Setelah mendengarkan perkataan Elbert, mata Briella berbinar senang. Dia menahan kegembiraan di dalam hatinya dan berkata dengan suara yang mantap, "Bawa aku menemui anak itu sekarang juga.""Ya." Elbert menyipitkan matanya dan menatap cek dua puluh miliar di tangan Briella. "Berikan dulu uangnya."Briella menenangkan diri, menyipitkan matanya untuk mengamati pria di hadapannya.Jelas sekali kalau Elbert sangat terburu-buru meminta uang di tangannya. Hubungannya dengan Davira terkuak, mungkin dia ingin melarikan diri.Namun, makin cemas Elbert, Briella makin harus bersikap tenang agar tidak mudah tertipu."Bagaimana kalau aku memberimu uang ini, tapi kamu nggak memberitahuku kebenarannya? Aku harus melihat anak itu dan memastikannya sebelum memberikan uang ini kepadamu."Elbert agak kesal. "Valerio memberimu dua puluh miliar ini dengan sangat mudah, tapi kamu sangat pelit. Kamu takut kalau aku menipumu?"Briella mengangkat dagunya, lalu menjawab, "Aku memang takut kamu akan menipuku. E
"Renata itu Briella. Dia belum mati!""Sudah kuduga! Aku memang sudah menduganya!" Davira kembali menggerutu, "Wanita jalang itu sudah menipu kita habis-habisan!""Kalau kamu ingin menyimpan rahasiamu, kirimkan uangnya padaku sekarang juga. Aku mau seratus miliar. Setelah kamu memberikannya padaku, aku pastikan aku akan menghilang dari Kota Tamar bersama anak kita. Rahasiamu akan tetap menjadi rahasia selamanya tanpa diketahui oleh siapa pun.""Seratus miliar!" seru Davira dengan tajam. "Dari mana aku bisa dapat uang sebanyak itu?""Kamu sudah menjadi istri Valerio selama bertahun-tahun. Nggak mungkin kamu nggak bisa dapat uang ini. Bagi Keluarga Regulus, uang seratus miliar hanyalah secuil kuku. Kalau kamu nggak bisa memberikannya kepadaku, aku akan minta sama Briella.""Tunggu! Aku akan mengusahakan uang itu untukmu. Tapi, kamu nggak boleh memberi tahu siapa pun kalau Queena bukan anakku. Setelah dapat uangnya, kamu harus menghilang dari Kota Tamar!""Jangan khawatir. Setelah dapat u
Rieta menunduk dan menatap wajah Davira. "Briella memang harus disingkirkan, tapi apa gunanya aku mempertahankanmu! Kamu bodoh dan hanya akan menghambat rencanaku saja! Lebih baik minta Valerio buat menceraikanmu!"Davira berhenti menangis dan menatap Rieta dengan wajah ngeri. "Bu Rieta, kamu nggak mungkin setega itu membuangku. Aku sudah hidup bersamamu selama empat tahun! Jelas-jelas aku sangat setia kepadamu!"Rieta tersenyum sinis, lalu menendang Davira menjauh. "Sudah! Jangan membuat masalah di sini! Aku akan bertemu dengan Briella. Aku ingin melihat seperti apa wanita yang kembali dari kematian itu. Empat tahun nggak bertemu, ternyata dia jauh lebih pintar dari yang aku kira.""Bu Rieta mau bertemu Briella?" Davira bertanya dengan mata berkaca-kaca, bahkan terselip kesan suram dalam sorot matanya."Davira, aku nggak akan memberimu uang yang kamu minta. Pernikahanmu sama Valerio nggak bisa dipertahankan karena ketidakmampuanmu. Bagiku, sekarang kamu hanya pion yang nggak berguna.
"Kamu mau ke mana?""Minta uang sama kakak buat menutup mulut Elbert."Rieta mengambil mangkuk dan mengaduk sup di dalamnya, lalu memakannya. Dia memakan sesendok demi sesendok, sambil menatap Davira dengan tatapan sinis."Aku nggak sangka kamu sangat licik sampai mencuri anak orang lain. Waktu itu aku sudah membantumu, tapi kamu yang nggak memanfaatkan kesempatan dengan baik. Aku memasukkan sesuatu ke dalam teh Rio dan membuat kalian masuk ke kamar yang sama. Tapi, dia bahkan nggak menyentuhmu?"Senyum pahit yang terlihat menyedihkan muncul di wajah Davira.Ya. Valerio menahan rasa tidak nyaman dan menyiksa yang dia rasakan karena tidak ingin melakukannya dengan Davira. Bahkan saat Davira mendekat, Valerio menendangnya, membuat Davira tidak bisa mendekat barang sedikit pun. Hal ini membuat Davira merasa frustrasi.Rieta menghabiskan semangkuk supnya dan menarik napas panjang dan dalam. Dia menyentuh liontin mutiara seharga miliaran di telinganya, lalu beranjak."Sudah, aku nggak mau b
Elbert masih belum menerima pesan balasan dari Davira, yang membuatnya makin panik.Briella menyadari kepanikan pria yang duduk di depannya. Seketika, bibirnya menyunggingkan senyuman cantik."Davira nggak balas pesanmu?"Elbert menyimpan ponselnya, mendongak dan menatap Briella. "Nggak perlu buru-buru. Aku minta seratus miliar, jadi nggak mungkin bisa terkumpul dengan cepat."Briella duduk di kursinya sambil bersedekap, menatap pria di depannya depan santai.Wajah Elbert saat ini terlihat tidak tenang dan cemas."Kalau tebakanku nggak salah, anak laki-laki yang ada di rumahmu itu harusnya anakmu dan Davira. Sebenarnya kamu punya perasaan yang nyata kepada Davira. Kamu meminta uang dan memilih untuk melarikan diri karena kamu ingin mengorbankan dirimu untuk keutuhan pernikahan Davira. Jadi, sekarang kamu ragu apakah akan memberitahuku kebenarannya atau nggak."Ada kelegaan dalam ekspresi wajah Elbert setelah mendengar ini. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, sedikit frustrasi
"Datang saja ke ruang pribadi kedua di sebelah kiri.""Ya."Satu menit kemudian, Rieta muncul di depan Briella.Kedua wanita itu saling memandang dan menyiratkan kilat permusuhan yang kental.Briella mungkin bisa menebak alasannya. Rieta sangat ingin menemuinya, mungkin karena sudah menduga kalau Renata adalah Briella. Namun, ini hanya sampai pada titik ini saja. Tidak masalah kalau identitas Renata terkuak begitu saja.Karena Briella tidak mengatakan apa-apa, jadi Rieta lah yang berbicara terlebih dahulu dengan tatapan tajam. "Briella, lama nggak bertemu."Reaksi Rieta yang seperti ini sudah diduga oleh Briella. Jadi, dia masih bisa bersikap tenang."Karena kamu sudah tahu semuanya, aku nggak perlu terus berpura-pura lagi. Bu Rieta, jangan buat masalah yang nggak perlu.""Jangan buat masalah yang nggak perlu? Kalau aku melihatmu, rasanya aku bisa kena serangan jantung." Rieta melanjutkan, "Sejak awal, siapa yang ingin kamu bohongi sampai berpura-pura seperti itu? Karena kamu sudah kem
Pria itu melonggarkan dasinya dan menjatuhkan berkas di tangannya ke atas meja.Briella mengeluarkan cek dua puluh miliar dari dalam tasnya, lalu meletakkannya di atas meja kerja Valerio."Pak Valerio, ini uang dua puluh miliar. Aku harap Pak Valerio bisa membantuku mencari tahu keberadaan anakku."Nada bicara Briella terdengar memelas. Dia tidak akan bersikap seperti ini kepada Valerio kalau masih punya pilihan lain.Dua orang yang berniat untuk melupakan masa lalu, kini dipertemukan kembali oleh anak mereka. Briella berpikir kalau hal itu mungkin akan menjadi gangguan bagi mereka berdua.Mata Valerio melirik cek tersebut, lalu tatapannya beralih ke wajah Briella. Nada bicara Briella terdengar asing, seakan dia tidak punya hubungan apa pun dengan Valerio."Kamu menggunakan uangku sebagai imbalan permintaan tolong untuk membantumu menemukan anakmu?"Briella mengangguk tanpa ragu, "Ya."Pria itu tidak berdaya dan tersenyum tipis. "Elbert bilang apa saja?""Dia bilang kalau anakku masih
Nada bicara Valerio tenang. Dia meletakkan jarinya di depan mulut sebagai isyarat tenang. "Briella, aku tahu kamu peduli sama anak itu. Tapi, kita saja belum menemukannya. Kita bicarakan lagi masalah itu nanti."Briella mengepalkan tangannya erat-erat. Apa pun yang terjadi, dia tidak akan menyerah atas hak asuh anak itu. Anak itu harus tetap berada di sisinya.Valerio mengangkat pandangannya dan menyadari kalau tangan Briella terkepal erat. Seketika, senyum tipis terlihat di sudut mulutnya."Bukannya kamu mau tunangan sama pria lain? Mana mungkin aku membiarkanmu membuat anakku punya ayah tiri. Kamu bisa punya anak lagi, tapi aku nggak akan bisa punya anak lagi."Briella memutar matanya jengah. "Kamu nggak merasa bersalah bilang seperti itu? Kamu sudah punya satu putra dan satu putri, tapi masih berebut anak denganku?"Valerio melihat kekhawatiran di mata Briella, gurat senyum tipis tersembunyi di antara kedua matanya."Apa maksudnya berebut anak denganmu? Kalau nggak membesarkan anak,