Dadanya berdebar kencang. Jantungnya terasa panas, rasanya ingin meledak saking cepatnya berdetak. Ruu menghela napas yang terasa berat. Sumpit dilepaskan, tangan kanan yang memegangnya beralih meremas dada kiri, berusaha meredakan debaran jantungnya yang menggila. Suara Ry terdengar sangat dekat, jarak mereka hanya beberapa kaki saja sepertinya, atau mungkin Ry sekarang berdiri di sebelahnya! Ruu menahan napas. Sangat cemas kalau-kalau Ry mengenalinya."Porsi seperti biasa, ya, Paman. Maaf merepotkan."Ry sedikit membungkukkan badannya. Rambutnya yang diikat ekor kuda ikut bergerak turun ketika kepalanya menunduk. Ruu berusaha menahan matanya agar tidak terus melirik ke sisi kirinya di mana Ry berada. Sayangnya, mata sialannya sangat sulit untuk dikendalikan. Selalu melirik ke sisi kiri. Untungnya Ry masih tidak peka, dia tidak menoleh ke mana-mana, langsung menghampiri Rin yang sudah duduk di meja tak jauh dari tempatnya berada. Meskipun sedikit jauh dari posisi yang tadi, tetapi t
"Anak itu emang sedang ada masalah sama ibunya, katanya ibunya membawa mereka pindah ke daerah ini secara mendadak. Mereka tidak bisa berkabar pada siapa pun termasuk teman-teman akrab mereka." Paman pemilik kedai bercerita pada Ruu tanpa diminta. "Kasihan, ya. Sampai sekarang, paman terkadang masih bingung terhadap orang tua yang memaksakan kehendak kepada anak mereka yang sudah remaja. Seharusnya biarkan saja mereka berkembang dengan mengambil keputusan sendiri. Jika jalan yang diambil oleh si anak akhirnya salah, sebagai orang tua harus bisa membimbing anaknya kembali ke arah yang benar "Ruu menatap paman pemilik kedai dengan mengerutkan alisnya. Membenarkan setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ah, seandainya saja setiap orang tua memiliki pemikiran seperti paman ini, pastilah tidak akan ada kisah cinta serumit kisah cintanya dan Ry. "Ah, maafkan paman. Paman terlalu banyak bicara, ya." Ia tersenyum kikuk karena tidak mendapatkan perhatian dari Ruu. Pelanggan muda yang bar
Sekali lagi Ry menoleh ke belakang. Dia merasa ada yang mengikutinya. Bukan, bukan mengikuti secara langsung. melainkan mengikuti dengan tatapan mata alias mengamati. Namun, saat dia menengok ke belakang untuk mencari tahu siapa orangnya yang sudah membuntutinya dengan tatapan, dia tidak menemukan siapa-siapa. Hanya ada jalan raya yang dipenuhi oleh kendaraan berlalu-lalang saja. Beberapa detik Ry menghentikan langkah, kemudian kembali melanjutkannya setelah mengedikkan bahu. Kedai es krim tempatnya bekerja tidak terlalu jauh dari apartemennya. Hanya sekitar lima belas menit, dia sudah berada di dalam unitnya. Dari apartemen memakan waktu lima belas menit juga ke kampus menggunakan sepeda, sama saja jika menggunakan kereta. Sebab jarak yang tidak terlalu jauh, dia tinggal di apartemen kecilnya. Selain karena memang ingin bebas dari tekanan Mama. Dia sudah tidak tahan, Mama terlalu mengekangnya, selalu menganggapnya anak kecil yang tidak tahu segalanya, yang tidak dapat membedakan s
Hari sudah sore ketika Ruu menginjakkan kakinya di stasiun Tokyo Metro. Dari sana, dia masih membutuhkan waktu sekitar setengah jam lagi untuk tiba di rumahnya jika berjalan kaki, lima belas menit jika mengendarai sepeda. Ruu berlari kecil ke arah penitipan sepeda. Ia mengeluarkan kartu tanda titip kemudian memberikannya pada petugas jaga, segera masuk setelah diperbolehkan. Ia keluar dari jalur yang berbeda. Ruu melajukan sepedanya dengan kencang, ia ingin tiba di rumah sebelum makan malam.Sudah ada mobil Papa ketika Ruu memasukkan sepeda ke garasi. Hari ini hari Minggu, Papa memang tidak bekerja seperti biasa. Bersama Mama, beliau menghadiri jamuan makan siang dari salah satu rekan kerjanya. Kata Papa, rekan kerjanya itu merayakan ulang tahunnya yang kesetengah abad. Sebab sudah tua, rekan kerja Papa tak ingin merayakannya malam hari. Entah apa alasannya, ia tak terlalu peduli. Yang penting ia bisa bertemu dengan Ry hari ini. Meskipun hanya dapat melihatnya dari jauh tanpa dapat
Udara pagi memang lebih bersih bila dibandingkan pada siang hari. Sinar matahari yang hangat semakin menambah kesan sehat. Di dalam Shinkansen yang akan membawanya ke Osaka, Ruu memilih menghabiskan waktu untuk membaca. Bukan buku komik seperti yang biasa dibaca Ry, melainkan buku tentang bisnis. Ini adalah saran Papa agar ia tidak merasa bosan berada di dalam kereta cepat ini selama lebih dari dua jam. Bukan ide yang buruk karena waktu dua jam perjalanan seperti tak terasa, tahu-tahu kereta sudah berhenti di stasiun Shin-Osaka, tempat perhentiannya. Ruu turun bersama dengan para penumpang yang mempunyai tujuan yang sama.Ini adalah hari Minggu di pekan kedua ia diperbolehkan menemui Ry oleh Papa. Bukan menemui dalam artian sebenarnya, ia hanya diperbolehkan melihatnya dari jauh saja. Ia tidak boleh terlihat apalagi sampai bertegur sapa, sebagai salah satu syarat agar Papa tetap membantunya. Jika ia sampai melanggar sekali saja, maka Papa akan membiarkan laki-laki mana pun untuk mend
Paman gendut membawa nampan berisi dua buah mangkuk ramen ke meja Ry dan Rin. Sepertinya dia sangat tahu kapan kedua cewek itu datang sehingga membuatkan pesanan mereka bersamaan dengan miliknya. Diam-diam Ruu mengaguminya dalam hati."Untuk Ry tanpa narutomaki!" Paman gendut meletakkan mangkuk pertama di depan Ry. Mangkuk itu tanpa kue ikan yang tidak disukai Ry. Paman gendut sudah mengingatnya, seminggu ini ia selalu menyajikan ramen untuk Ry tanpa narutomaki. "Ini untuk Rin!" Ia meletakkan sebuah mangkuk lagi tepat di depan Rin. "Terima kasih, Paman!" Kedua cewek itu berkata bersamaan. Ruu tersenyum mendengarnya. Sengaja ia tidak melirik ataupun menatap mereka secara langsung lagi, ia tak ingin menimbulkan kecurigaan. Rin beberapa kali memergokinya tengah menatap mereka. Ia tak ingin ketahuan, atau semua akan semakin sulit. Ruu semakin menurunkan topinya, ia merasa sedang diawasi. Terpaksa ia mempercepat makannya, dan meninggalkan kedai lebih cepat dari minggu sebelumnya. Ia jug
Ruu menundukkan kepala, pasrah dengan hukuman yang diberikan Papa. Ia ketahuan Rin, itu sudah cukup buruk baginya. Beruntung bukan Ry yang mengenalinya, bisa-bisa hukumannya jauh lebih berat dari sekarang. Ia tidak diperbolehkan lagi pergi ke Osaka, tidak sebelum ia lulus kuliah dan membuktikan jika dirinya mampu memimpin salah satu cabang perusahaan Papa yang berada di Tokyo sini. Jika berhasil maka Papa akan memberikan perusahaannya yang berada di Osaka, dan membiarkannya bertemu dengan Ry. Kedengarannya sangat tidak adil memang, tetapi ia tetap menerimanya. Semua memang salahnya yang menatap terlalu lama, tanpa sadar. Ia lupa jika Rin orangnya terlalu curiga, Rin bukan Ry yang tidak peka. Waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama, ia hanya harus lebih bersabar lagi. Ia bisa menggunakan waktu tiga tahun tambahan hukuman tanpa dapat melihat Ry secara langsung lagi, dengan lebih giat belajar. Ia yakin dapat melakukannya, ia harus lulus dengan nilai cumlaude terbaik sebagai pembukti
Benda pipih persegi panjang itu sudah sejak beberapa menit yang lalu berada di tangan Ruu. Ia menggunakannya untuk berbalas pesan dengan Rin. Setelah makan malam dan sesi penjatuhan hukuman selesai, Ruu langsung masuk ke kamar tidurnya dan menghubungi Rin. Ia mengirimkannya pesan melalui sebuah aplikasi. Ruu tidak menggunakan laptop, ia menggunakan benda itu untuk kepentingan belajarnya. Untuk hal lain, ia selalu menggunakan ponsel, termasuk berkirim pesan dengan Rin. [Pokoknya Rin jangan kasih tau Ry dulu, atau aku akan kena masalah] - RuuBerulangkali Ruu memberikan alasan pada Rin agar tidak memberikan nomor ponselnya pada Ry. Cewek yang sekarang juga sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Osaka itu ingin memberikan nomornya kepada kakaknya. Kata Rin, sampai sekarang Ry masih berusaha mencari informasi tentangnya. Kabar yang membuatnya nyaris melompat-lompat tadi saling senangnya. Ry masih mencintai dan masih mengharapkannya, perasaan mereka masih sama. Sekarang,