan gadis yang bernama Ry ini.
"Ry, Kana itu temanku."
Suara Ruu membuat Kana kembali menatap gadis yang masih cemberut itu. Manja, makinya dalam hati. Kana heran, bagaimana mungkin Ruu bisa berpacaran dengan gadis manja ini. Seingatnya Ruu sangat tidak menyukai sosok gadis seperti itu. Itu berdasarkan apa yang dilihatnya selama ini. Dia dan Ruu cukup lama berteman, dan selama itu Kana menyimpan perasaannya seorang diri tanpa ada yang tahu termasuk si pemilik hatinya, yaitu Ruu.
"Ruu, aku mau es krim." Ry menarik-narik lengan kaus Ruu.
Ruu terkekeh. Ry selalu tidak terhubung kalau sedang dalam mode cemburu on.
"Okey." Ruu menarik tangan Ry menjauhi meja Kana menuju meja yang tadi ditempati Ry bersama Mina, Shoun dan... Ruu melirik Keiya yang lagi asyik di arena game. "Aku traktir."
"Beneran?" tanya Ry sambil duduk.
Ruu mengangguk. Sebelumnya dia sudah mengangguk pada Kana, mengisyaratkan gadis itu untuk menunggu sebentar. Dia harus meredakan kecemburuan gadisnya dulu agar bisa lebih bebas bekerja.
"Ada apa?" Mina menatap Ry dan Ruu bingung bergantian. Bagaimanapun, gadis lembut itu melihat apa yang baru saja terjadi. Mina khawatir kalau Ry kenapa-kenapa.
"Ruu traktir kita." Ry tersenyum madu.
Ruu mengangguk lagi. "Hanya kalian," ucapnya lemah. Bukannya Ruu tidak ingin mentraktir yang lain juga, tetapi dia tidak terlalu dekat dengan Shoun, kekasih Mina. Apalagi dengan bocah yang sedang berteriak kesenangan di arena game sana.
"Beneran Ruu?" tanya Mina semangat.
Sekali lagi Ruu mengangguk. "Tapi jangan bilang-bilang yang lain ya?" pintanya.
Ry dan Mina mengangguk cepat. Mata mereka berbinar membayangkan sebentar lagi mereka akan memakan es krim kesukaan mereka lagi.
Ruu menggelengkan kepala pelan dengan reaksi kedua gadis itu. Ternyata setiap gadis itu sama kalau mendengar es krim gratis. Dia mengira reaksi Mina akan berbeda, tetap kalem seperti biasanya. Namun dia salah, Mina juga sama seperti Ry.
"Kalian tunggu sebentar ya, aku ambilin es krimnya dulu?"
Ry mengangguk cepat. "Jangan lama ya, Ruu?" pintanya. "Kan tadi kata Ruu cuman sebentar."
Ruu mengangguk. Mengacak pucuk kepala Ry gemas sebelum meninggalkan meja kedua gadis itu. Ruu bukan hanya mengambil es krim untuk Ry dan Mina, dia juga mengambilkan pesanan Kana.
Ry yang melihat Ruu mengantar es krim ke meja gadis yang baginya menyebalkan itu mendelik tajam. Dia kembali kesal, padahal tadi dia sudah senang. Melihat Ruu masih melayani gadis itu, kekesalan Ry kembali. Bahkan sekarang lebih besar dari tadi.
"Cewek itu siapanya Ruu?" tanya Mina yang juga melihat interaksi Ruu dan Kana.
Ruu tidak hanya sekedar mengantar es krim pesanan Kana, tetapi pemuda itu juga terlihat berbicara akrab dengan gasis itu. Mina bertanya karena dia benar-benar penasaran dan ingin tahu. Tanpa sadar kalau pertanyaannya semakin membuat Ry cemburu.
"Teman Ruu!" sahut Ry dengan wajah menekuk. Pipinya yang gembil menggembung lagi.
"Pantas kayak akrab banget gitu." Mina mengangguk paham sambil memalingkan wajah menatap Ry. Mina mengerjap, sahabatnya cemberut lagi. Gadis itu mengembuskan napas. Ry sepertinya cemburu dengan gadis yang sepertinya menyukai Ruu itu. "Ry nggak usah cemburu dong, kan katanya percaya sama Ruu."
"Iya!" sahut Ry masih judes. "Aku percaya sama Ruu tapi nggak sama cewek jadi-jadian model begitu!" Mulut Ry meruncing menunjuk Kana.
Mina terkikik geli. Dilihatnya Ruu sudah tidak berada di meja gadis temannya itu lagi. Ruu kembali ke meja counter untuk mengambil es krim pesanan mereka.
"Ini buat Ry!"
Ruu meletakkan segelas es krim sundae cokelat dengan toping cokelat glaze dan buah ceri di atasnya.
"Dan ini buat Mina!"
Segelas es krim krim berwarna biru tersedia di depan Mina.
"Terima kasih, Ruu," ucap Mina menerima es krimnya.
Ruu mengangguk. Mengalihkan tatapan pada Ry yang masih belum menyentuh es krim cokelatnya. Ruu menghela napas. Ada apa lagi? tanyanya dalam hati.
"Ry kenapa?" tanya Ruu sambil duduk di samping Ry. "Nggak suka ya es krimnya? Mau aku ganti?"
Ry menggeleng. "Nggak perlu!" jawabnya judes.
Ruu mengembuskan napas pelan. Fix, dia bersalah lagi. Meskipun dia tidak tahu apa kesalahannya tetapi dia yakin akan hal itu.
"Terus? Ry mau tambahan lain?"
Ry menggeleng lagi.
Ruu yang tidak mengerti menatap Mina, meminta penjelasan dari temannya itu. Namun Mina hanya mengangkat bahu, pertanda dia juga tidak tahu apa-apa.
"Aku salah lagi ya?" tanya Ruu hati-hati. Sungguh dia tidak ingin Ry marah. Dia tidak ingin Ry memintanya untuk putus lagi.
Ry menatap Ruu kesal. "Ruu kenapa nganter es krim ke sana?" Ry menunjuk meja Kana dengan memonyongkan mulutnya. "Aku kan nggak suka!"
Ruu mengembuskan napas lagi. Ry masih cemburu dan dia harus menjelaskan semuanya hati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman. Ruu hanya berharap Ry mau mengerti.
"Pulang sekolah kalian ke Mobieus nggak?"Ry yang sedang menyeruput softdrink berhenti. Menatap Rin dengan kening berkerut. Tumben, pikirnya."Maybe." Ry mengangkat bahu cuek."Mina?" Rin menatap gadis lembut itu meminta jawaban.Mina mengalihkan tatapan dari buku yang sejak tadi menjadi fokus matanya ke arah Rin."Rin mau ke Mobieus?" tanya Mina hati-hati. Gadis itu tahu kalau Rin sedang dalam keadaan hati yang kurang baik akhir-akhir ini. Dia tidak ingin menambah buruk suasana hati sahabatnya yang tomboi itu.Rin mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Pengen pergi sih, tapi ....""Tumben." Ry melirik adiknya yang sedang memutar-mutar bola basket. "Kemaren-kemaren diajak nggak mau."Rin menatap Ry sekilas kemudian berdiri meninggalkan kakak dan teman baiknya.*** "Eh itu Sie kan?" Mina menarik tangan Ry ketika gadis itu ingin melangkahkan kakinya memasuki Mobieus."Mana?" Ry celingak-celinguk mencari, membiarkan Rin masuk lebih dulu bersama Keiya dan Shoun."Itu!"
"Siapa, sih, cowok itu, murid baru, ya?"Hampir seluruh siswa SMU Banzare terutama para siswa perempuan yang melihat pemuda bertampang cool itu berkasak-kusuk ria seperti itu, karena mereka baru pertama kali melihat pemuda itu, karena memang pemuda itu siswa baru."Not bad," gumam Go Yatsuba, si siswa baru sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Dia sedang mengamati keadaan sekolah barunya. "Sekolahnya nggak jelek-jelek am....""Aww!" rintih seorang gadis yang tertabrak tubuhnya."Kamu buta ya?!" maki gadis itu galak. Mata bulatnya membelalak kesal. Bagaimana tidak kesal, gara-gara pemuda sinting yang celingukan bola basketnya terjatuh dan menggelinding agak jauh. Beruntung bola itu tidak menuruni tangga, kalau tidak dia pasti akan membunuh pemuda di depannya ini.Go terperangah melihatnya. "Manis banget," pikirnya."Sialan!" maki si gadis lagi, kali ini tambah judes. "Jalan tuh pake mata!" belalaknya galak. "Woyyy!!!""Hah???" Go tergagap. Gadis itu meneriakinya. "Ya-ya?""Dasar tolol
Ry dan Rin menoleh bersamaan ke arah Mina mendengar suara tarikan nafas sahabat cantik mereka itu."Sebel deh!"Ry dan Rin saling pandang kemudian sama-sama mengangkat bahu. Heran dengan kelakuan Mina. Tidak biasanya Mina cemberut.Ry mengernyit melihat muka Mina menekuk. Tumben, pikir gadis manja itu."Ada yang ditinggalin sendiri nih kayaknya." Rin menaik-turunkan alisnya menggoda Mina.Ry memukul tangan Rin gemas sambil melotot, kemudian melirik Mina yang makin cemberut.Kekesalan gadis lembut kapten klub drama itu beralasan. Sejak genk mereka memasuki Mobieus, Shoun, cowoknya asyik berkutat di arena game. Dia ditinggal sendirian."Rin usil banget sih!" belalak Ry gemas.Rin mengikik geli. "Mina jangan cemberut terus dong." Gadis penyuka olahraga basket itu makin menggoda sahabatnya. "Ntar keriput lho. Lagian kan Mina nggak sendiri."Ry mengangguk."Ada aku sama Ry, so enjoy aja. Kayak Ry." Rin menunjuk kakaknya menggunakan sendok es krim. "Ruu dari tadi sibuk ke sana-sini, trus K
Ry melirik adiknya yang memutar-mutar bola basket di tangannya asal. Kening Ry sedikit berkerut melihat bibir manyun Rin. Gemas, dijentiknya bibir itu."Ry!" Rin mendelik kesal ke arah kakaknya. Bola orange di tangannya jatuh menggelinding di tanah."Oops sengaja." Ry meringis, memasang tampak tak berdosa.Rin menatap kakaknya dengan mata menyipit. Sepertinya dia harus banyak bersabar hari ini. Tadi Sie yang membuat emosinya meningkat, kemudian Go dan sekarang Ry. Rin mengembuskan napas melalui mulut, berusaha untuk tidak memaki kakaknya yang terkadang bersikap seperti anak kecil itu. "Ry." Mina menegur gadis manja itu saat dilihatnya tampang Rin menekuk sempurna. Ry cuma cengengesan. "Habisnya dari tadi Rin mesem gitu. Jelek tau!" Ry menatap adiknya.Rin membuang muka muak. Dia tidak berniat bercanda hari ini. Selera humornya menguap entah ke mana gara-gara bertemu Sie dan Go tadi."Rin kenapa sih?" Keiya yang bertanya. Kapten klub baseball itu memutar topinya ke arah belakang. "Su
Ry menyuap es krim cokelatnya. "Mina kenapa sih diam aja?" tanyanya sambil memperhatikan temannya yang lembut itu. "Dimakan dong blueberry-nya, 'ntar meleleh lho."Mina tetap diam, tapi tangannya mulai mengaduk es krim biru di depannya.Ry mengerutkan keningnya heran. Sudah beberapa hari ini Mina dan Rin tampak aneh, mereka berdua juga jadi irit berbicara dan manyun terus. Tidak biasanya mereka seperti itu, apalagi Rin. Biasanya adiknya itu yang suka ceplas-ceplos. Apa karena Rin putus dengan Sie? Namun sepertinya bukan karena itu, Rin kelihatan baik-baik saja setelah itu. Atau mungkin semua karena Go? Pernyataan cinta dari Go sepertinya membuat Rin sedikit terkejut. Sebenarnya bukan hanya Rin yang terkejut, dia juga. Walaupun dia sudah menduga sebelumnya. Setiap mereka berkumpul, Go sering mencuri lihat ke arah Rin. Ry melirik adiknya yang juga sedang mengaduk es krim rasa pisang kesukaannya. Kalau Rin karena Go, lalu Mina karena apa? Hubungan Mina dan Shoun terlihat baik-baik saja,
Ry melemparkan sebuah penghapus ke arah Mina. Gadis lembut itu menoleh tanpa ada tanda gusar di wajahnya, walau kepalanya sudah kejatuhan penghapus."Apaan?" tanya Mina lirih.Ry tidak menjawab, hanya menunjuk ke arah Go dengan ekor matanya. Melihat tampang pemuda kocak itu yang lumayan kusut, Mina tahu kalau Rin masih menggantungnya. Mina menghela napas, menatap Ry dan menggeleng pelan. Setelahnya gadis itu kembali fokus pada pelajaran yang sedang diterangkan guru mereka di depan kelas. Pelajaran yang menurut Ry sangat membosankan. Beberapa kali Ry terlihat menguap lebar, hanya saja dia menutupi menggunakan tangan kanannya. Ry juga terlihat sering mengucek mata, untuk mengurangi kantuk. Setiap pelajaran memang selalu membosankan bagi Ry. Dari semua pelajaran, dia paling suka dengan seni. Hanya seni satu-satunya pelajaran yang menyenangkan bagi Ry.Sementara Go, bagaimana pemuda itu bisa berada di kelas Ry dan Mina karena Go yang meminta pindah kelas. Dia merasa kurang nyaman berada
Ry sedang asyik membaca komik yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu saat Mii, adik Ruu, menghampirinya. Gadis berwajah boneka itu dengan tidak tahu malunya langsung membuka pagar rumahnya yang tertutup, kemudian duduk di sebelahnya. Lebih parah lagi, Mii ikut-ikutan memakan keripik beras yang menjadi camilan Ry saat membaca. "Mii apa-apaan sih? Nyebelin banget." Ry mendelik kesal. Tangannya menjauhkan stoples keripik beras dari jangkauan Mii.Mii cemberut. "Ry pelit!" sungutnya."Biarin!" balas Ry tak peduli. "Mii juga nggak tau malu."Mii menatap Ry dengan mata memicing. Sinar laser keluar dari kedua belah matanya. "Kan aku cuman minta keripik doang, nggak minta yang lain." Mii membela diri. "Aku juga kalo nggak disuruh Ruu nggak bakalan kemari," sewotnya.Alis Ry berkerut mendengar perkataan Mii. Cepat Ry menoleh, menatap Mii yang masih cemberut saja."Emang Ruu ada di rumah?" tanyanya heran. "Nggak kerja ya?"Mii mengangguk. "Ho-oh!" sahutnya. "Ruu minta aku buat manggilin
"Ry besok ke Mobieus nggak sepulang sekolah?" Ry mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Liat besok deh, Ruu.""Kalo ke Mobieus kasih tau aku ya?" pinta Ruu. "Biar aku siapin tempat duduk.""Yang paling strategis ya, Ruu?" Ry menatap Ruu dengan tatapan seekor anak anjing. Tidak ada seorang pun yang berkutik dengan tatapannya itu. Puppy eyes miliknya yang terbaik. "Biar aku ajakin Rin sama Mina juga."Ruu memutar bola mata. Untuk urusan bujuk membujuk Ry memang jagonya. Entah karena wajah polosnya atau tingkahnya yang menggemaskan, orang-orang selaku menuruti keinginan Ry. Sepertinya dia juga akan seperti itu. Ruu berdehem kemudian mengangguk. "Iya, yang paling strategis," sahut Ruu.Ry berseru gembira, melompat dari tempat duduknya memeluk Ruu yang duduk di kursi belajarnya sehingga kursi putar itu berputar dan Ruu nyaris oleng. Untung saja Ruu dapat menyeimbangkan tubuh, kalau tidak mereka pasti sudah jatuh sekarang."Astaga, Ry! Ry mau kita jatuh?" tanya Ruu sedikit kesal. Alisny
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend