Di pagi hari yang tenang, Abidin membuka komputernya seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang aneh. Beberapa file penting tampak telah diakses tanpa izin. Rasa curiga mulai merayapi pikirannya. Dengan cepat, Abidin memeriksa log aktivitas dan menemukan bahwa seseorang telah membobol komputernya.Dengan jantung berdebar, Abidin melacak jejak digital yang ditinggalkan oleh peretas tersebut. Setelah beberapa saat, ia menemukan bahwa Desi, seorang karyawan yang tampaknya tidak mencurigakan adalah pelakunya. Abidin merasa marah dan khawatir. Jika rencananya terbongkar, semua usahanya untuk menjatuhkan Marcel akan sia-sia.Abidin memutuskan untuk mengambil tindakan drastis. Ia mengirimkan pesan kepada Desi dengan nada yang sangat mengancam. “Desi, aku tahu apa yang telah kamu lakukan. Jika kamu berani membocorkan informasi ini, aku tidak akan ragu untuk menghabisimu. Ingat, aku bisa melakukan apa saja untuk melindungi rencanaku.”Desi, yang sedang duduk di mejanya, terkejut menerima pesan ter
Setelah melihat Abidin memiliki anak, Rihana merasa hatinya hancur. Kenangan pahit tentang kegugurannya sendiri kembali menghantui pikirannya. Meskipun ia berusaha tersenyum dan memberikan ucapan selamat kepada Abidin dan Destia, rasa sedih itu tetap tidak bisa disembunyikan. Marcel, yang selalu peka terhadap perasaan istrinya, merasakan perubahan suasana hati Rihana. Ia menggenggam tangan Rihana dengan erat, mencoba memberikan dukungan dan kekuatan. “Sayang, aku tahu ini sulit bagimu,” bisik Marcel lembut. “Tapi kita akan melalui ini bersama.” Rihana mengangguk pelan, air mata mulai mengalir di pipinya. “Aku hanya merasa begitu kosong, Kak Marcel. Melihat Abidin dan Destia dengan bayi mereka membuatku teringat akan kehilangan bayi kita.” Marcel memeluk Rihana erat-erat. “Kita akan mencoba lagi, dan aku yakin kita akan diberkati dengan anak suatu hari nanti.” Sementara itu, di sudut lain, Tommy dan Endah sedang merencanakan sesuatu yang jahat. Mereka telah lama menyimpan denda
Keesokan paginya, seluruh karyawan berkumpul di ruang rapat, menunggu pengumuman penting dari dewan direksi. Suasana tegang terasa di udara. Akankah Abidin dipecat, atau akankah dewan memberikan kesempatan kedua? Semua mata tertuju pada pintu ruang rapat, menunggu dengan napas tertahan.Pak Haris akhirnya muncul dan berdiri di depan ruangan. “Setelah mempertimbangkan semua bukti dan penjelasan, dewan direksi telah memutuskan bahwa Abidin akan diberhentikan dari jabatannya sebagai pemimpin perusahaan cabang.”Suara gemuruh terdengar di ruangan itu. Beberapa karyawan tampak lega, sementara yang lain masih terkejut. Abidin, yang berdiri di sudut ruangan, merasa dunianya runtuh. Ia tahu bahwa ini adalah akhir dari kariernya di perusahaan ini.Marcel, yang juga berada di ruangan itu, merasa campur aduk. Di satu sisi, ia merasa simpati terhadap Abidin, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa ini adalah kesempatan baginya untuk membuktikan dirinya. Pak Haris melanjutkan, “Kami juga telah memutusk
Pagi itu, Ruswanda, seorang direktur dari perusahaan PT.RSTI, akhirnya keluar dari rumah sakit. Dokter mendiagnosa bahwa Ruswanda sembuh total setelah menjalani perawatan intensif selama beberapa bulan. Sudarta, sahabat sekaligus rekan kerja Ruswanda, merasa sangat bahagia melihat Ruswanda kembali sehat dan siap bekerja seperti biasa.Setibanya di kantor, Ruswanda disambut dengan hangat oleh para karyawan. Mereka semua merasa lega dan senang melihat direktur mereka kembali. Ruswanda langsung menuju ruangannya, diikuti oleh Sudarta yang tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya.“Pak Sudarta,” sahut Ruswanda sambil duduk di kursinya. “Selama saya tidak ada, ada kejadian apa saja di perusahaan kita?”Sudarta dengan cepat menjawab, “Pak Ruswanda, ada beberapa hal penting yang perlu Bapak ketahui. Salah satunya adalah Abidin telah dikeluarkan dari perusahaan.”Ruswanda mengernyitkan dahi, terkejut mendengar kabar tersebut. “Mengapa Abidin dikeluarkan? Apa yang terjadi?”Sudarta menghela n
“Nayla!” kata Sudarta dengan nada terkejut. “Jadi kamu yang menjadi investor kami?”Nayla, yang kini dikenal sebagai Mrs. Andrian, hanya bisa tersenyum tipis. “Ya, Pak Sudarta. Saya yang akan menjadi investor untuk kantor cabang di Tegal.”“Ya Tuhan, bagaimana ceritanya? Dulu kamu hanyalah seorang sekretaris, sekarang kamu menjadi orang hebat,” kata Sudarta, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Nayla tersenyum lebih lebar. “Waktu dan kerja keras bisa mengubah banyak hal, Pak Sudarta. Saya telah bekerja keras untuk mencapai posisi ini.”Tiba-tiba, dari balik kerumunan, Abidin muncul dan berdiri di hadapan Sudarta. Wajah Sudarta berubah menjadi pucat. “Abidin, kaukah itu?” tanyanya dengan suara gemetar.“Benar, Pak! Saya Abidin yang sekarang menjadi bagian dari perusahaan Mrs. Andrian,” jawab Abidin dengan nada penuh kemenangan.Sudarta tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia merasa dunia seakan berputar di sekelilingnya. Dengan tangan gemetar, ia mempersilahkan Nayla dan Abidin
Pagi itu, matahari bersinar terang, memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru kota. Namun, bagi Ruswanda, sinar matahari itu terasa seperti bayangan kelam yang menutupi hatinya. Ia duduk di bangku taman rumah sakit, memandangi langit biru yang seolah-olah mengejek kesedihannya. Air mata perlahan mengalir di pipinya, membasahi wajah yang penuh dengan beban dan kekhawatiran.Istrinya, Ratnawati, masih terbaring lemah di kamar ICCU. Ia merasa tak berdaya, hanya bisa menunggu dan berharap keajaiban terjadi. Setiap kali ia melihat Ratnawati terbaring dengan alat-alat medis yang mengelilinginya, hatinya terasa hancur berkeping-keping.Ruswanda mengingat kembali saat-saat bahagia mereka bersama. Senyuman Ratnawati yang selalu bisa menghangatkan hatinya, tawa riangnya yang selalu bisa mengusir kesedihan. Namun kini, semua itu terasa begitu jauh. Ia merasa seperti berada di ujung jurang, tak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan istrinya.Di tengah kesedihannya, pikiran tentang Nayla kembal
Di sebuah taman dekat danau, suasana pagi itu terasa tenang dan damai. Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa aroma segar dari air danau yang tenang. Burung-burung berkicau riang, seolah-olah menyambut hari yang baru. Namun, di tengah ketenangan itu, ada dua sosok yang sedang berdiri dengan perasaan yang campur aduk.Sudarta berjalan perlahan menuju bangku taman tempat seorang wanita duduk. Wajahnya sudah keriput, tanda usia yang tak lagi muda. Begitu juga dengan Sudarta, rambutnya yang dulu hitam legam kini sudah memutih, dan keriput di wajahnya menunjukkan perjalanan hidup yang panjang. Namun, matanya masih menyimpan kilauan yang sama, kilauan yang penuh dengan kenangan masa lalu.“Vina, kaukah itu?” tanya Sudarta dengan suara gemetar. Ia mendekati wanita itu dengan hati-hati, seolah-olah takut bahwa ini semua hanya mimpi.Vina menoleh, dan senyuman tipis muncul di wajahnya yang juga sudah keriput. “Sudarta, akhirnya kamu datang juga,” jawabnya dengan suara lembut namun penuh emosi.S
Vina duduk di sebuah rumah yang sangat mewah, memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. Rumah ini adalah simbol dari kesuksesan dan kemewahan, namun di dalam hatinya, Vina merasakan kehampaan yang mendalam. Siapakah Vina sebenarnya? Vina adalah ibu dari Nayla, seorang wanita yang telah melalui banyak penderitaan dan kesedihan.Dua puluh lima tahun yang lalu, Sudarta, seorang pria yang pernah dicintai Vina, telah melukai hatinya dengan sangat dalam. Pengkhianatan Sudarta meninggalkan luka yang tak pernah sembuh di hati Vina. Sejak saat itu, Vina bertekad untuk melindungi putrinya, Nayla. Namun, takdir berkata lain.Nayla tumbuh menjadi seorang wanita yang kuat, namun kehidupannya penuh dengan kesulitan. Selama dua puluh lima tahun, Nayla hidup terlantar bersama ibunya, Vina. Mereka berpindah-pindah tempat, mencari perlindungan dan penghidupan yang layak. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Nayla tidak pernah menyerah. Dia selalu berusaha untuk bangkit dan mencari jalan keluar da