“Abidin, kamu dimana?” sahut ayahnya, Mustafa, mengirimkan pesan pada Abidin. “Apakah kamu sudah mendapatkan informasi tentang pernikahan anaknya Sudarta?” Abidin hanya bisa tersenyum jahat. Ia membalas pesannya, “Tenang saja, Pah! Semuanya sudah beres.” Malam telah tiba. Esok hari adalah hari pernikahan bagi Marcel dan Rihana. Di balik kebahagiaan yang dirasakan oleh kedua keluarga, ada rencana jahat yang sedang disusun oleh Abidin. Ia tidak bisa menerima kebahagiaan Marcel, dan ia bertekad untuk menghancurkan pernikahan tersebut. Rihana tampak begitu cantik dalam balutan rias pengantin, wajahnya berseri-seri memancarkan kebahagiaan. Marcell pun tak kalah mempesona, penampilannya yang gagah membuat semua orang terkesima. Di tengah keramaian acara pernikahan mereka, hadir pula Abidin dan Destia, sahabat dekat yang selalu mendukung. Tak ketinggalan, adik-adik Marcell turut meramaikan suasana. Acara pernikahan Marcell dan Rihana diisi dengan hiburan musik yang meriah dan upacara adat
Lelaki misterius itu, dengan mantel hitam yang menggantung longgar di pundaknya, berdiri di sudut ruangan. Wajahnya tertutup oleh bayangan topi fedora yang rendah. Matanya, tajam dan gelap, memandang ke arah Marcel dan Rihana yang sedang berdansa di tengah kerumunan tamu undangan.Dia mengutuk nasibnya dengan kata-kata yang penuh kekecewaan. Semua rencananya telah gagal. Rencana untuk menghentikan pernikahan ini, untuk menggagalkan kebahagiaan mereka, hancur berantakan. Lelaki misterius itu tahu bahwa dia tidak bisa mengubah takdir. Dia hanya bisa pergi.Dengan langkah tergesa-gesa, dia meninggalkan ruangan itu. Di luar, hujan turun dengan derasnya. Jalanan basah dan gelap menyambutnya. Dia menarik mantelnya lebih erat, melindungi diri dari dingin yang menusuk tulang. Tapi lebih dari itu, dia merasa dingin dalam hati.Namun, di tengah kepergiannya, Marcel dan Rihana tengah merayakan kebahagiaan mereka. Mereka berdua, terikat dalam janji suci pernikahan, tersenyum satu sama lain. Rihan
Pagi telah bersinar dengan terang, menyelimuti kota dengan cahaya keemasan yang hangat. Marcel dan Rihana, pasangan yang baru saja mengikat janji suci, melangkah keluar dari rumah mereka dengan senyum lebar di wajah. Hari ini adalah awal dari bulan madu mereka, sebuah perjalanan yang telah mereka impikan sejak lama. Mereka berdua tak sabar untuk menikmati setiap momen bersama, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari.Namun, di tempat lain, suasana sangat berbeda. Di perusahaan Ruswanda, sebuah badai sedang mengancam. Orang-orang berduyun-duyun berkumpul di depan gedung, mengangkat spanduk dan berteriak dengan penuh semangat. Orasi demi orasi menggema, menciptakan suasana yang tegang dan penuh ketidakpastian.Ruswanda, sang direktur utama, berdiri di jendela kantornya, memandang ke arah kerumunan dengan wajah penuh kepanikan. "Apa yang sebenarnya terjadi?" pikirnya, mencoba memahami situasi yang tiba-tiba meledak ini. Hatinya berdebar kencang, dan keringat dingin mulai mengalir di
Amerika Serikat adalah sebuah negara yang sangat maju, penuh dengan gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dan teknologi canggih yang memudahkan kehidupan sehari-hari. Di tengah gemerlapnya kota New York, Nayla kini telah berada di sana, menjalani kehidupan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.Nayla, seorang wanita muda yang cantik dan cerdas, telah dinikahi oleh Andrian, seorang CEO sukses yang memiliki perusahaan teknologi ternama. Namun, kebahagiaan yang seharusnya ia rasakan kini tergantikan oleh kecemasan dan kesedihan. Nayla berada di rumah sakit, menunggu dengan cemas di ruang tunggu yang dingin dan steril.Andrian, suami yang sangat ia cintai, telah terbaring di rumah sakit selama dua minggu terakhir. Kondisinya sangat kritis setelah mengalami kecelakaan mobil yang parah. Setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan bagi Nayla, yang hanya bisa berharap dan berdoa agar suaminya segera pulih.Sambil menunggu, pikiran Nayla melayang ke masa lalu. Ia teringat saat pe
Waktu terus berjalan, hari berganti hari. Sudah seminggu sejak Marcel dan Rihana pergi bulan madu. Di bawah sinar matahari yang cerah, Abidin dan istrinya, Destia, duduk bersama di teras rumah mereka. Mereka menikmati sarapan pagi yang disajikan dengan penuh kasih sayang oleh Destia.Destia adalah seorang wanita yang setia kepada suaminya. Meskipun pernikahan mereka telah menghadapi banyak ujian, termasuk masalah keuangan dan konflik keluarga, Destia selalu berusaha menjaga keharmonisan rumah tangga. Kini, mereka hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan, meskipun Abidin sedang menghadapi masalah kesehatan yang serius.Namun, di balik senyum dan kebahagiaan yang mereka tunjukkan, ada rencana tersembunyi yang Destia rancang. Dia ingin memanfaatkan Marcel, teman lama Abidin yang juga memiliki hubungan dengan perusahaan besar yang dipimpin oleh ayah Marcel. Destia berbicara pelan kepada Abidin, “Kang mas, Marcell itu orangnya baik. Kita bisa memanfaatkannya. Bagaimana menurutmu?”Abidin mem
Marcell dan Rihana saling memandang, mata mereka penuh dengan kecemasan. Di depan mereka, telah ditemukan kartu identitas milik Mustafa. Kartu Identitas yang tersembunyi di pasir adalah miliknya. Marcell merasa ada yang tidak beres, dan Rihana memegang tangannya dengan penuh ketegangan."Kenapa kartu identitas Pak Mustafa ada di sini?" gumam Marcell, suaranya hampir tak terdengar.Rihana menelan ludah, matanya tak lepas dari kartu identitas itu. "Kak Marcell, lebih baik kita pergi dari tempat ini," jawabnya dengan suara bergetar. Marcell mengerti, sehingga bulan madu mereka berhenti demi keselamatan mereka.Mustafa adalah penjahat kakap yang pernah menculik Rihana. Daripada ada masalah, mereka lebih memilih untuk menghindar. Marcell menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bahwa mereka harus segera pergi sebelum Mustafa menyadari kehadiran mereka.Dengan hati-hati, Marcell menarik tangan Rihana dan mulai berjalan menjauh. Mereka berusaha untuk tidak menarik perhati
Bayangan di ambang pintu semakin jelas, dan ternyata itu adalah seorang pria bertopeng dengan senjata di tangannya. Marcel dan Rihana menahan napas, jantung mereka berdegup kencang. Pria itu melangkah masuk, matanya tajam mengawasi mereka. "Bos ingin bicara dengan kalian," katanya dengan suara dingin. Marcel dan Rihana saling memandang, ketakutan dan ketidakpastian menyelimuti mereka. Apakah ini akhir dari usaha mereka untuk melarikan diri Atau apakah ada harapan yang tersisa? Pria bertopeng itu mendekat, mengangkat senjatanya. "Ayo, jangan coba-coba melawan," ancamnya. Dengan tangan masih terikat, Marcel dan Rihana tidak punya pilihan selain mengikuti perintahnya. Mereka dibawa keluar dari gudang, menuju ke arah yang tidak mereka ketahui. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Nasib mereka kini tergantung pada keputusan Mustafa. Mereka dibawa melewati jalan setapak yang sempit dan berliku. Dikelilingi oleh pepohonan yang lebat. Suara burung dan hewan liar terdengar di kejauhan, menam
Dua hari telah berlalu sejak Marcell dan Rihana kembali dari bulan madu mereka yang berakhir dengan pengalaman pahit. Mereka tiba di rumah dengan perasaan campur aduk, lega karena selamat namun masih dihantui oleh bayangan Mustafa. Ketika mereka memasuki rumah, mereka disambut hangat oleh Sudarta dan Subroto.“Marcel, Rihana, selamat datang kembali!” seru Sudarta dengan senyum lebar. “Kami sangat khawatir tentang kalian.”Subroto mengangguk setuju. “Kami mendengar kabar dari polisi. Syukurlah kalian selamat.”Marcell dan Rihana saling memandang sejenak sebelum mulai menceritakan pengalaman mengerikan mereka. Mereka menceritakan bagaimana bulan madu mereka berubah menjadi mimpi buruk ketika mereka bertemu Mustafa, penjahat yang pernah menculik Rihana. Mereka menjelaskan bagaimana mereka diculik dan hampir tidak bisa melarikan diri.Sudarta dan Subroto mendengarkan dengan seksama, wajah mereka berubah serius seiring cerita berkembang. Ketika Marcell selesai bercerita, Sudarta menghela n