"Aku ... nggak tahu. Briella melahirkan dan aku juga melahirkan. Mana mungkin kejadian itu ada hubungannya denganku?""Davira, biasanya aku selalu memaklumi apa yang kamu lakukan. Tapi kalau masalah ini, lebih baik kamu nggak berbohong padaku."Mata Davira diselimuti kepanikan. Tiba-tiba, matanya berkedip, seolah-olah menyadari akan sesuatu. Dia pun meraih lengan Klinton."Kak, jangan bilang kalau Renata itu Briella? Jangan bohong padaku! Apa dia bilang sesuatu padamu!"Davira mengguncang lengan Klinton, sangat menuntut jawaban dari pria itu. "Jawab, apa Renata itu Briella? Apa kamu menyembunyikan fakta itu dariku?"Klinton menepis tangan Davira dan berkata dengan marah, "Tenang, aku lagi bawa mobil!"Tubuh Davira jatuh lemah di kursi mobil dan berkata dengan napas terengah-engah, "Aku mengerti. Renata itu Briella. Dia datang karena ingin membalas dendam padaku. Kak, kamu ingin dia menghabisiku, ya?"Klinton mengerutkan kening. "Kalau kamu nggak melakukan sesuatu yang buruk, dia nggak
Rieta menghela napas dalam, merasa kalau apa yang dikatakan Davira memang tidak salah. Kalau masalah Briella tidak diselesaikan sampai tuntas, cepat atau lambat dia tidak akan bisa bertahan di Keluarga Regulus.Dia beranjak, menunduk dan menatap Davira dengan remeh. "Apa kau punya kontak Renata? Aku mau menemuinya dan memeriksanya sendiri."Davira langsung mengeluarkan ponselnya. "Ya, akan langsung aku kirimkan. Aku yakin masalah ini akan cepat selesai kalau Bu Rieta turun tangan."Davira berkata sambil mengirimkan kontak Renata kepada Rieta.Rieta menguap dan berjalan ke kamar. "Sudah malam, istirahat dulu saja. Hanya seorang Briella, nggak ada yang perlu ditakutkan."Davira merasa lega saat mendengar ucapan Rieta, lalu melangkah ke kamarnya....Hari sudah larut. Setelah mengatur keperluan Erna, Briella pun kembali ke kamarnya.Dia mengeluarkan laptop, membuka email dan mengirim email ke alamat email anonim."Halo, Elbert. Aku sudah tahu identitasmu. Aku juga tahu di mana kamu tingga
Briella menutup telepon, menjadi sedikit bersemangat saat kebenaran mulai terkuak. Dia sangat menantikan apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Namun, dia juga khawatir tidak akan mampu mengatasinya.Cepat atau lambat, dendam akan terbalaskan dan mereka yang terlibat akan mendapatkan balasannya.Malam itu, Briella tidak bisa tidur nyenyak. Keesokan paginya, dia dihubungi oleh Siska, yang datang secara khusus untuk mengantarkan cek kepada Briella."Pagi tadi, Pak Valerio memintaku pergi ke bagian keuangan buat minta cek sebesar dua puluh miliar dan memberikannya kepadamu. Nona Renata, Pak Valerio juga tanya, apakah jumlah ini sudah cukup?."Briella memindai jumlah yang tertera di cek tersebut dan menyimpannya."Sudah cukup, Siska. Ucapkan terima kasihku pada Pak Valerio. Katakan padanya kalau aku akan melakukannya dengan baik.""Baiklah. Ceknya sudah aku berikan. Nanti aku masih ada rapat, jadi aku akan pergi dulu karena harus kembali ke kantor.""Ya."Briella menutup pintu dan membawa c
Setelah mendengarkan perkataan Elbert, mata Briella berbinar senang. Dia menahan kegembiraan di dalam hatinya dan berkata dengan suara yang mantap, "Bawa aku menemui anak itu sekarang juga.""Ya." Elbert menyipitkan matanya dan menatap cek dua puluh miliar di tangan Briella. "Berikan dulu uangnya."Briella menenangkan diri, menyipitkan matanya untuk mengamati pria di hadapannya.Jelas sekali kalau Elbert sangat terburu-buru meminta uang di tangannya. Hubungannya dengan Davira terkuak, mungkin dia ingin melarikan diri.Namun, makin cemas Elbert, Briella makin harus bersikap tenang agar tidak mudah tertipu."Bagaimana kalau aku memberimu uang ini, tapi kamu nggak memberitahuku kebenarannya? Aku harus melihat anak itu dan memastikannya sebelum memberikan uang ini kepadamu."Elbert agak kesal. "Valerio memberimu dua puluh miliar ini dengan sangat mudah, tapi kamu sangat pelit. Kamu takut kalau aku menipumu?"Briella mengangkat dagunya, lalu menjawab, "Aku memang takut kamu akan menipuku. E
"Renata itu Briella. Dia belum mati!""Sudah kuduga! Aku memang sudah menduganya!" Davira kembali menggerutu, "Wanita jalang itu sudah menipu kita habis-habisan!""Kalau kamu ingin menyimpan rahasiamu, kirimkan uangnya padaku sekarang juga. Aku mau seratus miliar. Setelah kamu memberikannya padaku, aku pastikan aku akan menghilang dari Kota Tamar bersama anak kita. Rahasiamu akan tetap menjadi rahasia selamanya tanpa diketahui oleh siapa pun.""Seratus miliar!" seru Davira dengan tajam. "Dari mana aku bisa dapat uang sebanyak itu?""Kamu sudah menjadi istri Valerio selama bertahun-tahun. Nggak mungkin kamu nggak bisa dapat uang ini. Bagi Keluarga Regulus, uang seratus miliar hanyalah secuil kuku. Kalau kamu nggak bisa memberikannya kepadaku, aku akan minta sama Briella.""Tunggu! Aku akan mengusahakan uang itu untukmu. Tapi, kamu nggak boleh memberi tahu siapa pun kalau Queena bukan anakku. Setelah dapat uangnya, kamu harus menghilang dari Kota Tamar!""Jangan khawatir. Setelah dapat u
Rieta menunduk dan menatap wajah Davira. "Briella memang harus disingkirkan, tapi apa gunanya aku mempertahankanmu! Kamu bodoh dan hanya akan menghambat rencanaku saja! Lebih baik minta Valerio buat menceraikanmu!"Davira berhenti menangis dan menatap Rieta dengan wajah ngeri. "Bu Rieta, kamu nggak mungkin setega itu membuangku. Aku sudah hidup bersamamu selama empat tahun! Jelas-jelas aku sangat setia kepadamu!"Rieta tersenyum sinis, lalu menendang Davira menjauh. "Sudah! Jangan membuat masalah di sini! Aku akan bertemu dengan Briella. Aku ingin melihat seperti apa wanita yang kembali dari kematian itu. Empat tahun nggak bertemu, ternyata dia jauh lebih pintar dari yang aku kira.""Bu Rieta mau bertemu Briella?" Davira bertanya dengan mata berkaca-kaca, bahkan terselip kesan suram dalam sorot matanya."Davira, aku nggak akan memberimu uang yang kamu minta. Pernikahanmu sama Valerio nggak bisa dipertahankan karena ketidakmampuanmu. Bagiku, sekarang kamu hanya pion yang nggak berguna.
"Kamu mau ke mana?""Minta uang sama kakak buat menutup mulut Elbert."Rieta mengambil mangkuk dan mengaduk sup di dalamnya, lalu memakannya. Dia memakan sesendok demi sesendok, sambil menatap Davira dengan tatapan sinis."Aku nggak sangka kamu sangat licik sampai mencuri anak orang lain. Waktu itu aku sudah membantumu, tapi kamu yang nggak memanfaatkan kesempatan dengan baik. Aku memasukkan sesuatu ke dalam teh Rio dan membuat kalian masuk ke kamar yang sama. Tapi, dia bahkan nggak menyentuhmu?"Senyum pahit yang terlihat menyedihkan muncul di wajah Davira.Ya. Valerio menahan rasa tidak nyaman dan menyiksa yang dia rasakan karena tidak ingin melakukannya dengan Davira. Bahkan saat Davira mendekat, Valerio menendangnya, membuat Davira tidak bisa mendekat barang sedikit pun. Hal ini membuat Davira merasa frustrasi.Rieta menghabiskan semangkuk supnya dan menarik napas panjang dan dalam. Dia menyentuh liontin mutiara seharga miliaran di telinganya, lalu beranjak."Sudah, aku nggak mau b
Elbert masih belum menerima pesan balasan dari Davira, yang membuatnya makin panik.Briella menyadari kepanikan pria yang duduk di depannya. Seketika, bibirnya menyunggingkan senyuman cantik."Davira nggak balas pesanmu?"Elbert menyimpan ponselnya, mendongak dan menatap Briella. "Nggak perlu buru-buru. Aku minta seratus miliar, jadi nggak mungkin bisa terkumpul dengan cepat."Briella duduk di kursinya sambil bersedekap, menatap pria di depannya depan santai.Wajah Elbert saat ini terlihat tidak tenang dan cemas."Kalau tebakanku nggak salah, anak laki-laki yang ada di rumahmu itu harusnya anakmu dan Davira. Sebenarnya kamu punya perasaan yang nyata kepada Davira. Kamu meminta uang dan memilih untuk melarikan diri karena kamu ingin mengorbankan dirimu untuk keutuhan pernikahan Davira. Jadi, sekarang kamu ragu apakah akan memberitahuku kebenarannya atau nggak."Ada kelegaan dalam ekspresi wajah Elbert setelah mendengar ini. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, sedikit frustrasi