"Ah, maaf, Pak." Ayu kelimpungan, segera ia membersihkan pakaian pria tersebut. Bukannya bersih, noda cokelat semakin luas hingga membuat sang pemilik merasa geram.
"Sudah-sudah! nggak becus sekali!" gertaknya, Ayu mulai menegang melihat pemilik kafe datang untuk melerai. Meminta maaf atas keteledoran pegawainya. Ayu hanya bisa menunduk, apa lagi kini ia menjadi pusat perhatian banyak orang, termasuk dua bajingan yang tengah memerhatikannya. Kini apakah Ayu akan dipecat? tidak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi. Dan beban yang ia pikul semakin bertambah besar.
"Lain kali pekerjakan orang yang berpengalaman, jangan kayak dia ini, Pak!" lelaki itu memojoki Ayu, menatap sengit kepadanya
"Iya, Mas. saya mengerti, sekali lagi kami memohon maaf." ucap Boss
"Maafkan saya juga, Pak." sekali lagi Ayu memohon
"Hm!" dan pria itu melenggang pergi meninggalkannya
Terdengar helaan napas panjang yang berasal dari Boss disampingnya ini, ia menoleh menatap Ayu yang masih betah menunduk. "Untuk kali ini saya maafkan. Lain kali jika terulang lagi, kamu pikir sendiri akibatnya." bisik sang Boss
"Baik, Pak. maaf," lirih Ayu
"Bersihkan lantainya!" titah yang diberikan kepada Ayu, gadis tersebut mengangguk dengan perasaan yang cukup lega
Ayu bangkit berdiri setelah pekerjaannya selesai membersihkan lantai. Ia melangkah untuk kembali namun tiba-tiba cekalan tangan menghentikannya. Ayu menoleh ke belakang, terbelalak melihat dua bajingan itu telah berada dihadapannya.
"A-yunda, Mas Dimas?" lirihnya gugup
"Kerja disini kowe rupanya, Mbak? cih! kafe beginian!" rutuk saudari kembarnya
Ayu menatap ke sekelilingnya, ia tidak ingin lagi menjadi pusat perhatian orang-orang untuk kedua kalinya. Jika masih berdiri disini telah dipastikan perempuan dihadapannya akan berulah yang tidak-tidak. Ayu menyeret adiknya, membawanya ke sisi lain yang sepi.
"Ih! lepas!" Ayunda menghentakkan tangan mereka
"Pulanglah, Yunda. Bawa bekasku itu dari sini!" usir Ayu masih menatap kesal kepada mantan suaminya
"Sok sekali kamu, Yu." sahut Dimas, memandang tubuh Ayu dari atas hingga ke bawah sembari menyunggingkan senyum sinis padanya
"Makin kucel, kurus tambah kurus." hina Dimas
"Hah, iya benar, Yang. nggak koyok tubuhku yang bohay, berisi, cantik pula, pinter dandan." Ayunda menyombongkan diri
"Kalian kesini untuk menghina aku, lebih baik pergi! dan kowe, Mas, jangan kira aku masih cinta samamu, sama sekali enggak!" tegas Ayu, kemudian ia melenggang pergi meninggalkan mereka yang masih terpaku di area parkir.
Ayu mengusap air matanya yang kembali jatuh tak dapat dibendung. Lelaki yang dulu ia cintai, setahun menjalin kasih dengannya, dan malah mendua dengan saudari kembarnya sejak usia pernikahan mereka menginjak dua bulan. Hingga Ayu sudah tidak tahan lagi dengan ini semua dan memutuskan untuk menggugat cerai seorang Dimas.
"Yu, kamu punya kembaran, ya, ternyata?" seru teman-temannya
Ayu mengangguk mengiyakan. "Iya," jawabnya singkat
"Tapi--kenapa kamu malah ngekos? nggak tinggal sama keluargamu?"
"Mereka di desa, Ayu cuma pengen hidup mandiri di kota. udah ah, ayo lanjutin kerjaan!" ucapnya. Ayu merasa malas jika harus membahas wanita itu. rasa sakit terus saja menjalar bila mengingatnya.
***
Hari berlalu dengan begitu cepat. Sebuah kota yang terkenal sebagai tempat perantauan para kalangan manapun, kota nan sibuk dan padat tak pernah lekang oleh lengang. Gedung-gedung tinggi berjejer hingga hampir menembus cakrawala, dihuni oleh para manusia yang teramat sibuk dalam mengais rejeki. Ingar bingar Kota Jakarta melebihi kota manapun, disebut kota metropolitan karena kota yang menjadi pusat segala macam kegiatan tertentu dalam hal pemerintahan maupun perdagangan.
Disalah satu gedung yang terlihat megah nan menjulang tinggi, seseorang baru saja turun dari mobil dengan balutan jas yang semakin membuatnya terlihat maskulin. Alexei, pria tampan keturunan Jawa-Jerman itu melenggang masuk ke dalam gedung tersebut.
"Selamat pagi, Tuan." sapa beberapa pegawai yang berpapasan dengannya
"Pagi." Alexei pun menyahut
Alexei menjengit menahan sesuatu yang menguar bebas memasuki hidungnya, ia mengkerutkan dahi kala mencium aroma busuk dari tubuh mereka. Tiba-tiba perutnya bergejolak, sesuatu tengah menghantam organ-organ didalam dada untuk segera ia lepaskan.
Alexei menoleh sekilas ke belakang menatap Assisten Harlan dan kembali lagi ke depan. melangkah lebar sembari menahan sesuatu yang hampir mencapai tenggorokannya.
Alexei masuk ke dalam lift, berharap benda itu bergerak laju dengan kecepatan kilat menuju lantai ruang kerjanya.
"Anda kenapa, Tuan?" Assisten Harlan mengernyit melihat atasannya tengah membungkam mulut
"Uwek!" rasa mual terus menyerang, Alexei merasa lelah menahannya
"Anda sakit, Tuan?" Assisten Harlan terbelalak
Ting!
Pintu terbuka, belum terbuka sempurna Alexei telah melangkah begitu tergesa-gesa. Tak lagi membungkam mulut, membiarkan bibirnya tetap merapat sendiri. Alangkah tidak gagahnya ia jika harus menutup mulut dengan tangannya dihadapan para karyawan.
Setiba didalam ruangan kerjanya, Alexei berlari mencapai pintu kamar mandi dan segera membuang segala yang mencekat tenggorokannya sedari tadi.
"Uwek!!"
"Uwek!!"
Cairan bening menguar cukup banyak berhambur menyentuh wastafel, berulang kali Alexei terus memuntahkannya. Dadanya terasa panas, tenggorokannya terasa perih dan tubuhnya hampir rapuh tak berdaya setelah membuang semuanya.
Ada apa ini? mengapa tiba-tiba Alexei merasakan mual setelah menghirup aroma tubuh para pegawainya. Ia pun bingung, menekan-nekan perutnya sembari menyeka keringat yang telah muncul dari dalam kulit wajahnya.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" Assisten Harlan tampak cemas pula melihatnya
"Nggak apa-apa. pergilah," usir Alexei, kemudian membasuh wajahnya dengan air keran
"Lebih baik kita ke Rumah Sakit, Tuan. Anda pasti butuh obat untuk menghilangkan mual itu," saran Assisten Harlan
"Aku nggak suka dikit-dikit ke Rumah Sakit karna hal sepele ini. Nanti juga hilang dan paling cuma masuk angin," sanggah Alexei
"Hmmm, baiklah. saya permisi." pamitnya, langsung diangguki oleh Alexei
Alexei menatap lekat wajahnya yang terlihat lesu, memuntahkan segala yang mencekat sungguh menguras energinya. Membiarkan titik air diwajahnya terus menetes hingga mengering dengan sendirinya. Alexei menghembuskan napas berat, tubuhnya seketika lesu tak bertenaga.
"Huf!" gumamnya
Alexei meninggalkan ruang toilet setelah perasaannya mulai membaik. Melangkah menuju kotak p3k untuk mengambil minyak angin, jika saja keadaan darurat seperti ini terjadi. Dan ya, benar, ia pun membutuhkannya saat ini yang tengah mengalami mual.
Alexei merebahkan tubuhnya di kursi kebesaran, mulai menyalakan laptop sembari menyeruput air mineral dan coffe latte yang telah dipersiapkan sebelum kedatangannya oleh pihak pantri yang bertugas. Memang sudah menjadi peraturan untuk menyiapkan minuman sebelum orang nomor satu itu datang.
Disisi lain, Ayu tersenyum senang telah mendapat gaji pertamanya di kafe ini. nominalnya lumayan, setidaknya ia bisa menghidupi dirinya sendiri untuk sebulan ke depan dan seterusnya. Ayu melirik teman dekatnya, Sekar, yang juga memasang ekspresi sama sepertinya. Ayu pun harus bersiap mencari indekos baru dan tidak lagi menyusahkan keluarga Sekar.
"Ayo pulang, Yu! tapi--enaknya kita jajan dulu, beli bakso gitu, atau apalah." ajak Sekar, menggandeng tangannya
"Boleh juga tuh. kebetulan aku ngidam rujak, eh tapi-mana ada ya, malam-malam gini." Ayu terkekeh, merasa lucu dengan keinginannya
"Kamu udah kayak orang hamil aja, ngidam segala." seru Sekar, tergelak
Ayu yang mendengar kata hamil, seketika teringat akan kejadian dua minggu lalu.
Malam semakin larut, angin sepoi-sepoi berhembus kencang, seolah tanda akan turun hujan segera tiba. Seorang gadis bertubuh mungil cenderung pendek sedikit berisi, melangkahkan kakinya dengan cepat melihat cuaca malam tidak seperti biasanya. Ia seolah tengah berpacu kecepatan dengan awan yang kian menghitam menutupi langit biru tua dihiasi rembulan.Ayudia namanya, perempuan manis yang baru menginjak kepala dua ini baru saja menyelesaikan pekerjaannya di sebuah kafe, yang terletak di tengah ingar bingar Kota Malang, Jawa Timur."Yaaaach ... udah turun hujan, gimana ini?" gumam Ayudia, yang biasanya disapa AyuPerempuan malang dengan tubuh yang sudah basah ini lekas berlari terbirit-birit menuju jalan kediamannya yang tersisa beberapa meter lagi. Dengan berbekal tas selempang yang ia bawa, Ayu berinisiatif menahan tas diatas kepalanya alih-alih untuk berlindung dari hujaman air hujan nan semakin deras.Sorot cahaya lampu yang berasal dari headlamp mobil, m
Malam sudah hampir dinihari dan beberapa detik lagi akan berganti hari baru. Suasana diluar juga masih hujan deras tanpa reda sedikit pun. Meninggalkan hawa sejuk yang menyelusup masuk dari balik celah jendela kamar milik Ayu.Pergulatan panas masih berlangsung diatas singgasana surga, dilengkapi oleh suara erotis pelaku yang telah memenuhi ruangan. Ayu sudah merasa lelah untuk terus memberontak, kekuatannya yang hanya secuil tidak seberapa dengan kerasnya kekuatan lelaki ini. Hingga Ayu memutuskan untuk pasrah sembari menikmati rasa nikmat yang kian menjalar ke sanubarinya. Tidak dapat dielakkan, hasratnya turut menggebu setelah dua minggu lebih tidak pernah ia rasakan lagi aktivitas bercinta, setelah pengajuan perceraian dikabulkan oleh pengadilan sejak dua minggu yang lalu.Ya, Ayu adalah seorang janda muda diusia belia berumur dua puluh tahun. Sempat membina rumah tangga hanya seumur jagung, yaitu enam bulan lamanya. Ayu terpaksa menceraikan mantan suaminya tatkala
Tok tok tok!"Ayu!" teriak seseorang dari luar dengan diiringi ketukan pintu teramat keras. Ayu yang masih terpaku menatap selembar cek tersebut dibuat kaget oleh gertakan itu. Ayu menggigit bibirnya kuat-kuat tanpa ia sadari, Ia begitu yakin itu adalah ibu kost suruhan tetangga yang sudah mengasungnya untuk mengusir Ayu.Cepat-cepat Ayu mengenakan pakaian dan menyembunyikan cek dan surat tersebut ke dalam saku celananya. Kemudian ia melenggang pergi untuk menemui sang tamu yang terus saja mengetuk-ngetuk pintu. Terdengar bising sekali.CeklekBenar saja dugaannya, ibu kost dan para tetangga yang tadi memggosipinya telah berada di depan kediamannya dengan memasang wajah sinis, marah, jijik, semuanya terlihat bercampur menjadi satu.Seketika saja tubuh Ayu menegang, kedua lututnya terasa bergetar tak sanggup untuk menahan beban tubuh."Benar kata mereka kamu bawa laki-laki kemari, hm?" seloroh Ibu KostDengan jujur Ayu mengangguk, tida
Assisten Harlan terpelongo mendengarnya, untuk pertama kalinya ia mendengar pengakuan lelaki ini yang telah berbuat keji kepada wanita tidak dikenal. Melecehkannya, meninggalkannya dan kini lelaki itu semakin merasa bersalah karena wanita tersebut diusir dari kediamannya."Setidaknya anda udah ngasih seratus juta sama dia, Tuan. Pasti hidupnya lebih baik lagi menggunakan tembusan dari anda,""Hmmm ... mungkin sekarang dia lagi cari rumah yang baru." sambungnya"Huf! entahlah, aku hanya ingin meminta maaf secara langsung." ucap Alexei, mengenakan setelan pakaian formal berwarna navy"Kalau jodoh pasti ketemu, Tuan." Assisten Harlan menyemangatinya sembari tersenyum cengir kuda kepada lelaki setengah bule tersebut. Yang mana--langsung dilempar tatapan tajam kepada Harlan"Gila kau!" gerutunya menatap sengit"Hahahaha! sudahlah, putuskan saja Helena itu. untung saja ketahuan belangnya." Alexei terdiam mendengarnya. Ingin memutuskan hubungan mer
"Ah, maaf, Pak." Ayu kelimpungan, segera ia membersihkan pakaian pria tersebut. Bukannya bersih, noda cokelat semakin luas hingga membuat sang pemilik merasa geram."Sudah-sudah! nggak becus sekali!" gertaknya, Ayu mulai menegang melihat pemilik kafe datang untuk melerai. Meminta maaf atas keteledoran pegawainya. Ayu hanya bisa menunduk, apa lagi kini ia menjadi pusat perhatian banyak orang, termasuk dua bajingan yang tengah memerhatikannya. Kini apakah Ayu akan dipecat? tidak bisa dibayangkan jika hal itu terjadi. Dan beban yang ia pikul semakin bertambah besar."Lain kali pekerjakan orang yang berpengalaman, jangan kayak dia ini, Pak!" lelaki itu memojoki Ayu, menatap sengit kepadanya"Iya, Mas. saya mengerti, sekali lagi kami memohon maaf." ucap Boss"Maafkan saya juga, Pak." sekali lagi Ayu memohon"Hm!" dan pria itu melenggang pergi meninggalkannyaTerdengar helaan napas panjang yang berasal dari Boss disampingnya ini, ia menoleh menata
Assisten Harlan terpelongo mendengarnya, untuk pertama kalinya ia mendengar pengakuan lelaki ini yang telah berbuat keji kepada wanita tidak dikenal. Melecehkannya, meninggalkannya dan kini lelaki itu semakin merasa bersalah karena wanita tersebut diusir dari kediamannya."Setidaknya anda udah ngasih seratus juta sama dia, Tuan. Pasti hidupnya lebih baik lagi menggunakan tembusan dari anda,""Hmmm ... mungkin sekarang dia lagi cari rumah yang baru." sambungnya"Huf! entahlah, aku hanya ingin meminta maaf secara langsung." ucap Alexei, mengenakan setelan pakaian formal berwarna navy"Kalau jodoh pasti ketemu, Tuan." Assisten Harlan menyemangatinya sembari tersenyum cengir kuda kepada lelaki setengah bule tersebut. Yang mana--langsung dilempar tatapan tajam kepada Harlan"Gila kau!" gerutunya menatap sengit"Hahahaha! sudahlah, putuskan saja Helena itu. untung saja ketahuan belangnya." Alexei terdiam mendengarnya. Ingin memutuskan hubungan mer
Tok tok tok!"Ayu!" teriak seseorang dari luar dengan diiringi ketukan pintu teramat keras. Ayu yang masih terpaku menatap selembar cek tersebut dibuat kaget oleh gertakan itu. Ayu menggigit bibirnya kuat-kuat tanpa ia sadari, Ia begitu yakin itu adalah ibu kost suruhan tetangga yang sudah mengasungnya untuk mengusir Ayu.Cepat-cepat Ayu mengenakan pakaian dan menyembunyikan cek dan surat tersebut ke dalam saku celananya. Kemudian ia melenggang pergi untuk menemui sang tamu yang terus saja mengetuk-ngetuk pintu. Terdengar bising sekali.CeklekBenar saja dugaannya, ibu kost dan para tetangga yang tadi memggosipinya telah berada di depan kediamannya dengan memasang wajah sinis, marah, jijik, semuanya terlihat bercampur menjadi satu.Seketika saja tubuh Ayu menegang, kedua lututnya terasa bergetar tak sanggup untuk menahan beban tubuh."Benar kata mereka kamu bawa laki-laki kemari, hm?" seloroh Ibu KostDengan jujur Ayu mengangguk, tida
Malam sudah hampir dinihari dan beberapa detik lagi akan berganti hari baru. Suasana diluar juga masih hujan deras tanpa reda sedikit pun. Meninggalkan hawa sejuk yang menyelusup masuk dari balik celah jendela kamar milik Ayu.Pergulatan panas masih berlangsung diatas singgasana surga, dilengkapi oleh suara erotis pelaku yang telah memenuhi ruangan. Ayu sudah merasa lelah untuk terus memberontak, kekuatannya yang hanya secuil tidak seberapa dengan kerasnya kekuatan lelaki ini. Hingga Ayu memutuskan untuk pasrah sembari menikmati rasa nikmat yang kian menjalar ke sanubarinya. Tidak dapat dielakkan, hasratnya turut menggebu setelah dua minggu lebih tidak pernah ia rasakan lagi aktivitas bercinta, setelah pengajuan perceraian dikabulkan oleh pengadilan sejak dua minggu yang lalu.Ya, Ayu adalah seorang janda muda diusia belia berumur dua puluh tahun. Sempat membina rumah tangga hanya seumur jagung, yaitu enam bulan lamanya. Ayu terpaksa menceraikan mantan suaminya tatkala
Malam semakin larut, angin sepoi-sepoi berhembus kencang, seolah tanda akan turun hujan segera tiba. Seorang gadis bertubuh mungil cenderung pendek sedikit berisi, melangkahkan kakinya dengan cepat melihat cuaca malam tidak seperti biasanya. Ia seolah tengah berpacu kecepatan dengan awan yang kian menghitam menutupi langit biru tua dihiasi rembulan.Ayudia namanya, perempuan manis yang baru menginjak kepala dua ini baru saja menyelesaikan pekerjaannya di sebuah kafe, yang terletak di tengah ingar bingar Kota Malang, Jawa Timur."Yaaaach ... udah turun hujan, gimana ini?" gumam Ayudia, yang biasanya disapa AyuPerempuan malang dengan tubuh yang sudah basah ini lekas berlari terbirit-birit menuju jalan kediamannya yang tersisa beberapa meter lagi. Dengan berbekal tas selempang yang ia bawa, Ayu berinisiatif menahan tas diatas kepalanya alih-alih untuk berlindung dari hujaman air hujan nan semakin deras.Sorot cahaya lampu yang berasal dari headlamp mobil, m