"Ry ngerti nggak?" tanya Shoun mengakhiri ceramahnya.
Ceramah? Tentu saja. Ry selalu mrnhanggap perkataan panjang lebar seperti perkataan Shoun tadi dan sejenisnya sebagai ceramah.
Ry menggeleng polos. Gantian, sekarang Shoun yang menggaruk kepalanya.
"Shoun tau, kan, kalo aku nggak pintar sama yang kayak begituan, masih aja Shoun nyerocos," ucap Ry dengan raut wajah tak bersalah.
Ketua OSIS yang tampan itu mendesah menyadari kekeliruannya. Ry memang pintar, tapi bukan di bidang ini. Salah kalau dia meminta Ry untuk jadi duta olahraga sekolah mereka. Namun, mengingat gadis manja dan kekanakkan itu bisa dengan mudah mendapatkan simpati orang, Shoun yakin sekolah mereka akan kembali menjadi juara umum di festival olahraga bulan depan. Semester lalu kan sekolah mereka jadi juara umum di festival seni karena Ry yang jadi kapten duta seninya. Jadi, tidak salah kan kalau Shoun menginginkan Ry yang memegang jabatan kapten lagi.
"Yang jago di bidang olahraga, kan, Rin bukannya aku," sambung Ry.
"Iya, tapi..."
"Kenapa Shoun nggak minta Keiya atau Sie atau Zoe aja?" Ry bertanya memotong perkataan Shoun.
"Nggak boleh anak cowok," sahut Shoun kecewa.
"Kalo gitu Rin aja," usul Ry semangat. Rin, adiknya, memang seorang gadis yang sangat menggemari olahraga bola basket. Rin juga merupakan salah satu anggota dan tim inti klub basket perempuan sekolah mereka. Karena itu Ry mengusulkan Rin yang menjadi dipilih sebagai kapten para duta olahraga.
Rin? Si tomboy itu? Shoun tersenyum patah. Ketua OSIS yang tampan itu ragu. Rin memang jago olahraga, tapi apa bisa gadis pemain inti klub basket itu menarik simpati juri saat bicara pada para pemegang keputusan yang terdiri dari anggota persatuan komite seluruh sekolah? Sepertinya tidak. Rin tidak seceria Ry, bahkan cenderung pemarah.
Shoun menunduk seolah memerhatikan kakinya yang mempermainkan rumput di bawahnya. Padahal dia masih memikirkan cara untuk membujuk Ry.
"Hai!"
Shoun kaget setengah mati mendengar seruan itu. Apalagi ketika pemuda yang bersuara itu mengganduli bahunya.
"Kalian lagi ngapain, serius banget?"
Shoun segera berbalik. "Keiya!" serunya spontan. Shoun memutar bola mata.
Keiya hanya nyengir. Melepaskan rangkulannya di bahu Shoun dan mendekati Ry. Keiya dan Shoun adalah sahabat, mereka juga menghuni kelas yang sama.
"Hai, Ry!" sapa Keiya dengan senyum manisnya.
Ry tidak menjawab, hanya memberikan senyum lebar sebagai respons dan embiarkan Keiya menggenggam tangannya. Ry hanya melirik sekilas tangannya yang berada dalam genggaman kuat Keiya, setelah itu tidak ada reaksi apa-apa lagi. Ry diam seolah tidak terjadi sesuatu. Hanya Shoun yang tercengang melihatnya.
"Shoun."
Ketiga makhluk di sisi lapangan basket itu menoleh. Shoun tersenyum ketika tau siapa yang memanggilnya.
"Hai, Mina," sapa Shoun manis. Senyum merekah di wajah tampannya yang dihiasi kacamata.
Gadis feminin itu mendekat. Shoun langsung menggenggam tangan Mina. Ry dan Keiya memang tidak kaget lagi melihat adegan mesra itu, karena sejak peristiwa di Mobieus beberapa minggu yang lalu Mina dan Shoun resmi jadi pasangan.
Tinggal Ry dan Keiya saja lagi yang masih menggantung. Ry sampai sekarang masih belum menjawab pertanyaan Keiya di perpustakaan waktu itu karena Ry masih bingung dengan perasaannya sendiri. Ry sudah lama tidak bertemu dengan Ruu, terhitung sejak taruhannya dengan Sie yang dimenangkan olehnya. Otomatis itu mengurangi rasa sayangnya pada pemuda bertampang lembut itu, dan sekarang Ry jadi dekat dengan Keiya. Bahkan seperti orang pacaran. Di mana ada Ry pasti ada Keiya, dan di mana ada Keiya di situ juga ada Ry. Itu yang membuat sahabat dan orang-orang yang dekat dengan Ry bingung. Siapa sebenarnya yang disayangi Ry? Keiya atau Ruu?
"Gimana?" tanya Mina. Dia sudah tahu apa yang dibicarakan Ry dan Shoun. Shoun sudah mengatakan padanya. Bahkan Shoun juga meminta pendapatnya lebih dulu sebelum bertanya pada Ry. Dia mendukung Shoun untuk berbicara pada Ry.
Bukan hanya Mina yang sudah tahu, tetapi Keiya juga. Sebagai sahabat Shoun, pastilah Keiya juga menjadi salah satu orang yang dimintai pendapat.
Ketiga orang yang berada di dekat Mina menatap cewek itu.
"Ry mau nggak?" tanya Mina.
"Apanya yang mau?" Ry balik bertanya. Kedua alisnya berkerut bingung. Meskipun sudah bisa menebak maksud dari perkataan Mina tapi tetap saja dia mekayangksn tatapan bertanya kepada tiga sahabatnya.
Shoun menggeleng lemah. "Dia nolak, tuh!" Shoun menunjuk Ry menggunakan ekor matanya.
"Kenapa?" Ada nada kecewa dalam pertanyaan Mina.
Ry tertunduk. Dia merasa sudah mengecewakan teman-temannya.
"Maaf," ucap Ry lirih sambil menggenggam kuat tangan Keiya yang masih menggenggam tangannya seolah meminta dukungan. "Aku nggak terlalu suka olahraga jadinya aku nggak bisa jadi kapten duta sport."
Mina dan Keiya tercengang mendengarnya.
"Sekali lagi maaf." Ry membungkukkan badannya. "Aku nggak bisa bantu kalian karena aku kurang tau masalah olahraga."
"Ry, kok, nggak bisa?" tanya Keiya. "Kenapa Ry nggak nyoba dulu?"
"Keiya, maaf." Ry menatap pemuda itu cepat. "Shoun, Mina. Sebaiknya Shoun cari yang lain aja, yang tau dan ngerti tentang olahraga."
Shoun menatap Mina dan Keiya bergantian meminta pertimbangan.
"Kayaknya Ry benar," ucap Mina akhirnya, setelah diam beberapa saat.
Ry tersenyum sambil menggenggam tangan Keiya makin erat. Kapten baseball itu juga tersenyum menutupi kekecewaannya. Diraihnya tubuh mungil Ry ke dalam pelukannya.
"Padahal aku yakin kalo sekolah kita bisa juara umum lagi," ucap Keiya sambil tertawa kecil.
"Juara umum kan kalo semuanya emang bagus terus dapat medali emas ya?" tanya Ry dengan keriysn yang kembali menghiasi dahi putihnya.
"Iya, sih. Tapi ...."
Tanpa mereka sadari, sepasang mata memperhatikan gerak-gerik mereka sejak tadi dari lapangan basket.
***
"Sie denger nggak, sih, kalo aku nggak peduli?" sentak Ruu gusar untuk kesekian kalinya.
Sie melongo mendengarnya. Ruu tidak peduli dengan Ry? Kenapa? Bukannya Ry adalah pacar Ruu. Ya meskipun hanya salah satu dari sekian banyak pacarnya, tapi kan....
Sie melirik cewek di samping Ruu. Apa karena ada Aya bersama mereka jadi Ruu kelihatan kesal banget kayak gitu? Ataukah Ruu memang tidak menyayangi Ry?
Sie menggaruk kepalanya yang tidak gatal lantas menggeleng. Kenapa juga dia yang harus pusing memikirkan hal ini, ini kan bukan masalahnya. Sie bego, makinya pada diri sendiri dalam hati sambil memukul pelan kepalanya. Harusnya dia sudah tahu kalau Ruu tidak pernah peduli sama gadis-gadisnya. Kalau Ruu peduli, tidak mungkin bukan pemuda itu selingkuh.
Aya tersenyum. "Jangan marah, dong, Ruu. Maksud Sie, kan, baik," goda gadis itu. Bagaimanapun Aya tahu, gadis-gadis Ruu segudang. Dia dan Ry hanya salah dua dari koleksi gadis-gadis segudang pemuda tampan itu.
Ruu mendengkus sambil memalingkan muka kesal.
"Jelek, ah, kalo mukanya jutek gitu." Aya mencubit hidung mancung Ruu gemas kemudian mencium pipi pemuda itu.
Sie memutar bola matanya bosan melihat adegan mesra itu.
"Benar, ya, Ruu nggak peduli sama Ry lagi? Ntar ditinggal sama Keiya...."
"Sie!" potong Aya cepat. Gadis itu menatap Sie kemudian melirik Ruu horor.
Sie ikut-ikutan melirik Ruu, dan terkejut saat melihat Ruu menatapnya dengan tatapan membunuh. Seandainya mata hitam Ruu bisa mengeluarkan sinar laser, pasti Sie sudah menjadi daging panggang. Sie bergidik ngeri. Ruu marah? Pikirnya telmi.
Ruu mengibaskan kedua tangan kacau, melangkah meninggalkan Sie dan Aya yang menatapnya takut dan heran.
***
Ruu memetik gitarnya perlahan. Suara yang dihasilkan sangat menggangu pendengaran, bahkan bisa merusak gendang telinga. Suara yang keluar dari petikan gitar Ruu nyaris tanpa irama. Mungkin karena tidak dimainkan dengan sepenuh hati dan tanpa konsentrasi. Tangan Ruu memetik gitar tapi pikirannya melakukan hal lain.
Sang pikiran terbang jauh, melayang ke sebuah rumah yang tak jauh dari rumahnya. Bahkan matanya pun tertuju ke rumah itu. Ruu berharap gadis mungil yang tinggal di rumah itu keluar dan menemaninya malam ini.
Rindu.
Iya, dia merindukan kekasih mungilnya. Rindu celotehannya, rindu pada sifat manjanya, rindu saat gadis itu merajuk, bahkan Ruu juga merindukan sifat kekanakkan gadis itu. Ruu menggeleng, menghalau rasa aneh yang menjalari hatinya.
Emangnya Ry kemana sih jadi nggak kelihatan batang hidungnya? Ngumpet di kamar? Ngapain? Telpon-telponan atau chattingan dengan teman-temannya? Teman yang mana? Keiya? Ataukah mungkin Ry sekarang lagi jalan sama cowok jago baseball itu. Tidak tahu kenapa, tapi kalau semuanya memang benar, sungguh dia tidak rela.
Tidak rela?
Deg!
Oh my God! Ruu tidak bisa membayangkannya. Pokoknya dia tidak rela. Benar, tidak rela! Entah mengapa Ruu merasa ada yang sakit. Hatinya. Dadanya terasa seperti diremas dan dihimpit sesuatu yang berat, membuatnya merasa sangat sulit untuk bernapas. Baru kali ini Ruu merasa sesak seperti sekarang ini. Rasanya sungguh sangat tidak enak. Ruu menghentikan permainan gitarnya, mengangkat tangan untuk menyentuh dada kirinya.
Ruu tersenyum masam. Jantungnya berdetak kencang di telapak tangannya. Semakin cepat saat perasaan aneh itu kembali menyergapnya.
Deg!
Ruu terkejut merasakannya. Lebih terkejut lagi ketika pemuda romantis itu menyadari perasaan yang sejak tadi coba untuk tidak dihiraukannya adalah nyata.
Ry telah mencuri hatinya dengan telak!
Ruu meringis. Apakah ini karma untuknya? Ry mengabaikannya di saat dia membutuhkan gadis itu. Ruu bertekad untuk tidak akan menyerah, dia akan memperbaiki hubungannya dengan Ry. Dia yakin mereka pasti bisa bertahan. Harus bisa!
Suasana Mobieus yang ramai tidak membuat Ruu senang. Padahal biasanya pemuda tampan itu menyukai suasana seperti sekarang, karena dia akan memperoleh bonus yang cukup besar dari bosnya. Namun sekarang pemuda itu terlihat manyun, tidak ada sepotong senyum pun di bibirnya. Bahkan teguran para pengunjung hanya dijawabnya dengan anggukan kecil. Ruu mendesah, perasaannya kacau beberapa hari ini. Kepalanya menggeleng beberapa kali mengusir lamunan. Suara sekelompok anak yang baru memasuki Mobieus menarik perhatian Ruu. Suara yang nggak asing, pikirnya. Dialihkan tatapannya ke arah mereka. Sie, Rin, Mina dan.... Ruu nyaris tidak percaya pada penglihatannya, tetapi itu memang dia. Sosok mungil yang dirindukannya ada di antara mereka. Ry ada di sana bersama teman-temannya!Keempat makhluk itu memasuki kedai es krim berbarengan, kemudian berebut untuk duduk di salah satu meja yang terletak di pojok ruangan. Ruu buru-buru menghampiri empat sahabat itu sebelum pelayan lain mendekati mereka."Ry
Ry melangkah menuju meja teman-temannya setelah urusannya dengan Ruu sudah selesai. Ry perlu membujuk Ruu agar pemuda itu mau membiarkannya kembali bersama teman-temannya. Ry sempat cemberut dan merajuk. Bagaimana mungkin Ruu berpikir untuk bolos bekerja hari ini hanya untuk menemaninya agar dia percaya padanya? Ruu bego, dengus Ry kesal dalam hati."Gimana?" tanya Sie tidak sabar."Apanya?" Ry balas bertanya. Wajah polosnya pura-pura tidak tahu lantas menarik sebuah kursi ke meja Sie dan teman-teman lalu duduk dengan cueknya."Ry kok kaya gitu sih?" protes Rin."Kaya gitu apaan?" Ry mengerjap kemudian membelalak saat Rin mencubitnya. "Aww Rin. Sakit, Bego!" hardiknya.Rin melengos. "Biarin!" sungutnya. "Aktingnya receh sih."Gemas, Ry memukul pelan pergelangan Rin. Membuat gadis tomboy itu mendelik marah.Sie memutar bola mata bosan. Kebiasaan buruk Yamazuki bersaudara, pikir pemuda berlesung pipi itu. Dengan cepat Sie berdiri dari duduknya kemudian duduk di antara kakak-beradik yang
"Keiya!"Kapten tim baseball itu menghentikan langkah dan menoleh ke asal suara. Pemuda itu tersenyum begitu melihat Ry melambaikan tangan ke arahnya."Keiya, tungguin!" Ry berlari kecil sambil melambai ke arah teman-temannya. "Duluan!" ucapnya tanpa suara.Rin melengos melihatnya. "Huh!"Mina menoleh. "Kenapa?" tanyanya dengan alis berkerut."Sebel deh." Rin memantulkan bola basketnya di tanah. "Ry kayak playgirl gitu."Alis Mina berkerut. "Playgirl gimana?" tanyanya."Itu ...." Rin memonyongkan mulutnya. "Maksud aku gini lho, Mina. Ry itu kan udah punya pacar, tapi kok masih nempel aja sama Keiya?"Mina tertawa kecil. "Rin iri ya?""Iri apaan?" Rin makin sewot."Nggak boleh ngata-ngatain Ry kayak gitu. Lagian kan Ry bukan playgirl, Ry nggak pacaran sama Keiya kan?"Rin mengembuskan napas kasar. "Nggak bilang pacaran, cuman nempel!" ketusnya."Rin berantem lagi ya sama Sie?" tebak Mina asal. Bukan asal sih sebenarnya, sikap Rin sudah bisa ditebak. Kalau terlihat uring-uringan seperti
"Pulang sekolah kalian ke Mobieus nggak?"Ry yang sedang menyeruput softdrink berhenti. Menatap Rin dengan kening berkerut. Tumben, pikirnya."Maybe." Ry mengangkat bahu cuek."Mina?" Rin menatap gadis lembut itu meminta jawaban.Mina mengalihkan tatapan dari buku yang sejak tadi menjadi fokus matanya ke arah Rin."Rin mau ke Mobieus?" tanya Mina hati-hati. Gadis itu tahu kalau Rin sedang dalam keadaan hati yang kurang baik akhir-akhir ini. Dia tidak ingin menambah buruk suasana hati sahabatnya yang tomboi itu.Rin mengangkat bahu. "Nggak tau," jawabnya. "Pengen pergi sih, tapi ....""Tumben." Ry melirik adiknya yang sedang memutar-mutar bola basket. "Kemaren-kemaren diajak nggak mau."Rin menatap Ry sekilas kemudian berdiri meninggalkan kakak dan teman baiknya.*** "Eh itu Sie kan?" Mina menarik tangan Ry ketika gadis itu ingin melangkahkan kakinya memasuki Mobieus."Mana?" Ry celingak-celinguk mencari, membiarkan Rin masuk lebih dulu bersama Keiya dan Shoun."Itu!"
"Siapa, sih, cowok itu, murid baru, ya?"Hampir seluruh siswa SMU Banzare terutama para siswa perempuan yang melihat pemuda bertampang cool itu berkasak-kusuk ria seperti itu, karena mereka baru pertama kali melihat pemuda itu, karena memang pemuda itu siswa baru."Not bad," gumam Go Yatsuba, si siswa baru sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Dia sedang mengamati keadaan sekolah barunya. "Sekolahnya nggak jelek-jelek am....""Aww!" rintih seorang gadis yang tertabrak tubuhnya."Kamu buta ya?!" maki gadis itu galak. Mata bulatnya membelalak kesal. Bagaimana tidak kesal, gara-gara pemuda sinting yang celingukan bola basketnya terjatuh dan menggelinding agak jauh. Beruntung bola itu tidak menuruni tangga, kalau tidak dia pasti akan membunuh pemuda di depannya ini.Go terperangah melihatnya. "Manis banget," pikirnya."Sialan!" maki si gadis lagi, kali ini tambah judes. "Jalan tuh pake mata!" belalaknya galak. "Woyyy!!!""Hah???" Go tergagap. Gadis itu meneriakinya. "Ya-ya?""Dasar tolol
Ry dan Rin menoleh bersamaan ke arah Mina mendengar suara tarikan nafas sahabat cantik mereka itu."Sebel deh!"Ry dan Rin saling pandang kemudian sama-sama mengangkat bahu. Heran dengan kelakuan Mina. Tidak biasanya Mina cemberut.Ry mengernyit melihat muka Mina menekuk. Tumben, pikir gadis manja itu."Ada yang ditinggalin sendiri nih kayaknya." Rin menaik-turunkan alisnya menggoda Mina.Ry memukul tangan Rin gemas sambil melotot, kemudian melirik Mina yang makin cemberut.Kekesalan gadis lembut kapten klub drama itu beralasan. Sejak genk mereka memasuki Mobieus, Shoun, cowoknya asyik berkutat di arena game. Dia ditinggal sendirian."Rin usil banget sih!" belalak Ry gemas.Rin mengikik geli. "Mina jangan cemberut terus dong." Gadis penyuka olahraga basket itu makin menggoda sahabatnya. "Ntar keriput lho. Lagian kan Mina nggak sendiri."Ry mengangguk."Ada aku sama Ry, so enjoy aja. Kayak Ry." Rin menunjuk kakaknya menggunakan sendok es krim. "Ruu dari tadi sibuk ke sana-sini, trus K
Ry melirik adiknya yang memutar-mutar bola basket di tangannya asal. Kening Ry sedikit berkerut melihat bibir manyun Rin. Gemas, dijentiknya bibir itu."Ry!" Rin mendelik kesal ke arah kakaknya. Bola orange di tangannya jatuh menggelinding di tanah."Oops sengaja." Ry meringis, memasang tampak tak berdosa.Rin menatap kakaknya dengan mata menyipit. Sepertinya dia harus banyak bersabar hari ini. Tadi Sie yang membuat emosinya meningkat, kemudian Go dan sekarang Ry. Rin mengembuskan napas melalui mulut, berusaha untuk tidak memaki kakaknya yang terkadang bersikap seperti anak kecil itu. "Ry." Mina menegur gadis manja itu saat dilihatnya tampang Rin menekuk sempurna. Ry cuma cengengesan. "Habisnya dari tadi Rin mesem gitu. Jelek tau!" Ry menatap adiknya.Rin membuang muka muak. Dia tidak berniat bercanda hari ini. Selera humornya menguap entah ke mana gara-gara bertemu Sie dan Go tadi."Rin kenapa sih?" Keiya yang bertanya. Kapten klub baseball itu memutar topinya ke arah belakang. "Su
Ry menyuap es krim cokelatnya. "Mina kenapa sih diam aja?" tanyanya sambil memperhatikan temannya yang lembut itu. "Dimakan dong blueberry-nya, 'ntar meleleh lho."Mina tetap diam, tapi tangannya mulai mengaduk es krim biru di depannya.Ry mengerutkan keningnya heran. Sudah beberapa hari ini Mina dan Rin tampak aneh, mereka berdua juga jadi irit berbicara dan manyun terus. Tidak biasanya mereka seperti itu, apalagi Rin. Biasanya adiknya itu yang suka ceplas-ceplos. Apa karena Rin putus dengan Sie? Namun sepertinya bukan karena itu, Rin kelihatan baik-baik saja setelah itu. Atau mungkin semua karena Go? Pernyataan cinta dari Go sepertinya membuat Rin sedikit terkejut. Sebenarnya bukan hanya Rin yang terkejut, dia juga. Walaupun dia sudah menduga sebelumnya. Setiap mereka berkumpul, Go sering mencuri lihat ke arah Rin. Ry melirik adiknya yang juga sedang mengaduk es krim rasa pisang kesukaannya. Kalau Rin karena Go, lalu Mina karena apa? Hubungan Mina dan Shoun terlihat baik-baik saja,
Pagi datang lebih cepat dari biasanya bagi Ruu. Suara kicau sekumpulan burung yang bertengger di pagar balkon jendela kamarnya yang membangunkannya. Suara itu lebih dahsyat dari suara jam alarm yang dipasangnya tadi malam. Jam itu terus berbunyi nyaris selama dua jam, tidak berhenti jika ia tidak mematikannya, dengan mata yang masih terpejam. Tadi malam ia tidur lewat tengah malam. Bukan karena begadang, melainkan karena mengerjakan pekerjaan kantornya. Setelah mengantarkan Ry pulang pada pukul sepuluh malam, dan tiba kembali di apartemennya tiga puluh menit kemudian, ia langsung mengerjakannya. Ada beberapa pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan. Ia baru mengingatnya setelah berbaring di atas tempat tidur tadi malam. Dengan malas Ruu bangun. Rasanya masih belum puas tidur meskipun sekarang sudah pukul delapan pagi. Ruu sadar jika ia terlambat, dan itu bukan merupakan contoh yang baik bagi bawahannya. Namun, mau bagaimana lagi, walaupun ia bersiap dengan tergesa tetap saja tidak
Ruu mengembuskan napas mendengar pertanyaan itu. Tangannya terangkat mengusap tengkuk, dan meneguk ludah susah payah. "Aku ... ancam dia biar nggak ganggu Ry lagi " Mata bulat Ry melebar. "Kok, Ruu gitu?" tanyanya memprotes. "Habisnya dia nyebelin!" Ruu membela diri. "Masa mau sama cewek aku?" Sepasang alis Ry terangkat. "Dia nggak nolak dijodohin sama Ry pas udah liat foto Ry. Dia sampai mutusin ceweknya yang satu fakultas sama aku. Ya, udah, aku hajar aja!" Ry mengerjapkan mata beberapa kali. Apa kata Ruu tadi, menghajar seseorang yang mau dijodohkan dengannya? Astaga! Ry memencet pangkal hidung. Meskipun kesal, tapi dia tidak bisa marah. Hati kecilnya justru menganggap apa yang dilakukan Ruu sangat manis. "Astaga!" Ry menutup mulut dengan kedua tangan. "Maaf, Ry!" kata Ruu cepat, ia tak ingin mendapatkan kemarahan dari ceweknya. Mereka baru saja bertemu sore tadi setelah enam tahun berpisah, akan sangat tidak lucu jika mereka kemudian langsung bertengkar. "Aku cuman berusaha
Mata bulat Ry masih berkaca-kaca, tak percaya jika dia benar-benar bertemu dengan cowok yang selama ini dirindukannya . Semua seperti mimpi saja, Ruu datang ke kedai es krim tempatnya bekerja, memesan es krim yang tidak ada dalam daftar menu. Tak ada kedai es krim yang menjual es krim dengan rasa yang tawar, dan Ruu memesannya karena tidak menyukai makanan manis. Konyol memang, tapi Ruu melakukannya hanya ingin dia mengetahui keberadaannya. "Maafin aku, Ry." Ruu menggenggam tangannya erat. "Harusnya sejak awal aku udah tau kalo Ikki pengen kisahin kita, tapi aku nggak tau kalo dia bisa selicik itu."Ry menggeleng. Dia masih belum dapat berbicara. "Aku nyari Ry ke mana-mana selama beberapa bulan awal itu, tapi nggak ketemu. Hampir seluruh Tokyo aku cari, tapi Ry nggak ada. Sampai Papa nawarin aku bantuan dengan satu syarat." Ruu menundukkan kepala. "Aku harus mau lanjutin pendidikan aku."Ry mengangguk. Dia percaya dengan semua yang dikatakan Ruu. Cowok yang duduk di sebelahnya, seda
Osaka sekarang sama berartinya dengan Tokyo bagi Ruu. Jika dulu ia hanya menganggap Tokyo yang terpenting karena keluarganya tinggal di sana, sejak Papa memberi tahu keberadaan Ry di Osaka, kota ini juga menjadi yang penting untuknya. Ruu bahkan tak menyangka jika ia akan menjadi bagian dari kota ini. Mulai besok ia akan memimpin perusahaan cabang yang berada di sini. Perusahaan cabang yang diberikan Papa padanya seratus persen. Jadi, mulai besok perusahaannya akan berdiri sendiri. Meskipun begitu, ia tetap menggunakan nama perusahaan yang lama. Toh, Papa tidak keberatan dengan itu, malah Papa yang memintanya untuk tidak mengubah nama agar tidak merepotkan. Ruu sedang duduk di sofa ruang tamu di apartemennya setelah menempuh perjalanan lebih dari setengah hari mengendarai mobil. Rencana ia akan beristirahat beberapa jam sebelum menemui Ry nanti sore di tempatnya bekerja. Menurut informasi dari Rin, Ry tidak mengambil cuti dan tetap bekerja meskipun di akhir pekan. Satu perubahan y
Satu bulan ternyata tidak selama yang dipikirkan Ruu, waktu tiga puluh hari justru berjalan sangat cepat. Apalagi diselingi dengan celotehan Rin melalui setiap pesan yang dikirimkannya. Terkadang cewek yang sekarang sudah dekat kembali dengan Go itu mengiriminya video Ry saat mereka sedang mengobrol berdua, terkadang hanya mengirimkan suara Ry saja. Tiga tahun lagi dilalui dan Ry tetap tak berubah. Wajahnya masih menggemaskan dengan pipi yang masih saja sebulat bakpao. Seandainya saja bisa –Ry berada di dekatnya– akan dicubitnya pipi itu. Mungkin ia akan melakukannya nanti saat mereka bertemu.Omong-omong soal pertemuan mereka, ia tidak memberi tahu siapa-siapa. Yang pasti ia akan menemui Ry saat masa tiga tahun terakhir, berakhir. Untuk tempat, ia masih belum menentukannya. Ia memang memiliki nomor ponsel Ry, Rin yang memberikannya. Awalnya cewek itu tidak mau memberitahunya, Rin malah meminta pertukaran, nomor ponsel Ry dengan alasan kenapa ia tak ingin Ry melihatnya. Namun, setel
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend