“Gue nggak nyangka kalau Rhea akan menyembunyikan semua ini dari kita.” Ares menghela napas panjang, terlihat gusar saat mendengar ucapan Ikarus.“Dokter bilang gimana, Rus? Nggak bisa diusahakan lagi, ya?” sahut Eve.Ikarus menggeleng. “Dokter bilang sudah nggak ada harapan selain pasrah, Ev. Sel kanker itu sudah menyebar ke seluruh organ tubuhnya. Ditambah dengan Rhea yang tidak melakukan kemoterapi.”“Sekalipun kemoterapi apa dia nggak bisa bertahan?” tembak Ares lagi.“Sel kanker itu sudah menyebar menggerogoti tubuh Rhea, Res. Sekalipun kemoterapi, dia tetap akan bergantung dengan pengobatan itu tapi tidak akan membuat dia sembuh.”Ares menghela napas gusar dengan tatapnya yang kini terpaku pada Eros yang sejak tadi hanya diam. Wajahnya yang terlihat berantakan seakan menunjukkan bahwa pria itu benar-benar hancur sekarang.“Dan kita akan diam saja sementara sahabat kita nggak baik-baik saja?” Suara Eros membuat semua orang menoleh ke arahnya. “DIA SAHABAT KITA, ANJING!”“Ros, ten
Sore itu, Rhea langsung dimakamkan. Tidak banyak orang yang datang saat Rhea mulai dikebumikan. Hanya sahabat-sahabat dekat dan rekan kerjanya. Beruntungnya Ares memiliki banyak orang yang bisa diandalkan untuk mempersiapkan segalanya.Segalanya masih terasa seperti mimpi.Hera dan teman-teman yang lainnya masih sibuk menabur bunga di atas pusara Rhea. Sesekali Hera mendengar isakan tangis Artemis dan Eve di belakangnya. Sementara para pria yang terlihat jauh lebih tegar—kecuali Eros, yang sejak tadi bungkam—memilih untuk memastikan istri-istrinya tidak jatuh pingsan setelah melihat Rhea pergi untuk selama-lamanya.Pun dengan Hera yang sudah pingsan beberapa kali. Diantara teman-teman yang lainnya, Hera dan Eros yang paling dekat dengan Rhea. Ikarus bahkan harus membawa petugas medis untuk ikut serta saat pemakaman, khawatir kalau-kalau ada yang jatuh pingsan lagi.“Sekarang lo nggak akan ngerasain sakit lagi, Rhe. Maaf karena gue terlambat tahu, sampai-sampai lo memilih untuk ninggal
“Kamu yakin nggak apa-apa?”Seminggu telah berlalu semenjak kepergian Rhea. Hari ini Ikarus dan Hera mulai aktif bekerja lagi di Sixty Season Resort.“Kamu bisa ambil unpaid leave, seandainya kamu belum siap untuk balik kerja, Ra,” lanjut Ikarus.Sementara Hera menggeleng pelan. “Justru kalau aku nggak ngapa-ngapain, aku pasti bosan, Rus. Aku butuh kegiatan buat mengalihkan kesedihan ini. Meskipun ya, ruangan itu sudah pasti ngingetin aku sama Rhea.”Ikarus melangkah mendekat lalu ia berjongkok dengan satu lututnya. Tangannya terulur menyentuh kaki istrinya, membantu Hera untuk mengaitkan pengait pada heels-nya. “Kamu mau pindah ke ruanganku untuk sementara waktu?”Hera menggeleng dengan satu tangannya yang terulur ke depan, membenarkan dasi yang dikenakan Ikarus lalu menepuk bahu pria itu dengan lembut.“Semakin aku menghindarinya, semakin lama pula aku bisa melepaskannya. Aku nggak mungkin terus-terusan mengelak satu fakta bahwa Rhea sudah nggak ada, kan? Mau nggak mau aku harus mul
“Good morning.”“Good morning. Udah bangun?” tanya Hera yang tengah sibuk di dapur sejak tadi.“Mm.” Ikarus mengerjapkan matanya lalu melangkah mendekati istrinya yang tengah sibuk menyiapkan sarapan. Memeluknya dari belakang sembari menumpukan dagunya di bahu Hera. “Kamu masak apa?”“Aku cuma bikin tuna sandwich. Sengaja bikin banyakan soalnya aku bikin buat Eros sekalian. Udah seminggu lebih dia nggak ada kabar.” Hera menghela napas. “Aku khawatir sama dia. Eh kamu jadi nemenin, kan?”Ikarus hanya bergumam, tidak mengatakan apa-apa lalu mendaratkan kecupan lembut di leher Hera. Membuat perempuan itu terkesiap sembari mendengus pelan. “Rus…” desisnya. “Aku masih masak sekarang.”“Aku cuma pengen nyium kamu aja, Ra.” Ikarus berbisik lirih. “Kamu wangi strawberry.”Ikarus bahkan sudah lupa merasakan intens seperti ini dengan Hera. Hari-hari mereka kemarin dihabiskan dengan berkabung setelah kepergian Rhea. Bukan Ikarus merasa tidak kehilangan, namun pikirannya yang masih waras membuat
“Bagaimana kondisinya, Dok?”Hera sudah lebih dulu bangkit ketika tirai IGD baru saja disibak dari dalam oleh seorang dokter yang mengenakan jas putihnya. Ada perasaan cemas sekaligus kalut yang tak terkendalikan di sana.“Kondisi pasien lemah, Mbak. Dia mengalami dehidrasi akut karena kurangnya cairan yang masuk ke dalam tubuhnya. Beruntungnya lambungnya tidak kena. Jadi untuk sementara waktu pasien harus dirawat di sini. Antisipasi saja kalau pasien belum mengalami perubahan kondisi yang cukup signifikan, kita bisa segera mengambil tindakan.”“Tapi dia nggak apa-apa kan, Dok? Nggak ada masalah serius?”Dokter itu menggeleng dan Hera akhirnya bisa bernapas lega. “Nggak apa-apa. Tidak ada masalah yang serius, hanya saja saya harus meminta pasien bedrest untuk sementara waktu.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Dokter itu berlalu begitu saja. Membuat Hera kini bisa bernapas lega sekarang.Eros sudah dipindahkan di ruang rawat pasien baru saja. Hera dan Ikarus melangkah menyusul di belakangnya
“Ra!”Suara panggilan itu membuat langkah Hera seketika terhenti. Perempuan itu menolehkan wajahnya dengan keningnya yang mengernyit.“What?”“Mau ke mana?” tanya Ares saat tak sengaja bertemu Hera di lobi. Pandangannya tertuju pada sebuah paper bag yang ada di tangan perempuan itu.“Gue mau kasih makan bayi. Kenapa, sih?”“Eros?” Ares terkekeh saat Hera menyebut ‘bayi’ itu.Hera mengangguk. “Siapa lagi? Gue masih belum yakin bisa ngelepasin dia gitu aja disaat kondisinya masih begini, Res. Belum lagi Tante Hasna titipin dia ke gue.”“Ikarus nggak ikut?”Hera menggeleng. “Dia bukannya mau lunch meeting bareng investor sama lo, ya?” Ia mendecak sembari memutar matanya.“Ah, bener juga. Ya udah, deh. Take care, Ra.”Hera mengangguk lalu ia melanjutkan langkahnya untuk menuju basement dan segera bergegas meninggalkan hotel detik itu juga.Tepat saat waktu sudah menunjuk angka sebelas siang, mobil yang dikendarai Hera tiba di Perkara Segalanya Coffee. Ia kemudian beranjak turun dan segera
“Selamat malam. Ikarus speaking, how may I assist you?”“Selamat malam, Pak Ikarus. Maaf mengganggu waktunya sebentar. Ada tamu yang ingin menemui Bapak.”Ikarus mengerutkan keningnya sambil melirik jam yang melingkar di tangannya. “Siapa, Ki?” tanya pria itu. “Saya merasa tidak ada janji dengan siapa-siapa soalnya.”“Ibu Nadine Putri Gunadi, Pak. Beliau sekarang sudah menunggu di lobi.”Ikarus menghela napas panjang sembari mengurut keningnya. “Bu Hera sudah pulang?”“Sudah, Pak. Bu Hera baru saja meninggalkan hotel.”“Oke. Antarkan Bu Nadine ke lounge ya, Ki. Saya akan menemuinya di sana.”“Baik, Pak.”Setelah mengakhiri panggilan itu, Ikarus menyandarkan punggungnya ke belakang. Ia melonggarkan dasi yang sejak pagi tadi mencekik lehernya lalu melepasnya. Mencoba menebak-nebak maksud dari kedatangan Nadine, pria itu kemudian bangkit dari duduknya dan langsung segera melangkah menuju lounge untuk menemui perempuan itu.Begitu tiba di lounge, Ikarus mengedarkan matanya ke sekitar lalu
“Coklat kamu sudah habis?” bisik Ikarus tepat sesaat setelah pria itu membawa tangan Hera yang telah diikatnya ke atas kepala.“Ada di sana.” Hera mengedikkan dagu, menunjuk atas nakas tempat di mana ia meletakkan coklat pemberian Ikarus tadi siang.“Kamu nggak berniat untuk membaginya sama aku?” “Ya?” Disaat pikirannya tengah gugup memikirkan apa yang akan dilakukan Ikarus setelah ini, bagaimana bisa pria itu justru membahas coklat pemberiannya?Ikarus tersenyum kecil, ia turun dari ranjang tidurnya. Pria itu melangkah mendekati nakas lalu mengambil kotak coklat yang sempat dibelikannya untuk Hera tadi.“Boleh aku minta, kan?”Sementara Hera masih bergeming. Namun keterdiaman perempuan itu tidak bertahan lama karena jantungnya kembali bertalu-talu saat Ikarus meraih satu buah coklat praline itu, dan menaruhnya di dada Hera.“Rus…”Dinginnya coklat praline yang menyentuh permukaan kulitnya itu membuat sekujur tubuh Hera bergidik. Terlebih saat Ikarus tidak hanya menaruh satu coklat i
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l