Ry dan Rin menoleh bersamaan ke arah Mina mendengar suara tarikan nafas sahabat cantik mereka itu."Sebel deh!"Ry dan Rin saling pandang kemudian sama-sama mengangkat bahu. Heran dengan kelakuan Mina. Tidak biasanya Mina cemberut.Ry mengernyit melihat muka Mina menekuk. Tumben, pikir gadis manja itu."Ada yang ditinggalin sendiri nih kayaknya." Rin menaik-turunkan alisnya menggoda Mina.Ry memukul tangan Rin gemas sambil melotot, kemudian melirik Mina yang makin cemberut.Kekesalan gadis lembut kapten klub drama itu beralasan. Sejak genk mereka memasuki Mobieus, Shoun, cowoknya asyik berkutat di arena game. Dia ditinggal sendirian."Rin usil banget sih!" belalak Ry gemas.Rin mengikik geli. "Mina jangan cemberut terus dong." Gadis penyuka olahraga basket itu makin menggoda sahabatnya. "Ntar keriput lho. Lagian kan Mina nggak sendiri."Ry mengangguk."Ada aku sama Ry, so enjoy aja. Kayak Ry." Rin menunjuk kakaknya menggunakan sendok es krim. "Ruu dari tadi sibuk ke sana-sini, trus K
Ry melirik adiknya yang memutar-mutar bola basket di tangannya asal. Kening Ry sedikit berkerut melihat bibir manyun Rin. Gemas, dijentiknya bibir itu."Ry!" Rin mendelik kesal ke arah kakaknya. Bola orange di tangannya jatuh menggelinding di tanah."Oops sengaja." Ry meringis, memasang tampak tak berdosa.Rin menatap kakaknya dengan mata menyipit. Sepertinya dia harus banyak bersabar hari ini. Tadi Sie yang membuat emosinya meningkat, kemudian Go dan sekarang Ry. Rin mengembuskan napas melalui mulut, berusaha untuk tidak memaki kakaknya yang terkadang bersikap seperti anak kecil itu. "Ry." Mina menegur gadis manja itu saat dilihatnya tampang Rin menekuk sempurna. Ry cuma cengengesan. "Habisnya dari tadi Rin mesem gitu. Jelek tau!" Ry menatap adiknya.Rin membuang muka muak. Dia tidak berniat bercanda hari ini. Selera humornya menguap entah ke mana gara-gara bertemu Sie dan Go tadi."Rin kenapa sih?" Keiya yang bertanya. Kapten klub baseball itu memutar topinya ke arah belakang. "Su
Ry menyuap es krim cokelatnya. "Mina kenapa sih diam aja?" tanyanya sambil memperhatikan temannya yang lembut itu. "Dimakan dong blueberry-nya, 'ntar meleleh lho."Mina tetap diam, tapi tangannya mulai mengaduk es krim biru di depannya.Ry mengerutkan keningnya heran. Sudah beberapa hari ini Mina dan Rin tampak aneh, mereka berdua juga jadi irit berbicara dan manyun terus. Tidak biasanya mereka seperti itu, apalagi Rin. Biasanya adiknya itu yang suka ceplas-ceplos. Apa karena Rin putus dengan Sie? Namun sepertinya bukan karena itu, Rin kelihatan baik-baik saja setelah itu. Atau mungkin semua karena Go? Pernyataan cinta dari Go sepertinya membuat Rin sedikit terkejut. Sebenarnya bukan hanya Rin yang terkejut, dia juga. Walaupun dia sudah menduga sebelumnya. Setiap mereka berkumpul, Go sering mencuri lihat ke arah Rin. Ry melirik adiknya yang juga sedang mengaduk es krim rasa pisang kesukaannya. Kalau Rin karena Go, lalu Mina karena apa? Hubungan Mina dan Shoun terlihat baik-baik saja,
Ry melemparkan sebuah penghapus ke arah Mina. Gadis lembut itu menoleh tanpa ada tanda gusar di wajahnya, walau kepalanya sudah kejatuhan penghapus."Apaan?" tanya Mina lirih.Ry tidak menjawab, hanya menunjuk ke arah Go dengan ekor matanya. Melihat tampang pemuda kocak itu yang lumayan kusut, Mina tahu kalau Rin masih menggantungnya. Mina menghela napas, menatap Ry dan menggeleng pelan. Setelahnya gadis itu kembali fokus pada pelajaran yang sedang diterangkan guru mereka di depan kelas. Pelajaran yang menurut Ry sangat membosankan. Beberapa kali Ry terlihat menguap lebar, hanya saja dia menutupi menggunakan tangan kanannya. Ry juga terlihat sering mengucek mata, untuk mengurangi kantuk. Setiap pelajaran memang selalu membosankan bagi Ry. Dari semua pelajaran, dia paling suka dengan seni. Hanya seni satu-satunya pelajaran yang menyenangkan bagi Ry.Sementara Go, bagaimana pemuda itu bisa berada di kelas Ry dan Mina karena Go yang meminta pindah kelas. Dia merasa kurang nyaman berada
Ry sedang asyik membaca komik yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu saat Mii, adik Ruu, menghampirinya. Gadis berwajah boneka itu dengan tidak tahu malunya langsung membuka pagar rumahnya yang tertutup, kemudian duduk di sebelahnya. Lebih parah lagi, Mii ikut-ikutan memakan keripik beras yang menjadi camilan Ry saat membaca. "Mii apa-apaan sih? Nyebelin banget." Ry mendelik kesal. Tangannya menjauhkan stoples keripik beras dari jangkauan Mii.Mii cemberut. "Ry pelit!" sungutnya."Biarin!" balas Ry tak peduli. "Mii juga nggak tau malu."Mii menatap Ry dengan mata memicing. Sinar laser keluar dari kedua belah matanya. "Kan aku cuman minta keripik doang, nggak minta yang lain." Mii membela diri. "Aku juga kalo nggak disuruh Ruu nggak bakalan kemari," sewotnya.Alis Ry berkerut mendengar perkataan Mii. Cepat Ry menoleh, menatap Mii yang masih cemberut saja."Emang Ruu ada di rumah?" tanyanya heran. "Nggak kerja ya?"Mii mengangguk. "Ho-oh!" sahutnya. "Ruu minta aku buat manggilin
"Ry besok ke Mobieus nggak sepulang sekolah?" Ry mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Liat besok deh, Ruu.""Kalo ke Mobieus kasih tau aku ya?" pinta Ruu. "Biar aku siapin tempat duduk.""Yang paling strategis ya, Ruu?" Ry menatap Ruu dengan tatapan seekor anak anjing. Tidak ada seorang pun yang berkutik dengan tatapannya itu. Puppy eyes miliknya yang terbaik. "Biar aku ajakin Rin sama Mina juga."Ruu memutar bola mata. Untuk urusan bujuk membujuk Ry memang jagonya. Entah karena wajah polosnya atau tingkahnya yang menggemaskan, orang-orang selaku menuruti keinginan Ry. Sepertinya dia juga akan seperti itu. Ruu berdehem kemudian mengangguk. "Iya, yang paling strategis," sahut Ruu.Ry berseru gembira, melompat dari tempat duduknya memeluk Ruu yang duduk di kursi belajarnya sehingga kursi putar itu berputar dan Ruu nyaris oleng. Untung saja Ruu dapat menyeimbangkan tubuh, kalau tidak mereka pasti sudah jatuh sekarang."Astaga, Ry! Ry mau kita jatuh?" tanya Ruu sedikit kesal. Alisny
Di persimpangan jalan yang biasa mereka lewati untuk pergi ke sekolah, ketiga gadis itu berpisah. Rin mengambil jalan lurus agar cepat sampai ke rumahnya. Ry dan Mina berbelok ke arah kanan untuk tiba lebih cepat di Mobieus yang berada di pusat kota. Mobieus sangat ramai ketika Ry dan Mina memasuki tempat itu. Di bagian game dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai usia yang sibuk dengan mesin-mesin game yang mereka mainkan. Sementara di kedai es krim juga sama, meja-meja dipenuhi pembeli. Kebanyakan anak sekolah seperti mereka. Sepertinya hanya ada dua buah meja yang kosong, dan Ry ragu kalau salah satu dari dua meja itu adalah meja strategis yang dijanjikan Ruu.Ry menebar pandangan mencari Ruu, dia akan menagih janji pemuda itu. Namun sedikit mustahil di tengah pengunjung yang membludak. Ry berdecak, menarik Mina untuk duduk di salah satu meja yang mana menurut Ry tidak ada stragesnya sama sekali. Dua buah meja itu berada di tengah-tengah kedai. "Kok Mobieus rame banget ya?" tanya
Suasana Mobieus semakin bising membuat jawaban Keiya kadang terdengar samar di telinga Ruu. Banyaknya mesin game yang beroperasi, bercampur dengan teriakan dan seruan para pemain semakin menambah buruk daya tangkap Indra pendengaran.Sesekali Ruu berteriak karena Keiya tidak menanggapinya, sesekali juga dipukulnya bahu pemuda itu untuk meminta perhatian. Ruu sadar, ia mengambil tempat yang salah untuk membicarakan sesuatu yang serius seperti yang saat ini mereka bicarakan. Namun, ia tidak bisa memikirkan tempat yang lain lagi selain tempat ini. Ia tidak memiliki waktu untuk pergi ke tempat yang lebih sepi, pekerjaannya tak bisa ditinggalkan."Ruu ke rumah Ry aja, tanyain langsung." Keiya mengusulkan setelah beberapa saat fokus pada permainannya. Ia tidak menatap Ruu, tatapannya masih pada layar di depannya yang menunjukkan jika ia adalah pemenang.Ruu mendelik. Bukankah tadi sudah dikatakannya kalau dia tidak bisa, tidak sempat? A
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend