"Saya Terima nikah dan kawinnya Evita binti Marwan dengan mas kawin 50 gram perhiasan di bayar tu-nai!""Sah! Sah! Sah!"Terdengar suara riuh, ketika Amir berhasil mengucap akad. Lalu doa pun mengiringi kami. "Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khayrin. (Semoga Allah memberkahimu ketika bahagia dan ketika susah, serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan)"Akad ketiga dan laki-laki ketiga yang mengucap janji suci di dalam hidupku, aku yang sudah dua kali menikah tetap merasakan ketegangan dan keharuan yang sama, memasuki kembali hubungan suci yang sebenarnya aku sendiri takut gagal untuk yang kesekiankalinya. Gaun kebaya putih yang ketiga yang ku kenakan hari ini semoga saja menjadi gaun terakhir yang menjadi saksi akan hidupku. Bicara soal cinta dan perasaan, jujur tak sepenuhnya hatiku menerima Amir, di dalam lubuk hati terdalam ada satu nama yang tak pernah tergeser, meski berulang kali aku mencoba mengusirnya, nama itu tetap bersemanyam di sana aku
Pov. Mesya. Lulus SMA aku ingin sekali kuliah keluar negri tapi Mamah Papah malah menyuruhku kuliah di Bandung. Entahlah aku merasa tidak begitu tertarik meskipun kutahu kehidupan di Bandung takkan beda jauh dengan Jakarta hanya udaranya saja mungkin yang lebih sejuk. "Pah, boleh ya, Mesya kuliah ke Jepang?""Janganlah Sya, Mamah dan Papah kok rasanya khawatir melepasmu ke sana, lebih baik kamu kuliah di Bandung saja ya," ujar Mamah. "Aku kan, sudah dewasa Mah.""Kamu ini dewasa apanya, apa-apa saja di urusin sama Mamah.""Sudah pokoknya Papah mau kamu kuliah di Bandung lagipula kita punya saudara di sana, jadi Papah Mamah lebih tenang menitipkanmu di sana.""Di titipkan? Dih ogah, ah Pah. Walaupun kuliah di Bandung tapi Mesya maunya ngekost.""Iya, bolehlah ngekost tapi untuk sementara kamu tinggal sama saudaramu dulu, ya.""Ah, numpang di rumah orang tuh, ngga enak, Pah.""Dia Uwak kamu kok, bukan orang lain.""Yasudahlah terserah Papah!" ucapku kesal. Papah malah menceritakan m
"Teh Dita! Teh Dita! Lihat deh, ini bukannya mantan istri Kang Andi ya? Dia sudah menikah lagi, loh."Sengaja aku teriak ketika kulihat di luar Teh Dita dan Kang Andi sedang bersantai. Sudah kuduga Kang Andi terperanjat mendengar ocehanku. "Kamu berteman di Facebook Mes?" tanya Teh Dia. "Iya," kujawab sambil melirik Kang Andi ingin melihat reaksinya. "Emang Teteh sama Akang sudah tidak ada komunikasi, sama Kak Evita?" "Tidak, Mes." ucap Teh Dita. "Bukan urusanmu!" Jawab Kang Andi. "Kang! Jangan gitulah." ujar Teh Dita lagi yang tidak enak kepadaku. "Maaf kalau Mesya terkesan ikut campur, Mesya berteman dengan Kak Evita karena suka dengan barang jualannya makanya mengikuti instagramnya.""Iya, Sya. Lagian itu hak kamu terserah mau berteman dengan siapa, apalagi di media sosial.""Lihat Teh, ini video dia nikahan loh, keren banget, suaminya juga ganteng sebelas duabelaslah sama Kang Andi. Hehe," ujarku kepada Teh Dita, tak disangka Kang Andi pun bangkit lalu melihat ponselku, ia
Pagi hari di Bandung, membuatku malas bangun, dingin menusuk tulang. Karena haus aku pun bangkit menuju dapur. "Eh, kamu sudah bangun Sya?""Iya, Teh. Emang Teteh lagi bikin apa?""Ini lagi goreng singkong, tadi Kang Andi minta digorengin. Kamu mau bikin Teh Sya?""Ngga, Teh. Ini Mesya mau bikin susu.""Teteh boleh minta tolong tidak?""Apa Teh?""Tolong bawain kopi buat Kang Andi soalnya ini gorengannya kalau ditinggal takut gosong.""Boleh, Teh. Emang si Akangnya di mana?""Di belakang Sya, maaf ya.""Santai saja, Teh."Aku pun membawa secangkir kopi yang telah Teh Dita buat. Tentu saja aku semangat meski pun sebenarnya aku kedinginan. Heran saja sama mereka sepagi ini sudah beraktivitas. Sesampainya di halaman belakang. "Kang ini kopinya, atau mau susu punya Mesya?" "Kenapa kamu yang bawa? Emang Dita ke mana?""Teh Dita bilang males katanya habis akang ngambek mulu, semalam dia ngga dikasih jatah ya, Kang?" tanyaku sambil berbisik. Wajah Kang Andi nampak merah."Eh ini kopinya,
"Kang perut aku laper, makan dulu yuk," ajakku pada Kang Andi. Ia hanya diam saja tapi ketika aku memintanya berhenti di dekat tukang siomay dia pun berhenti. "Stop kang! Stop! Aku pengen makan siomay." Kang Andi segera memarkirkan motornya. "Mang siomaynya dua porsi yang satu jangan pake tahu, jangan pake kentang jangan pake kecap ya, Mang," ucapku pada tukang siomay. "Akang maunya gimana? Campur aja?" "Akang tidak perlu, Sya. Kamu saja.""Masa aku makan Akang cuma ngelihatin, tenang aja nanti buat Teh Dita sama Kinara Mesya bungkusin.""Tidak usah Sya, terimakasih.""Udah, deh. Mang yang satunya campur banyakin siomaynya tapi saos nya sedikit jangan pake sambel."Seketika Kang Andi melihat kearahku dia pasti kaget karena aku bisa tahu, seleranya. Aku pernah lihat postingan Teh Evita di mana dia menjelaskan tentang seseorang dengan kebiasaannya dan aku yakin pasti orang itu Kang Andi, benar juga kan. Kalau lihat reaksinya. "Kenapa Kang? Apa ada yang salah?""Tidak, Akang ngga en
"Sya, besok aku dan Kang Andi mau ke pengajian, kamu ada kuliah? Apa di rumah saja?""Besok ya? Kayanya ngga ada jadwal Teh. Besok aku di rumah saja.""Atau kamu mau ikut sama kami?""Ke pengajian?""Iya, ke pengajian, ngga lama kok. Paling cuma satu jam, daripada kamu suntuk di rumah.""Iya, juga sich. Yasudah atuh."Malamnya kucari tutorial hijab simple tak lupa aku pun mencari foto Kak Evita, mana tahu ada foto dia yang pake hijab. Setelah kutelusuri Instagramnya ketemu juga, Kak Evita sangat anggun menggunakan hijab pashmina warna hitam, sepertinya bisa kucoba. Esoknya…."Sya! Sya! Jadi ikut kan?""Iya, jadi Teh. Tapi apa nanti kita naik grab?""Tidak Sya. Ada mobil Abah di depan kamu siap-siap ya." "Okelah kalau begitu."Hmm sepertinya aku harus pura-pura jadi anak sholehah dulu nich, buat narik perhatian mereka. Kupilih gamis coklat dengan outer hitam dan pasmina hitam. Tigapuluh menit berlalu Teh Dita manggil lagi. "Sya, kamu sudah siap?""Sebentar Teh. Tunggu ya. Aku masih
Sepertinya tidak semua orang datang ke majelis untuk mencari ilmu agama, kebanyakan dari mereka malah sibuk membicarakan orang lain, jadi apa perlunya mengaji, toh hanya melahirkan orang-orang so' suci. "Mesya! Kok kamu di sini?" tanya Kang Andi, ia datang bersama laki-laki tadi. "Loh, kamu kenal dia Ndi? Dia mirip banget kan sama Evita, Jangan bilang kalau dia perempuan ketiga yang kamu nikahi," ucap Teman Kang Andi. "Ngaco! Ini Mesya saudara Dita.""Mesya, kenalin ini teman Akang. Dia Romi.""Kok kamu bisa mirip banget sama Evita, aku seperti melihat bayangannya, cuma bedanya si Evita jutek." Aku hanya tersenyum sedang Kang Andi melotot kearah temannya. "Kamu kenapa di sini Sya? Tidak di dalam?""Aku bosan Kang, makanya keluar.""Kamu lapar tidak?ikut kami yuk, makan di warung?" Ajak teman Kang Andi. "Rom! Gue nunggu istri gue dulu." "Siapa yang ngajak elu, orang gue ngajak Mesya.""Sial!""Becanda, Bro. Ya sudah kita tunggu Dita dulu."Tak lama ada beberapa orang yang mengham
Pov. Andi. Begitu rumit memahami wanita di mana mereka selalu merasa benar. Hari ini aku kecewa ketika istri dan adik iparku membuat keributan di rumah mantan istriku Evita, hal yang aku takutkan adalah kehilangan kembali akses untuk bertemu dengan anakku karena aku tahu bagaimana sifat Evita ketika kecewa, dan benar saja sehari setelah kejadian itu, Evita memblokir nomorku esoknya saat aku ke rumahnya ternyata dia sudah pulang ke Banten. Rasa kecewa dalam hatiku membuatku malas menggauli istriku, hubungan kami terasa semakin dingin, tetapi aku masih berusaha untuk bertanggung jawab karena tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, aku tidak mau gagal lagi dalam berumah tangga. Meski dalam hatiku selalu di cekam kerinduan terhadap Aa juga Evita. Masalah baru datang ketika Dita mengajak sepupunya, Mesya. Tinggal di rumah. Anak perempuan yang kupikir masih ingusan nyatanya malah berusaha menggoda imanku. Aku tak habis pikir mengapa Dita istriku sendiri begitu percaya kepada saudarany