Satu tahun dan belum ada tanda-tanda keberadaan Ry. Baik di Tokyo maupun di kota lainnya, hasilnya nihil. Ia bahkan meminta bantuan Papa, tetapi Ry dan keluarganya masih belum ditemukan. Meskipun begitu, ia tetap tidak putus asa. Seperti apa yang dikatakan Mama, jika kita tulus berusaha dan mencintai seseorang, pasti akan dimudahkan jalan kita untuk bertemu lagi. Semuanya hanya tinggal menunggu waktu. Kata-kata Mama itulah yang selalu menguatkan Ruu, dan berhasil membuatnya menjadi mahasiswa University of Toyo di tahun ketiga pencariannya terhadap Ry. Setelah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan secara homeschooling, Ruu belajar giat agar bisa masuk ke universitas impiannya. Ia menuruti saran Papa untuk tidak terlalu memikirkan masalah pencarian Ry, dan menyerahkan segalanya pada Papa. Bukan hanya Ruu yang mencari Ry, tetapi Shu juga mencari keberadaan Rei. Awalnya memang tidak mudah, pikirannya selalu tertuju pada Ry. Namun, ia tetap berusaha dengan sekuat tenaga. Usaha tidak ak
Mata Ruu melebar mendengar perkataan Papa, tak sadar senyum mengukir di wajah tampannya. Benarkah Papa sudah menemukan Ry? Dia di Osaka? Astaga, itu cukup jauh dari sini! Namun, masih bisa ditempuh dalam waktu setengah hari perjalanan darat. Menggunakan shinkansen akan lebih cepat lagi, hanya memakan waktu dua jam. Aman. "Jangan berpikiran macam-macam, Ruu! Papa nggak ngizinin Ruu ke Osaka kecuali Ruu udah lulus kuliahnya terus kerja!"Senyum Ruu memudar mendengar kata-kata tegas Papa. Itu artinya ia tidak akan bisa bertemu Ry dalam waktu dekat ini. Padahal ia sudah merencanakan untuk menemuinya di Osaka akhir pekan nanti. Astaga! Berapa lama lagi ia harus menunggu? Tidak cukupkah selama tiga tahun ini ia menunggu dan mencari? Kenapa harus ditambah lagi penantiannya? Baiklah, katakan saja ia cengeng dan terlalu mendramatisir keadaan, tetapi siapa juga yang tahan jika tidak bertemu selama ini dengan gadis yang dicintainya? Papa juga tidak mungkin bisa tidak bertemu Mama selama ia da
Papa hanya melarangnya menemui Ry, bukan? Tidak melarangnya untuk mengamati dari jauh. Akhir pekan, Ruu menuju Osaka menggunakan Shinkansen. Ia tiba setelah tiga jam di perjalanan. Kereta itu hari ini lebih lambat tiga puluh menit dari waktu tempuh biasanya. Ruu berbaur bersama penumpang lainnya, turun dari kereta di stasiun Shin, Osaka. Rasanya tak percaya ia bisa berada di sini, masih seperti mimpi saja. Setelah merengek nyaris setengah hari kemarin minta Papa memberikan izin, akhirnya ia berada di Osaka. Dengan semangat menggebu dan senyum yang nyaris tak pudar dari bibirnya, Ruu keluar dari stasiun. Berbekal alamat dari Papa, Ruu melangkah menyusuri jalanan di prefektur Osaka, mencari tempat Ry bekerja. Kata Papa, Ry bekerja part time, entah untuk apa karena keluarga Ry termasuk keluarga mampu. Menurut informasi dari anak buah Papa, paman Ten memiliki kedudukan yang bagus di tempat kerjanya yang sekarang. Jadi. mustahil Ry bekerja karena alasan untuk membiayai pendidikannya. Hu
Dadanya berdebar kencang. Jantungnya terasa panas, rasanya ingin meledak saking cepatnya berdetak. Ruu menghela napas yang terasa berat. Sumpit dilepaskan, tangan kanan yang memegangnya beralih meremas dada kiri, berusaha meredakan debaran jantungnya yang menggila. Suara Ry terdengar sangat dekat, jarak mereka hanya beberapa kaki saja sepertinya, atau mungkin Ry sekarang berdiri di sebelahnya! Ruu menahan napas. Sangat cemas kalau-kalau Ry mengenalinya."Porsi seperti biasa, ya, Paman. Maaf merepotkan."Ry sedikit membungkukkan badannya. Rambutnya yang diikat ekor kuda ikut bergerak turun ketika kepalanya menunduk. Ruu berusaha menahan matanya agar tidak terus melirik ke sisi kirinya di mana Ry berada. Sayangnya, mata sialannya sangat sulit untuk dikendalikan. Selalu melirik ke sisi kiri. Untungnya Ry masih tidak peka, dia tidak menoleh ke mana-mana, langsung menghampiri Rin yang sudah duduk di meja tak jauh dari tempatnya berada. Meskipun sedikit jauh dari posisi yang tadi, tetapi t
"Anak itu emang sedang ada masalah sama ibunya, katanya ibunya membawa mereka pindah ke daerah ini secara mendadak. Mereka tidak bisa berkabar pada siapa pun termasuk teman-teman akrab mereka." Paman pemilik kedai bercerita pada Ruu tanpa diminta. "Kasihan, ya. Sampai sekarang, paman terkadang masih bingung terhadap orang tua yang memaksakan kehendak kepada anak mereka yang sudah remaja. Seharusnya biarkan saja mereka berkembang dengan mengambil keputusan sendiri. Jika jalan yang diambil oleh si anak akhirnya salah, sebagai orang tua harus bisa membimbing anaknya kembali ke arah yang benar "Ruu menatap paman pemilik kedai dengan mengerutkan alisnya. Membenarkan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ah, seandainya saja setiap orang tua memiliki pemikiran seperti paman ini, pastilah tidak akan ada kisah cinta serumit kisah cintanya dan Ry. "Ah, maafkan paman. Paman terlalu banyak bicara, ya." Ia tersenyum kikuk karena tidak mendapatkan perhatian dari Ruu. Pelanggan muda yang bar
Sekali lagi Ry menoleh ke belakang. Dia merasa ada yang mengikutinya. Bukan, bukan mengikuti secara langsung. melainkan mengikuti dengan tatapan mata alias mengamati. Namun, saat dia menengok ke belakang untuk mencari tahu siapa orangnya yang sudah membuntutinya dengan tatapan, dia tidak menemukan siapa-siapa. Hanya ada jalan raya yang dipenuhi oleh kendaraan berlalu-lalang saja. Beberapa detik Ry menghentikan langkah, kemudian kembali melanjutkannya setelah mengedikkan bahu. Kedai es krim tempatnya bekerja tidak terlalu jauh dari apartemennya. Hanya sekitar lima belas menit, dia sudah berada di dalam unitnya. Dari apartemen memakan waktu lima belas menit juga ke kampus menggunakan sepeda, sama saja jika menggunakan kereta. Sebab jarak yang tidak terlalu jauh, dia tinggal di apartemen kecilnya. Selain karena memang ingin bebas dari tekanan Mama. Dia sudah tidak tahan, Mama terlalu mengekangnya, selalu menganggapnya anak kecil yang tidak tahu segalanya, yang tidak dapat membedakan s
Hari sudah sore ketika Ruu menginjakkan kakinya di stasiun Tokyo Metro. Dari sana, dia masih membutuhkan waktu sekitar setengah jam lagi untuk tiba di rumahnya jika berjalan kaki, lima belas menit jika mengendarai sepeda. Ruu berlari kecil ke arah penitipan sepeda. Ia mengeluarkan kartu tanda titip kemudian memberikannya pada petugas jaga, segera masuk setelah diperbolehkan. Ia keluar dari jalur yang berbeda. Ruu melajukan sepedanya dengan kencang, ia ingin tiba di rumah sebelum makan malam.Sudah ada mobil Papa ketika Ruu memasukkan sepeda ke garasi. Hari ini hari Minggu, Papa memang tidak bekerja seperti biasa. Bersama Mama, beliau menghadiri jamuan makan siang dari salah satu rekan kerjanya. Kata Papa, rekan kerjanya itu merayakan ulang tahunnya yang kesetengah abad. Sebab sudah tua, rekan kerja Papa tak ingin merayakannya malam hari. Entah apa alasannya, ia tak terlalu peduli. Yang penting ia bisa bertemu dengan Ry hari ini. Meskipun hanya dapat melihatnya dari jauh tanpa dapat
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend