“Layani aku!” bentak Dirga, seraya mendorong tubuh Saras ke ranjang, tubuh sintal itu pun terjatuh di ranjang hingga rok bawahnya tersingkap memperlihatkan daerah sensitif milik Saras. Dengan penuh nafsu Dirga melampiaskan hasratnya pada tubuh sintal itu dan kulit putih Saras, seperti biasa Saras melayani hasrat Dirga, walau kali ini Saras, sangat terpaksa memenuhi keingan Dirga. Malam panjang di lalui Dirga dan Saras, membuat Dirga puas, setelah terlampiaskan hasratnya, ia pergi meninggalkan Saras begitu saja di resort dengan meninggalkan sejumlah uang.Tepat pukul 6 pagi, Saras bergegas pergi ke rumah sakit, semalaman ia meninggalkan Adrian di sana yang menemani Monika. Sebelum berangkat ke kantor, Saras berniat melihat Monika, langkahnya di percepat begitu memasuki lorong rumah sakit yang masih sepi, dibukanya kamar tempat Monika dirawat, terlihat Adrian tertidur dengan tubuh duduk di kursi dan kepala bersandar di tempat tidur seraya tangannya memegangi tangan mungil Monika, melih
“Please, Papa,” mohon Monika, bulir bening itu pun luruh di pipinya.Adrian mengangguk tanda mengiyakan, dalam hatinya terasa teriris di kala melihat putri kandungnya harus memohon dengan derai air mata untuk bisa bersamanya. Di sisi lain, ia mengkhawatirkan pernikahannya dengan Clara. Bagaimana tanggapan Clara, jika tahu suaminya yang di anggap sempurna ternyata memiliki anak di luar nikah. Adrian menghela napas panjang, kemudian tersenyum pada Monika.“Papa, pergi dulu ya, nanti sore Papa akan ke sini lagi,” ujar Adrian, seraya mengenggam telapak tangan Monika.Monika hanya tersenyum dan mengangguk kecil, Adrian mengurai genggamannya dan pergi meninggalkan kamar.***Adrian sudah berada di proyek pembangunan hotel dan resort, yang berlokasi di atas perbukitan, panorama pemandangan yang luar biasa terlihat dari atas bukit, lautan biru yang membentang beberapa ratus meter di bawah menyisakan pemandangan yang memanjakan matanya, untuk sesaat Adrian, mengagumi keindahan alam dari sang p
Adrian terlihat gelisah waktu makan malam bersama Reka, dan kegelisahan itu terbaca oleh Reka.“Adrian, apa sih yang kamu pikirkan, dari tadi Mama merasakan ada sesuatu yang membebanimu?” tanya Reka, sambil menyuap makanan ke mulutnya.“Biasalah Mah, tentang pekerjaan,” sahut Adrian, sambil melirik jam tangan yang melingkar di tangannya, waktu menunjukkan jam 9 malam.“Mah, Adrian tinggal dulu, sebenarnya aku ada janjian sama teman,” ucap Adrian, lalu meneguk jus alpukat.“Baiklah, bersenang-senanglah,” balas Reka, seraya melempar senyum pada Adrian.Adrian bergegas menuju mobilnya, setelah itu melajukan mobilnya meninggalkan kafe. Karena merasa curiga akan sikap Adrian, diam-diam Reka mengikutinya dengan naik taksi. Beberapa menit kemudian Adrian memasuki Rumah Sakit Medika Internasional, dan itu membuat Reka kecewa.“Oh, ternyata pergi ke rumah sakit, tak kira pergi kencan dengan Saras,” gerutu Reka di dalam taksi yang ditumpanginya.“Pak, kita ke Exotic Hotel,” pinta Reka pada sop
Reka, mengamati foto Adrian dengan Monika, dalam benaknya terus berpikir mengenai gadis kecil, yang sakit kanker, sesekali Reka memegang keningnya memikirkan sesuatu. Lalu usai wawancara dan sesi foto dengan tabloit lokal, Reka segera menuju Rumah Sakit Medika Internasional. Sesampainya di sana, Reka langsung menuju kamar Monika, yang sebelumnya telah mendapat info dari orang suruhannya, dengan langkah kecil kakinya melangkah menuju kamar Monika, setelah menemukan kamar itu, Reka mengintip dari kaca pintu, terlihat Adrian duduk di samping gadis kecil, dan di sebelah tempat tidur pasien ada Saras. Rasa penasaran Reka, semakin membuncah, ingin rasanya ia membuka pintu dan menanyakan langsung pada Adrian, tapi Reka menahannya, percuma jika ia menanyakan hal itu pada Adrian, pastilah Adrian akan mengelaknya. Reka pun pergi meninggalkan rumah sakit dengan membawa beribu pertanyaan dalam hatinya.Hari menjelang malam, suasana di ballroom Hotel Exotic nampak ramai, tamu yang kebanyakan dari
Saras masih mengunci dirinya di dalam toilet kantor, di usapnya air matanya dengan tissu, baru kali ini Saras merasa jijik pada dirinya sendiri, lamunannya membuyar, ketika bunyi ponsel berdering nyaring, nama Adrian tertera di layar ponsel.“Hallo Adrian,” sapa Saras.“Saras bisakah kamu datang ke rumah sakit sekarang, kondisi Monika tidak baik,” jawab Adrian, terdengar suaranya begitu cemas.“Baiklah, aku segera ke sana,” sahut Saras dan langsung menutup ponsel dan bergegas keluar toilet dan memanggil taksi.Sesampainya di rumah sakit, terlihat Adrian, sedang berbicara dengan Dokter Renald. Saras pun masuk menemui Dokter Renald dan duduk di kursi sebelah Adrian.“Apa yang terjadi Dokter?” tanya Saras begitu mencemaskan putrinya.“Kondisi Monika memburuk, dan besok saya sudah ditugaskan di Rumah Sakit Medika Internasional yang ada di Jakarta, jadi saya sarankan Monika, dipindahkan di Medika Internasional Jakarta, di sana fasilitas pengobatan lebih lengkap dan yang terpenting, saya
“Saraswati, sekretaris Pak Dirga dari Exotic Hotel,” celetuk Baskoro, terlihat heran melihat wanita yang mengenakan baju santai berdiri di depannya.“Iya Pak Baskoro, tapi saya sudah tidak di Exotic Hotel, saya resign dari sana,” jelas Saras.“Kenapa?” tanya Baskoro.“Saya pindah di Jakarta, karena sekalian mengantar putriku untuk berobat di Medika Internasional Jakarta,” jelas Saras lagi.“Adrian, apa kamu tahu soal ini?” pertanyaan Baskoro beralih pada Adrian, yang tampak gugup.“Aku tidak tahu, Pa, itu masalah pribadi Saras, aku tidak ingin ikut campur,” jawab Adrian, seraya menuju ruang makan, meninggalkan semuanya yang masih berkumpul di ruang keluarga.“Kenalkan saya Clara, istri Adrian, dan ini Jose anak kami,” sela Clara, memperkenalkan dirinya pada Saras.“Saya Nilam, ibu Clara,” tukas Nilam seraya menjabat tangan Saras dan tersenyum ramah.“Saras, mari kita makan malam bersama, hari ini adalah hari ulang tahun suamiku,” ajak Clara seraya mengajak Saras ke ruang makan.Semuan
Dengan langkah gontai, Adrian menuju ruangannya, ia duduk di kursi kerjanya, banyak hal yang ia pikirkan, terutama tentang Monika, hingga ia mengabaikan pekerjaannya. Belum lagi, ia harus bermain petak umpet dengan Clara.Ting!...suara chat masuk dari ponsel Adrian, chat dari Clara.{Sayang, nanti malam aku tunggu kamu, di kafe pelangi, pukul 8}Lalu Adrian membalas isi chat dari Clara.{Oke sayang, aku akan datang}Setelah membalas isi chat dari Clara, Adrian menutup ponselnya dan menaruhnya di atas meja kerja, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara itu, di tempat berbeda, di sebuah kafe yang beberapa waktu ini menjadi tempat pertemuan antara Reka dan Bramastio, terlihat keduanya duduk di salah satu sudut kafe di atas rooftop, senyum mengembang di wajah keduanya.“Tidak kusangka, Adrian mempunyai seorang anak,” ujar Bram, sambil menggeleng-ngelengkan kepala.“Aku senang mempunyai cucu kandung. Dan ini bisa kamu jadikan alat untuk merebut kembali Clara,” timpal Reka, seraya m
“Kapan-kapan, bolehkah aku menjengguk Monika,” pinta Clara.“Maaf, Bu Clara, saat ini Monika berada di ruangan ICU, di isolasi, karena beberapa hari ini dia akan menjalani operasi donor sumsum tulang belakang,” jelas Saras.“Kasihan sekali Monika, kamu yang kuat Saras,” ucap Clara seraya menepuk pelan bahu Saras, memberi semangat.Keduanya keluar dari lift, begitu sampai di lantai 10, setelah itu mereka memasuki apartemen masing-masing.Clara kembali ke kamar dan menaruh kunci mobil Adrian, di tempat semula, ditatapnya wajah pria, yang menjadi suaminya hampir satu tahun itu. Ada rasa curiga, yang menelisik hatinya, bahwa Adrian, menyembunyikan sesuatu yang besar darinya, perlahan dia merebahkan tubuhnya, kembali di tempat tidur dan mencoba memejamkan netranya.Pagi hari menyapa, waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, Adrian terlihat sudah menyantap sepiring roti bakar dan meminum teh hangat. Ia ingin sekali membangunkan Clara yang masih terlelap tidur, Adrian merasa bersalah dan belum me