"Ry besok ke Mobieus nggak sepulang sekolah?" Ry mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Liat besok deh, Ruu.""Kalo ke Mobieus kasih tau aku ya?" pinta Ruu. "Biar aku siapin tempat duduk.""Yang paling strategis ya, Ruu?" Ry menatap Ruu dengan tatapan seekor anak anjing. Tidak ada seorang pun yang berkutik dengan tatapannya itu. Puppy eyes miliknya yang terbaik. "Biar aku ajakin Rin sama Mina juga."Ruu memutar bola mata. Untuk urusan bujuk membujuk Ry memang jagonya. Entah karena wajah polosnya atau tingkahnya yang menggemaskan, orang-orang selaku menuruti keinginan Ry. Sepertinya dia juga akan seperti itu. Ruu berdehem kemudian mengangguk. "Iya, yang paling strategis," sahut Ruu.Ry berseru gembira, melompat dari tempat duduknya memeluk Ruu yang duduk di kursi belajarnya sehingga kursi putar itu berputar dan Ruu nyaris oleng. Untung saja Ruu dapat menyeimbangkan tubuh, kalau tidak mereka pasti sudah jatuh sekarang."Astaga, Ry! Ry mau kita jatuh?" tanya Ruu sedikit kesal. Alisny
Di persimpangan jalan yang biasa mereka lewati untuk pergi ke sekolah, ketiga gadis itu berpisah. Rin mengambil jalan lurus agar cepat sampai ke rumahnya. Ry dan Mina berbelok ke arah kanan untuk tiba lebih cepat di Mobieus yang berada di pusat kota. Mobieus sangat ramai ketika Ry dan Mina memasuki tempat itu. Di bagian game dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai usia yang sibuk dengan mesin-mesin game yang mereka mainkan. Sementara di kedai es krim juga sama, meja-meja dipenuhi pembeli. Kebanyakan anak sekolah seperti mereka. Sepertinya hanya ada dua buah meja yang kosong, dan Ry ragu kalau salah satu dari dua meja itu adalah meja strategis yang dijanjikan Ruu.Ry menebar pandangan mencari Ruu, dia akan menagih janji pemuda itu. Namun sedikit mustahil di tengah pengunjung yang membludak. Ry berdecak, menarik Mina untuk duduk di salah satu meja yang mana menurut Ry tidak ada stragesnya sama sekali. Dua buah meja itu berada di tengah-tengah kedai. "Kok Mobieus rame banget ya?" tanya
Suasana Mobieus semakin bising membuat jawaban Keiya kadang terdengar samar di telinga Ruu. Banyaknya mesin game yang beroperasi, bercampur dengan teriakan dan seruan para pemain semakin menambah buruk daya tangkap Indra pendengaran.Sesekali Ruu berteriak karena Keiya tidak menanggapinya, sesekali juga dipukulnya bahu pemuda itu untuk meminta perhatian. Ruu sadar, ia mengambil tempat yang salah untuk membicarakan sesuatu yang serius seperti yang saat ini mereka bicarakan. Namun, ia tidak bisa memikirkan tempat yang lain lagi selain tempat ini. Ia tidak memiliki waktu untuk pergi ke tempat yang lebih sepi, pekerjaannya tak bisa ditinggalkan."Ruu ke rumah Ry aja, tanyain langsung." Keiya mengusulkan setelah beberapa saat fokus pada permainannya. Ia tidak menatap Ruu, tatapannya masih pada layar di depannya yang menunjukkan jika ia adalah pemenang.Ruu mendelik. Bukankah tadi sudah dikatakannya kalau dia tidak bisa, tidak sempat? A
Keiya tersenyum lebar. Dia kembali berhasil memenangkan game yang kata teman-temannya sedikit sulit dikalahkan. Keiya memutar topinya ke arah depan, merapikan seragam dan berbalik. Tak sengaja tatapannya jatuh pada Ruu, dan Ruu juga sedang menatapnya. Keiya mengernyit melihat tatapan itu. Tatapan Ruu seolah meminta bantuannya. Benarkah? Penasaran, Keiya membawa kakinya mendekati Ruu. Bertepatan dengan pertanyaan karyawan baru yang diketahuinya bernama Ikki menyeruak masuk ke dalam gendang telinganya."Ruu tau di mana rumah Ry nggak?"Alis Keiya makin berkerut. Apa karyawan baru ini mengenal Ry? Kalau begitu pantas saja Ruu meminta bantuannya. Raut wajah Ruu juga seolah ingin memakan seseorang."Keluarga Ry pindah dari rumahnya yang dulu."Ruu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Jadi, Ikki mengenal Ry lebih dulu darinya? Apa mungkin mereka pernah dekat? Tidak mungkin! Dia tidak bisa menerimanya. Tangan Ruu mengepal kuat.K
Coba aja tanya dulu. Aku yakin Ry masih ingat siapa itu Ikki Megami.Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di telinga Ruu, seperti sebuah adegan dalam kaset rusak. Membuatnya sangat penasaran akan kebenaran kata-kata Ikki. Apakah benar Ry mengenal Ikki? Lalu, apa hubungan mereka, apakah lebih dari sekedar sahabat? Apakah Ikki adalah kekasih Ry? Ruu menggeleng pelan, menyangkal apa yang ada di pikirannya. Kalau memang benar Ry dan Ikki pernah berhubungan lebih dari sahabat, dua kalah. Dibandingkan dengan Ikki yang lebih dewasa dan lebih segala-galanya, dia kalah telak. Ruu mengerang. Dalam hati menyumpah kesal karena kesibukannya saat ini membuatnya tidak bisa bertemu Ry. Dia sangat ingin tahu tentang Ikki dan apa arti pemuda berusia dua puluh tahun itu bagi Ry.Apa dia harus meminta tolong pada Keiya lagi? Sepertinya memang harus seperti itu. Tidak adanya waktu libur dalam bekerja membuatnya selalu tidak berada di rumah siang hari. Hari Minggu pun demikian.
Suara mesin-mesin game berpadu dengan suara hingar-bingar musik dari kedai es krim membuat suasana Mobieus semakin berisik. Belum lagi suara teriakan dari beberapa pengunjung yang bermain game. Seorang remaja cowok berusia tujuh belas tahun bersorak karena sudah memenangkan permainan yang dipilihnya. Beberapa cewek bergosip di meja paling pojok di kedai es krim sambil melirik ke arah para karyawan cowok. Semua itu sudah biasa bagi para karyawan sehingga tidak mengganggu pekerjaan mereka. Bekerja di tempat berisik penuh musik berarti kau siap untuk lebih berkonsentrasi.Namun, tidak bagi Ruu. Sejak kedatangan Ikki, ditambah kata-katanya dua hari yang lalu, ia sulit berkonsentrasi. Beberapa kali ia melakukan kesalahan dalam melayani pembeli, ia salah menyajikan es krim yang diminta. Beruntung pembeli yang seorang anak cewek tidak marah, dia mau menerima es krim dan memuji varian baru yang belum pernah dicoba sebelumnya. Itu masih belum apa-apa, tadi pagi ia menumpahkan es
Suara mesin-mesin game berpadu dengan suara hingar-bingar musik dari kedai es krim membuat suasana Mobieus semakin berisik. Belum lagi suara teriakan dari beberapa pengunjung yang bermain game. Seorang remaja cowok berusia tujuh belas tahun bersorak karena sudah memenangkan permainan yang dipilihnya. Beberapa cewek bergosip di meja paling pojok di kedai es krim sambil melirik ke arah para karyawan cowok. Semua itu sudah biasa bagi para karyawan sehingga tidak mengganggu pekerjaan mereka. Bekerja di tempat berisik penuh musik berarti kau siap untuk lebih berkonsentrasi.Namun, tidak bagi Ruu. Sejak kedatangan Ikki, ditambah kata-katanya dua hari yang lalu, ia sulit berkonsentrasi. Beberapa kali ia melakukan kesalahan dalam melayani pembeli, ia salah menyajikan es krim yang diminta. Beruntung pembeli yang seorang anak cewek tidak marah, dia mau menerima es krim dan memuji varian baru yang belum pernah dicoba sebelumnya. Itu masih belum apa-apa, tadi pagi ia menumpahkan es
Ruu sedang mengantarkan pesanan beberapa orang pelanggan yang duduk di satu meja ketika merasakan getaran di saku celananya. Ruu mengambil benda yang bergetar itu, menyalakan, dan memeriksanya. Obsidiannya melebar membaca pesan itu. Rin memberitahu jika Ry sebuah dalam perjalanan menuju ke sini. Ruu tersenyum, ia menyimpan kembali ponsel di saku belakang celana, kemudian kembali ke belakang bar.Hari ini memang bukan gilirannya bertugas di belakang bar, tugasnya hari ini melayani. Ia hanya ingin beristirahat di sana, dan membantu Ran yang sudah tampak kelelahan. Sepertinya Ran kurang enak badan sehingga baru pukul sebelas lewat beberapa menit wajahnya sudah terlihat sangat kuyu. Padahal Kak Sento tidak pernah memaksakan karyawannya untuk tetap bekerja jika sedang sakit, dia marah menyuruhnya untuk cuti. Hanya karyawan saja yang bandel, contohnya adalah Ran.Ruu memfokuskan tatapannya pada pintu masuk. Pesan yang dikirimkan Rin sudah sejak lima menit yang la
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend