Pagi itu, matahari bersinar terang, memancarkan sinarnya ke seluruh penjuru kota. Namun, bagi Ruswanda, sinar matahari itu terasa seperti bayangan kelam yang menutupi hatinya. Ia duduk di bangku taman rumah sakit, memandangi langit biru yang seolah-olah mengejek kesedihannya. Air mata perlahan mengalir di pipinya, membasahi wajah yang penuh dengan beban dan kekhawatiran.Istrinya, Ratnawati, masih terbaring lemah di kamar ICCU. Ia merasa tak berdaya, hanya bisa menunggu dan berharap keajaiban terjadi. Setiap kali ia melihat Ratnawati terbaring dengan alat-alat medis yang mengelilinginya, hatinya terasa hancur berkeping-keping.Ruswanda mengingat kembali saat-saat bahagia mereka bersama. Senyuman Ratnawati yang selalu bisa menghangatkan hatinya, tawa riangnya yang selalu bisa mengusir kesedihan. Namun kini, semua itu terasa begitu jauh. Ia merasa seperti berada di ujung jurang, tak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan istrinya.Di tengah kesedihannya, pikiran tentang Nayla kembal
Di sebuah taman dekat danau, suasana pagi itu terasa tenang dan damai. Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa aroma segar dari air danau yang tenang. Burung-burung berkicau riang, seolah-olah menyambut hari yang baru. Namun, di tengah ketenangan itu, ada dua sosok yang sedang berdiri dengan perasaan yang campur aduk.Sudarta berjalan perlahan menuju bangku taman tempat seorang wanita duduk. Wajahnya sudah keriput, tanda usia yang tak lagi muda. Begitu juga dengan Sudarta, rambutnya yang dulu hitam legam kini sudah memutih, dan keriput di wajahnya menunjukkan perjalanan hidup yang panjang. Namun, matanya masih menyimpan kilauan yang sama, kilauan yang penuh dengan kenangan masa lalu.“Vina, kaukah itu?” tanya Sudarta dengan suara gemetar. Ia mendekati wanita itu dengan hati-hati, seolah-olah takut bahwa ini semua hanya mimpi.Vina menoleh, dan senyuman tipis muncul di wajahnya yang juga sudah keriput. “Sudarta, akhirnya kamu datang juga,” jawabnya dengan suara lembut namun penuh emosi.S
Vina duduk di sebuah rumah yang sangat mewah, memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. Rumah ini adalah simbol dari kesuksesan dan kemewahan, namun di dalam hatinya, Vina merasakan kehampaan yang mendalam. Siapakah Vina sebenarnya? Vina adalah ibu dari Nayla, seorang wanita yang telah melalui banyak penderitaan dan kesedihan.Dua puluh lima tahun yang lalu, Sudarta, seorang pria yang pernah dicintai Vina, telah melukai hatinya dengan sangat dalam. Pengkhianatan Sudarta meninggalkan luka yang tak pernah sembuh di hati Vina. Sejak saat itu, Vina bertekad untuk melindungi putrinya, Nayla. Namun, takdir berkata lain.Nayla tumbuh menjadi seorang wanita yang kuat, namun kehidupannya penuh dengan kesulitan. Selama dua puluh lima tahun, Nayla hidup terlantar bersama ibunya, Vina. Mereka berpindah-pindah tempat, mencari perlindungan dan penghidupan yang layak. Meskipun hidup dalam keterbatasan, Nayla tidak pernah menyerah. Dia selalu berusaha untuk bangkit dan mencari jalan keluar da
Para dokter dan perawat bekerja dengan cepat dan penuh konsentrasi, melakukan segala upaya untuk menyelamatkan Ratnawati. Ruswanda berdiri di sudut ruangan, hatinya dipenuhi kecemasan dan doa. Waktu seakan berjalan lambat saat ia menyaksikan tim medis berjuang untuk menghidupkan kembali istrinya.Setelah beberapa menit yang terasa seperti seumur hidup, salah satu dokter akhirnya menoleh ke arah Ruswanda dengan ekspresi serius namun penuh harapan. "Kami berhasil mengembalikan detak jantungnya, Pak Ruswanda. Namun, kondisinya masih sangat kritis. Kami akan memindahkannya ke ICU untuk pemantauan lebih lanjut."Ruswanda merasakan campuran antara lega dan ketakutan. Meskipun Ratnawati berhasil diselamatkan untuk saat ini, perjuangan mereka belum berakhir. Dengan hati yang penuh harapan, Ruswanda mengikuti tim medis yang membawa istrinya ke ICU, berdoa agar keajaiban terus berpihak pada mereka.Setelah sekian lama menunggu, akhirnya dokter berhasil mengembalikan Ratna kembali hidup. “Pak Ru
Dari dalam mobil yang berkilau, keluarlah seorang wanita yang memancarkan pesona. Rambutnya tergerai, mata tajamnya menembus kegelapan malam. Marcel, yang sedang berdiri di dekat pintu rumah sakit, terpana memandang wanita itu. Siapakah gerangan perempuan yang sangat cantik itu? Dia berjalan dengan langkah mantap, mengabaikan pandangan orang-orang di sekitarnya yang terkesima.Marcel memikirkan wanita itu. Sepertinya dia pernah melihatnya, tapi di mana? Teka-teki ini selalu saja muncul dalam hidupnya. Saat Marcel hendak kembali ke rumah, Rihana sudah berada di pintu rumah sakit dengan ayahnya Pak Subroto.“Bapak?” sapa Marcel kepada mertuanya, suara tercekat di tenggorokan. “Kapan datang ke Indonesia?” Marcel mencoba menutupi kebingungannya dengan senyum, tetapi hatinya berdebar kencang.Subroto hanya memberikan senyumnya saja. Wajahnya penuh keriput, matanya lelah setelah perjalanan panjang. “Bagaimana kabar ayahmu, Nak?” tanya Subroto dengan suara lembut, merasa sedih melihat anak m
Pak Sudarta mengangkat wajahnya, matanya terbelalak. Di hadapannya berdiri Nayla, mantan sekretaris Ruswanda yang kini dikenal sebagai Mrs. Andrian, seorang CEO yang sukses. Sudarta merasa seperti melihat hantu dari masa lalu.“Nayla?” gumamnya, suaranya tercekat. “Eh, maksud saya, Mrs. Andrian.” Ia berusaha menyembunyikan kekagumannya. Bagaimana mungkin Nayla, yang dulu hanya seorang sekretaris, bisa berubah menjadi sosok begitu berpengaruh?Nayla tersenyum, matanya tajam. “Ngomong-ngomong, Pak Sudarta, kenapa kaki Bapak banyak perban?” tanyanya. “Ada apa?”Sudarta merenung pada perban yang melilit kakinya. “Kemarin,” katanya dengan suara parau, “saya ditabrak oleh pengendara yang tidak bertanggung jawab.”Nayla menarik napas dalam-dalam. “Ya Tuhan, lalu bagaimana, Pak? Apakah masih sakit?”Sudarta tersenyum lemah. “Alhamdulillah, sekarang saya diperbolehkan pulang hari ini.” Ia merasa lega, meski tubuhnya masih terasa lemah akibat kecelakaan itu.“Syukurlah kalau begitu,” kata Nayla
Ruswanda merasakan darahnya mendidih saat mendengar suara dari ponselnya. Suara itu datang dari tempat yang gelap, penuh dengan niat jahat yang tersembunyi. "Halo Ruswanda, masih ingatkah dengan saya?" tanya lelaki itu, suaranya dingin dan penuh dendam."Siapa kau, pengecut!" jawab Ruswanda dengan marah. Ia menggenggam ponselnya erat-erat, matanya menyipit mencari petunjuk di sekelilingnya."Tenang, Pak," balas suara itu dengan nada mengejek. "Perjalanan ini belum berakhir. Saya pastikan bahwa perusahaanmu akan hancur. Saya mulai dari yang terkecil dulu, aku akan membuat mereka tumbang satu per satu."Ruswanda merasakan jantungnya berdebar kencang. Siapa lelaki ini? Apa yang dia inginkan? Dan yang lebih penting, bagaimana dia bisa menghancurkan perusahaan yang telah dibangunnya dengan susah payah?"Jangan berani-berani mengancam saya!" teriak Ruswanda. "Saya akan menemukanmu dan memastikan kau membayar untuk ini!"Lelaki itu tertawa kecil, suara tawanya menggema di telinga Ruswanda. "
Suara di ujung telepon itu membuat darahnya membeku. "Pak Sudarta, kami menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan di rekaman CCTV. Anda harus melihat ini sendiri."Dengan hati yang berdebar, Sudarta segera menuju ruang keamanan. Di sana, Budi, kepala keamanan, sudah menunggunya dengan ekspresi serius. "Pak Sudarta, ini rekamannya," kata Budi sambil memutar video di layar monitor.Sudarta menatap layar dengan cemas. Rekaman menunjukkan seorang perempuan keluar dari toilet dengan langkah tergesa-gesa, mengenakan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. Dia membawa sebuah kantong plastik yang tampak berat dan meletakkannya di lantai toilet sebelum pergi. Namun, yang membuat Sudarta terkejut adalah apa yang terjadi setelah itu.Beberapa menit setelah perempuan itu pergi, seorang pria dengan seragam karyawan PT. RSTI masuk ke toilet. Dia melihat kantong plastik tersebut, membuka isinya, dan tampak terkejut melihat bayi di dalamnya. Pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan tampak me