Reka, mengamati foto Adrian dengan Monika, dalam benaknya terus berpikir mengenai gadis kecil, yang sakit kanker, sesekali Reka memegang keningnya memikirkan sesuatu. Lalu usai wawancara dan sesi foto dengan tabloit lokal, Reka segera menuju Rumah Sakit Medika Internasional. Sesampainya di sana, Reka langsung menuju kamar Monika, yang sebelumnya telah mendapat info dari orang suruhannya, dengan langkah kecil kakinya melangkah menuju kamar Monika, setelah menemukan kamar itu, Reka mengintip dari kaca pintu, terlihat Adrian duduk di samping gadis kecil, dan di sebelah tempat tidur pasien ada Saras. Rasa penasaran Reka, semakin membuncah, ingin rasanya ia membuka pintu dan menanyakan langsung pada Adrian, tapi Reka menahannya, percuma jika ia menanyakan hal itu pada Adrian, pastilah Adrian akan mengelaknya. Reka pun pergi meninggalkan rumah sakit dengan membawa beribu pertanyaan dalam hatinya.Hari menjelang malam, suasana di ballroom Hotel Exotic nampak ramai, tamu yang kebanyakan dari
Saras masih mengunci dirinya di dalam toilet kantor, di usapnya air matanya dengan tissu, baru kali ini Saras merasa jijik pada dirinya sendiri, lamunannya membuyar, ketika bunyi ponsel berdering nyaring, nama Adrian tertera di layar ponsel.“Hallo Adrian,” sapa Saras.“Saras bisakah kamu datang ke rumah sakit sekarang, kondisi Monika tidak baik,” jawab Adrian, terdengar suaranya begitu cemas.“Baiklah, aku segera ke sana,” sahut Saras dan langsung menutup ponsel dan bergegas keluar toilet dan memanggil taksi.Sesampainya di rumah sakit, terlihat Adrian, sedang berbicara dengan Dokter Renald. Saras pun masuk menemui Dokter Renald dan duduk di kursi sebelah Adrian.“Apa yang terjadi Dokter?” tanya Saras begitu mencemaskan putrinya.“Kondisi Monika memburuk, dan besok saya sudah ditugaskan di Rumah Sakit Medika Internasional yang ada di Jakarta, jadi saya sarankan Monika, dipindahkan di Medika Internasional Jakarta, di sana fasilitas pengobatan lebih lengkap dan yang terpenting, saya
“Saraswati, sekretaris Pak Dirga dari Exotic Hotel,” celetuk Baskoro, terlihat heran melihat wanita yang mengenakan baju santai berdiri di depannya.“Iya Pak Baskoro, tapi saya sudah tidak di Exotic Hotel, saya resign dari sana,” jelas Saras.“Kenapa?” tanya Baskoro.“Saya pindah di Jakarta, karena sekalian mengantar putriku untuk berobat di Medika Internasional Jakarta,” jelas Saras lagi.“Adrian, apa kamu tahu soal ini?” pertanyaan Baskoro beralih pada Adrian, yang tampak gugup.“Aku tidak tahu, Pa, itu masalah pribadi Saras, aku tidak ingin ikut campur,” jawab Adrian, seraya menuju ruang makan, meninggalkan semuanya yang masih berkumpul di ruang keluarga.“Kenalkan saya Clara, istri Adrian, dan ini Jose anak kami,” sela Clara, memperkenalkan dirinya pada Saras.“Saya Nilam, ibu Clara,” tukas Nilam seraya menjabat tangan Saras dan tersenyum ramah.“Saras, mari kita makan malam bersama, hari ini adalah hari ulang tahun suamiku,” ajak Clara seraya mengajak Saras ke ruang makan.Semuan
Dengan langkah gontai, Adrian menuju ruangannya, ia duduk di kursi kerjanya, banyak hal yang ia pikirkan, terutama tentang Monika, hingga ia mengabaikan pekerjaannya. Belum lagi, ia harus bermain petak umpet dengan Clara.Ting!...suara chat masuk dari ponsel Adrian, chat dari Clara.{Sayang, nanti malam aku tunggu kamu, di kafe pelangi, pukul 8}Lalu Adrian membalas isi chat dari Clara.{Oke sayang, aku akan datang}Setelah membalas isi chat dari Clara, Adrian menutup ponselnya dan menaruhnya di atas meja kerja, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.Sementara itu, di tempat berbeda, di sebuah kafe yang beberapa waktu ini menjadi tempat pertemuan antara Reka dan Bramastio, terlihat keduanya duduk di salah satu sudut kafe di atas rooftop, senyum mengembang di wajah keduanya.“Tidak kusangka, Adrian mempunyai seorang anak,” ujar Bram, sambil menggeleng-ngelengkan kepala.“Aku senang mempunyai cucu kandung. Dan ini bisa kamu jadikan alat untuk merebut kembali Clara,” timpal Reka, seraya m
“Kapan-kapan, bolehkah aku menjengguk Monika,” pinta Clara.“Maaf, Bu Clara, saat ini Monika berada di ruangan ICU, di isolasi, karena beberapa hari ini dia akan menjalani operasi donor sumsum tulang belakang,” jelas Saras.“Kasihan sekali Monika, kamu yang kuat Saras,” ucap Clara seraya menepuk pelan bahu Saras, memberi semangat.Keduanya keluar dari lift, begitu sampai di lantai 10, setelah itu mereka memasuki apartemen masing-masing.Clara kembali ke kamar dan menaruh kunci mobil Adrian, di tempat semula, ditatapnya wajah pria, yang menjadi suaminya hampir satu tahun itu. Ada rasa curiga, yang menelisik hatinya, bahwa Adrian, menyembunyikan sesuatu yang besar darinya, perlahan dia merebahkan tubuhnya, kembali di tempat tidur dan mencoba memejamkan netranya.Pagi hari menyapa, waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, Adrian terlihat sudah menyantap sepiring roti bakar dan meminum teh hangat. Ia ingin sekali membangunkan Clara yang masih terlelap tidur, Adrian merasa bersalah dan belum me
Tepat tengah hari, Clara sampai di perkebunan, setelah makan siang dan mengantarkan Jose dan Tini, ia dan Hanggoro menuju kantor Agro Darma, sesampainya di sana, Clara langsung menemui Bramastio dan beberapa staff untuk meeting mengenai kontrak kerja sama dengan Rama Swalayan. Selama kurang dari dua jam rapat dilaksanakan. Bram sesekali mencuri pandang Clara yang duduk di depannya, jantungnya masih saja bedesir, ketika menatap wanita cantik yang mengenakan blose warna hijau, dengan blazer hitam, dan rok sebatas lutut, sungguh penampilan yang sempurna di mata Bramastio, dan membuatnya semakin tidak bisa menjauh dari wanita yang pernah mengisi hari-harinya dengan cinta.“Clara,” panggil Bram, ketika Clara akan meninggalkan ruang rapat. Panggilan Bram, membuat Clara menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Bram.“Ada apa?” tanya Clara, seraya menoleh ke arah Bram dengan tatapan datar.“Selama di Bandung, bolehkan setiap hari aku menemui Jose,” pinta Bram.“Jose, anakmu, kamu boleh men
Clara membanting ponselnya di tempat tidur, ia kesal dengan Adrian. Sejak kemarin, ponsel Adrian tidak bisa dihubungi, bahkan Adrian belum mengabari menginap di hotel mana, selama berada di Singapura, rasa khawatir bercampur marah mendera di dada Clara, apalagi kata-kata Baskoro kemarin yang menilai bahwa Adrian, sedang ada masalah atau ada sesuatu yang disembunyikan, membuat Clara semakin gelisah dan bertanya-tanya, ada apa dengan suaminya yang tiba-tiba berubah. Clara beranjak dari kamarnya, lalu menemui Hanggoro yang saat itu sedang bersantai dengan Ki Darma, di halaman samping rumah.“Ayah, apa Adrian pernah bercerita, jika dia ada masalah akhir-akhir ini?” tanya Clara seraya duduk bergabung di sebuah gazebo.“Ayah, akhir-akhir ini jarang bertemu dengan Adrian,” sahut Hanggoro.“Memangnya, kenapa Adrian?” tanya Ki Darma.“Ini Kek, akhir-akhir ini ada yang aneh dengan Adrian, Clara sendiri merasakan, jika Adrian sedang menyembunyikan sesuatu, dan Papa Bas juga merasa begitu, karena
Sekitar 60 menit, sampailah Bram dan Clara di parkiran Rumah Sakit Medika Internasional, waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Clara menghela napas panjang, sebelum keluar dari mobil, jantungnya berdetak lebih cepat.“Clara, aku akan menunggumu di loby rumah sakit, jika kamu perlu bantuanku kamu telepon saja,” pinta Bram.Clara tersenyum kecil pada Bram, dan berucap, ”Terima kasih, kamu bisa pulang sekarang.”“Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu, aku tahu kamu ada masalah, jadi aku akan menunggumu di sini, sampai aku memastikan, jika kamu baik–baik saja,” balas Bram.Clara kembali tersenyum kecil, terlihat jelas ada rasa cemas yang menggantung di matanya. ”Terima kasih Bram,” ucap Clara, sembari memegang telapak tangan Bram, dan setelah itu beranjak menuju resepsionis rumah sakit.“Maaf, saya mau bertanya, apakah ada pasien yang bernama Adrian Putra Baskoro?” tanya Clara, pada seorang wanita berpakaian kemeja batik.“Sebentar ya Bu,” jawab resepsionis.Terlihat resepsionis fokus pada komp