“Apa? Kamu memeriksakan kandungan tanpa membawa suamimu?” Dua orang perawat jaga yang sedang bercakap-cakap suaranya terdengar oleh Mateo yang sengaja berhenti untuk menyalakan cerutunya.
“Kamu tahu kan, suamiku tidak mau bertanggung jawab. Huft, masih bagus dia tidak menyuruhku untuk menggugurkan kandunganku.” Jawab satu perawat lainnya dengan nada pilu.
“Hmm, aku jadi teringat salah satu pasien yang berkunjung ke poli kandungan tadi siang. Perempuan cantik itu datang seorang diri tanpa ditemani suaminya. Padahal dia cantik dan tubuhnya langsing. Wajahnya tetap tersenyum dengan tegar meskipun dia memeriksakan kandungannya seorang diri.” Jawab perawat lainnya.
Mateo telah merasa cukup menghisap cerutunya dan dia pun segera menekan alarm mobilnya.
“Oh, pasien yang bernama Nyonya Mahreen itu?” Ujar perawat yang sedang hamil.
JLEB!
Tubuh Mateo seperti ters
“Itukah sebabnya kamu mempercepat kepulanganmu ke Indonesia?” Maira menengok ke suaminya dan bertanya dengan nada menyelidik.“Ya, beruntung kita masih bisa mendapatinya dirumah, sebelum dia pergi untuk menyembunyikan kehamilannya.” Ujar Hasan dengan suara dalamnya.“Maafkan Mahreen, Om Tante. Bukannya Mahreen ingin menyembunyikan kehamilan ini, Mahreen hanya tidak ingin merepotkan Om dan Tante yang sudah sangat baik pada Mahreen. Lagipula, ayah dari anakku ini tidak tahu kalau aku hamil. Dan, aku juga tidak ingin memberitahukan padanya.” Ucap Mahreen dengan suara paraunya menahan sesak tangis. Dadanya terasa sesak bila mengingat suami yang telah ditinggalkannya dan digugat cerai. Mahreen yakin Mateo telah menandatangani surat permohonan cerainya dan dia pasti sudah hidup bahagia dengan perempuan pilihannya. Bukan perempuan yang terpaksa dinikahinya.“Mahreen sayang, sampai kapan kamu ingin menyembunyikan k
“Selamat pagi, nona Eve. Saya atasan dari Armala yang akan melihat langsung jalannya pengerjaan ruangan hari ini.” Maira berjabat tangan dengan Eve yang sudah menyambutnya sejak dari depan resepsionis.“Nona Armala sedang sakit kah?” Tanya Eve penasaran. Maira tersenyum ramah. Hampir saja dia lupa kalau keponakannya itu tidak menggunakan nama aslinya dalam bekerja.“Dia sedang tidak enak badan. Lagipula, aku sudah kembali ke Indonesia jadi aku yang akan sering ke sini untuk melihat perkembangan pekerjaan kami.” Jawab Maira dengann senyum ramahnya. Eve mengangguk-angguk ramah.“Semoga dia lekas sembuh. Aku senang berbicara dengannya. Seperti menemukan teman yang bisa diajak berbicara panjang lebar. Hehe,” Jawab Eve malu-malu.Maira dan Eve pun terlibat dengan perbincangan yang cukup hangat dan seru. Namun, sebisa mungkin Maira tidak keceplosan membicarakan keponakannya karena Mahreen memohon kep
“Hehehe, iya bik. Terima kasih.” Rindu? Apa yang harus aku rindukan? Pria itu? Aku tidak ingin mengingatnya lagi, jadi aku pun tidak mau bertemu dengannya. Rindu? Itu hanyalah satu kata untuk mereka yang sama-sama saling mencintai. Bukan yang sama-sama saling menyakiti. Gumam Mahreen pilu.Bik Darmi yang sudah diberitahu oleh Maira sebelumnya mengenai status Mahreen dan kehidupan pernikahan sebelumnya, menjadi lebih hati-hati untuk berucap. Bik Darmi tidak ingin salah berkata meski hanya untuk sekedar mengisi kekosongan saat sedang berdua saja dengan Mahreen. Alhasil, bik Darmi hanya konsisten terus memijat tengkuk leher Mahreen dengan penuh kelembutan dan sesekali mengusap kepalanya yang memiliki rambut hitam lebat. Mahreen benar-benar merasakan kenikmatan tiada tara tatkala jari jemari ginuk bik Darmi memijat kepalanya yang semula terasa berat kini menjadi lebih enteng.“Terima kasih bik. Kepalaku sekarang lebih enakkan dan perutku pun
“Timmy, aku baru ingat. Istriku punya satu keluarga lagi yang dia sebut om dan tante. Kamu cari tahu ke omnya yang ada di Italia sekarang juga.” Perintah Mateo pada ajudannya yang duduk didepan disebelah supir.“Siap bos,” Timmy mulai melakukan panggilan pada pria yang dimaksud. Perbedaan waktu antara Italia dan Indonesia yang hanya 6 jam, membuat Timmy tidak menunda-nunda lagi tugasnya.“Kabari aku secepatnya!” Mateo turun sebelum Timmy berhasil menghubungi om Mahreen yang menikahkan mereka di negara terkenal dengan pizza itu.Bos mafia itu berjalan dengan wajah ditutup masker warna hitam. Pria itu menjadi rentan akan bau-bauan setelah kejadian muntah-muntah di toilet kantor. Mateo mempercepat langkahnya menuju apartemen agar tidak menghirup lebih banyak aroma tajam yang akan membuatnya muntah kembali. Sesampainya di pintu apartemennya, Mateo berjalan cepat menuju kamarnya.“Kak, ada apa denganmu? K
Sebuah rumah dengan arsitektur cukup megah terlihat jelas dari pagar besi yang menutupi rumah itu dari luar. Jantung Mateo berdegup kencang manakala mengetahui bahwa rumah ini adalah tempat satu-satunya kemungkinan besar sang istri yang melarikan diri, tinggal dan menetap.“Kamu yakin disini tempatnya?” Timmy yang ditanya, melihat sekali lagi rumah megah itu dan mencocokannya dengan data yang dia terima dari anak buahnya.“Benar, tuan. Kemungkinan besar nyonya tinggal disini karena hanya disinilah satu-satunya keluarga yang dimiliki nyonya, selain yang di Italia. Menurut informasi dari anak buah saya, keluarga nyonya yang lain tidak ada yang mau menampung nyonya sewaktu kedua orangtua nyonya kecelakaan dan meninggal, makanya nyonya dibawa ke Italia. Sedangkan keluarga yang tinggal dirumah ini baru mengetahui kecelakaan yang menimpa nyonya dan orangtuanya setelah sampai di Indonesia, karena sebelumnya mereka tinggal di luar negeri. Jadi, merekalah yang
Sementara itu di tempat lain, seorang perempuan cantik dengan balutan gaun terusan simple dengan warna coklat muda dan pashmina yang menutup sempurna rambutnya, sedang berada di sebuah rumah yang sedang di surveynya sebagai rumah sewa untuk tempat menetap seterusnya bersama bayi yang ada di dalam kandungannya.“Rumahnya cukup nyaman dan bersih. Lingkungannya pun sangat tenang dan tidak dekat jalan raya. Sepertinya aku akan mengambil rumah ini, nyonya.” Jawab Mahreen dengan ciri khas senyum ramahnya.“Baiklah, jadi kapan nona akan pindah kesini?” Tanay seorang wanita dengan tubuh cukup subur.“Hari ini bisa? Aku tidak perlu banyak perabotan dan aku juga sudah membawa pakaian yang aku butuhkan. Aku hanya ingin memastikan listrik dan air sudah tersedia.” Ucap Mahreen.“Jangan khawatir, nona. Begitu pembayaran selesai dilakukan, tidak sampai lima menit, nona bisa langsung menempati rumah ini.” Jawab nyonya pemil
“Baru saja suamimu datang dan menggeledah seluruh ruangan demi mencari kamu. Untung saja kamu sudah tidak ada dirumah. Kalau tidak, entah bagaimana nasib kamu.” Ujar Maira. Sang suami mengusap-usap punggung istrinya karena kondisinya yang masih shock. Seumur hidup mereka, baru kali ini mereka mengalami penggeledahan rumah.“Terus, bagaimana keadaan tante dan om juga semuanya? Apakah kalian baik-baik saja?” Mahreen langsung menegakkan tubuhnya mendengar cerita sang tante.“Kami baik-baik saja sayang. Tapi, dia sudah tahu … kalau kamu hamil. Maafkan kami,” Maira menutup m
“Edward, dua hari lagi atau hari Jumat ini kamu dan Eve ke Bali untuk melihat pembangunan pertama resort. Kalian pergi selama tiga hari dua malam. Senin kalian kembali ke kantor. Apa itu cukup?” Tanya Mateo lagi dengan tatapan bergantian ke Edward dan Eve.“Cukup? Itu terlalu lama!” Teriak Eve dalam hati.“Baik, tuan. Aku akan persiapkan semua berkas-berkas yang akan dibutuhkan disana.” Ujar Edward dengan suara tenang tanpa keterkejutan sama sekali. Eve mengernyitkan alisnya.“Bagaimana mungkin dia bisa setenang itu? Ini pertama kalinya aku pergi dinas luar … dengan dia.” Gumam Eve dalam hati.“Eve? Ada masalah?” Mateo menatap Eve tanpa berkedip sama sekali.“Ti-tidak ada, tuan. Aku akan booking hotel untuk menginapnya hari ini.” Ujar Eve dengan perasaan tidak menentu.“Ya, kalian atur-atur saja sendiri. Kalau sudah, kalian boleh keluar.” Mateo kembali
“Kamu boleh bekerja selama enam bulan kedepan. Atau, aku akan mengurungmu disini sampai kamu melahirkan. Tinggal pilih, mau yang mana?” Ujar Mateo memberi pilihan pada sang istri. Mahreen menelan saliva susah payah. Kehidupan penuh kekangan sudah ada di depan matanya.Mahreen terbangun di tengah malam karena kehausan. Disebelahnya, Mateo masih pulas dalam tidurnya. Seperti yang sudah Mahreen duga, pria itu meminta haknya setelah sekian lama memendam rasa. Perempuan hamil itu berjalan mengendap menuju dapur. Sebuah lemari pendingin menjadi tujuan utamanya. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari seperti yang ditunjukkan di jam dinding yang ada di dapur. Mahreen duduk di ruangan depan sambil menggenggam cangkir berisi air putih.Matanya mengedar ke seluruh ruangan yang ada di depan matanya. Sebuah hunian mewah yang aura Mateo melekat kuat disini. Berkali-kali Mahreen menarik napas lalu menghela napas panjang. Dia pun mencari posisi nyaman untuk selonjoran di sofa panjang warna putih bersih ya
“Bagaimana mungkin pria ini bisa mengetahui kalau aku sedang ada disini?” Gumamnya dalam hati.“Terima kasih,” Ucap Mateo pada kasir yang telah selesai menghitung belanjaan Mahreen dan pria itu pun tanpa sungkan mengangkat kantong yang terbuat dari bahan katun tersebut. Dengan santainya, pria Italia yang membiarkan bulu-bulu halus tumbuh di rahangnya itu mendekap pinggang sang istri dan mereka berjalan menuju mobil Mateo yang terparkir tidak jauh dari mobil Mahreen.“Berikan kunci mobilmu padaku. Kamu akan naik mobil bersamaku. Mobilmu akan diantarkan pulang oleh supirku.” Jawab Mateo sambil meletakkan belanjaan ke bagasi mobilnya. Mahreen terdiam entah kenapa dia tidak bisa melarikan diri lagi. Dia merasa kalau pelariannya kali ini akan sangat sia-sia karena posisinya yang sudah sangat dekat dengan Mateo dan tidka bisa berlari seperti saat dia didalam mobil.“Aku bisa pulang sendiri.”“Jangan keras kepala, Mahreen. Dan, jangan pernah menguji batas kesabaranku.” Jawab Mateo dengan rah
“Jangan-jangan, dia sudah menemukan istrinya dan mengajak istrinya tinggal bersama di rumah kak Mateo yang baru.” Perempuan yang menyukai kakak tidak sedarah itu berpikir keras. Otak jahatnya tidak bisa berpikir jernih setiap kali teringat Mahreen. Dengan menggigiti kukunya, Mischa mencari akal untuk mencari tahu dimana keberadaan perempuan yang telah merebut kakak tiri tersayangnya. Berbekal pertemanan yang dia miliki, perempuan itu pun mencari tahu dengan menghubungi beberapa temannya untuk mengorek informasi.“Segera beritahu aku di nomer ini. Aku akan membayarmu sangat tinggi kalau berhasil menemukannya.” Mischa pun mematikan ponselnya dan bersiap-siap untuk keluar dari penjara emas ini yang membuatnya sangat bosan.Sementara itu di tempat lain, Mahreen berdiri melongo tidak percaya melihat pria yang duduk di hadapannya. Tante Maira merekomendasikan pekerjaan untuknya sebagai seorang sekretaris. Mahreen pernah bekerja sebagai seorang sekretaris saat dia bekerja di perusahaan paman
Perempuan hamil itu butuh untuk tinggal didalam apartemen yang sudah fully furnished (Fully furnished adalah kondisi isi sebuah hunian yang telah dilengkapi furniture dan perabot lengkap yang dibutuhkan oleh penghuni untuk hidup dengan nyaman.) karena semua perabotannya dirumah kontrakan lama membutuhkan waktu untuk dipindahkan.“Baiklah, saya ambil ini. Saya memang membutuhkan tempat tinggal tidak terlalu besar tapi memudahkan saya untuk bergerak kemana saja. Bisakah kita langsung menyelesaikan persyaratannya? Saya ingin segera tinggal disini sekarang juga.” Ucap Mahreen. Ya, dia tidak punya tempat tinggal lagi. Rumah lamanya sudah tidak nyaman lagi untuknya. Dari nomer ponsel yang berhasil pria itu dapatkan dan menemukan rumah bukanlah hal yang sulit. Mahreen yang sudah mengganti nomer ponselnya itu segera menghubungi tantenya untuk memberikan kabar terbaru.“Assalammualaikum, tante.” Suara Mahreen yang masih sangat lelah terdengar jelas oleh Maira dari ujung telpon.“Wa’alaikumussa
“Aku mencarimu keman-mana seperti orang gila. Aku meninggalkan pekerjaanku di Italy demi untuk mencari dimana keberadaanmu. Beginikah cara kamu menyambut aku, suamimu sendiri?” Ujar Mateo dengan rahang mengeras dan mengukung Mahreen dibawah tubuhnya dengan jarak wajah mereka tidak lebih dari lima senti.“Kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Aku sudah menggugat cerai kamu jadi seharusnya kamu sudah menandatanganinya bukan? Aahhh lepaskan tanganku!” Kedua tangan Mahreen dicengkeram Mateo di samping tubuh sang perempuan hamil. Harum aroma maskulin dari Mateo terhirup jelas di indera penciuman Mahreen. Harum khas Mateo yang tidak pernah bisa dilupakannya.“Cerai? Kamu pikir kamu bisa bercerai begitu saja dariku? Hmm. Kamu harus menerima hukumannya karena berani melarikan diri dari aku.” Dengan seringai iblisnya, Mateo merobek pakaian yang dikenakan Mahreen. Spontan sang perempuan berteriak kencang karena ketakutan.
“Halo,” Namun tidak ada suara di ujung telpon.“Halo, siapa ini?” Tanya Mahreen lagi.“Armala? Ini aku Eve. Apa kabar kamu? Lama kita tidak bertemu.”“Eve? Senang mendengar suaramu lagi. Ada apa menghubungiku? Apakah ada sesuatu yang bisa aku bantu?” Mahreen yang sedang duduk di teras, langsung terbangun berdiri berjalan menuju ke dalam rumah.“Armala, apa kita bisa bertemu sekarang?” suara Eve terdengar bergetar.“Kamu tidak apa-apa, Eve? Suara kamu seperti …”“Aku tidak apa-apa. Aku akan kirimkan alamatnya ya. Ada sesuatu yang mau aku bahas mengenai desain ruangan kerja presdirku.” Jawab Eve.“Apa tanteku tidak bisa dihubungi?” Tanya Mahreen lagi.“Ini … berhubungan dengan pertama kali ruangan itu dirancang. Aku rasa aku lebih baik bicara langsung dengan kamu.” Ujar Eve sambil matanya melihat sesekali pria
“Il ragazzo della discoteca ha già pagato. Calmati. (Orang di klub malam sudah membayar. kamu tenang saja.)” Ujarnya.Adrianna disambut oleh dua orang pelayan wanita yang diberitahu dari pos penjagaan kalau nona muda mereka pulang kerumah dalam keadaan mabuk berat. Dengan bergegas, dua pelayan wanita itu mengikuti nona majikan mereka yang diangkat oleh seorang penjaga bertubuh kekar masuk ke dalam kamarnya agar mempercepat proses pemindahannya. Supir taksi itu pun pergi setelah berhasil mengantarkan penumpang mabuknya pulang.“Huh, untung saja nona pulang sebelum tuan dan nyonya sampai rumah.” Ujar salah seorang pelayan yang membantu melepaskan pakaian yang dikenakan nona muda mereka agar tidur lebih nyenyak.“Tapi, kasihan juga karena tuan dan nyonya jarang dirumah. Nona Adrianna hampir tidak pernah mendapatkan perhatian.” Jawab pelana lainnya. Keduanya membersihkan sang nona cepat-cepat.
“Huh, kamu kenapa kaku begitu sih kak? Itulah mengapa kamu tidak punya pacar sampai usiamu sekarang karena semua perempuan takut padamu.” “MAYA!” Suara teriakan sang kakak yang menggelegar membuat nyali Maya ciut juga. Perempuan berjilbab itu menghentakkan satu kakinya ke lantai dan keluar begitu saja dari ruangan kerja sang kakak. Sebastian memijat pelipisnya yang tidak pusing dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sungguh berat pria itu rasakan memimpin adik dan ibunya sejak kepergian sang ayah untuk selama-lamanya. Sebelum maya berhijab, adiknya itu bergaul dengan teman-temannya yang suka keluar masuk klub malam. Dengan beberapa teman wanitanya yang suka keluyuran di malam hari, dari situlah dia mengenal lelaki yang menjadi ayah dari anak-anaknya. Pernikahan mereka pun terjadi karena Maya mengandung lebih dahulu anak hasil perbuatan sembunyi-sembunyinya dengan lelaki itu. Selama mereka menikah, Maya dikuras habis-habisan oleh sang suami n
“MAHREEN! AAARGGHH!” Sang pria terduduk berlutut di atas lantai dengan kedua telapak tangannya mengusap wajah dan rambutnya. “Aku pasti menemukan kamu, sayang!” Geram Mateo dengan tangan terkepal. “TIMMY!” Suara menggelegar Mateo mampu menembus hingga keluar unit apartemen dan membuat ajudan setia sang bos mafia lari tergesa-gesa.“Siap tuan!”“Kamu cari tahu sampai dapat dimana istriku tinggal. CEPAT!” Teriakan Mateo sudah lama tidak didengar Timmy dan itu cukup membuat pria berbadan tegap itu langsung beranjak dari tempat dia berdiri untuk menemui anak buahnya dan Menyusun strategi demi mencari istri bos yang melarikan diri.“Mahreen, aku pasti akan menghukummu karena berani meninggalkan aku!” Dengan rahang mengeras dan tangan terkepal ditinju ke atas lantai, siapapun tidak akan berani mendekati pria yang sedang berada di puncak emosinya.Sementara itu di