Di dalam toilet, kedua wanita itu masih bertengkar. Tiba-tiba, terdengar ketukan tajam di depan pintu.Suara Klinton terdengar, "Renata, Davira, apa yang kalian lakukan di dalam?"Briella dan Davira berhenti bertengkar dan melihat ke arah pintu.Briella melepaskan cengkeramannya di leher Davira dan mendorongnya ke belakang dengan gerakan santai.Davira tersandung ke belakang, hingga bagian belakang kepalanya membentur dinding yang dingin dan keras. Saat menyentuhnya dengan tangan, ternyata kepalanya berdarah.Briella mencuci tangannya dan merapikan lipstiknya. Dia melirik Davira dengan tatapan dingin. Saat ini, di dalam hatinya ada semacam perasaan lega saat melihat penampilan menyedihkan Davira.Dia merapikan lipatan-lipatan di gaunnya, lalu membuka pintu yang tidak terkunci. Setelah pintu terbuka, Briella melihat wajah Klinton di depan pintu."Kenapa kalian lama sekali? Apa yang terjadi?""Aku baik-baik saja. Kamu seharusnya mengkhawatirkan adikmu."Briella berkata dengan tenang, ber
Briella menanggapi kekhawatiran Resti dengan santai dan menjawab dengan tenang."Nggak apa-apa, Tante. Kalau kalian mengkhawatirkan putri kalian, silahkan saja memeriksanya. Ibu juga sudah lelah karena menempuh penerbangan yang panjang. Setelah menemani Ibu makan, kami akan kembali untuk beristirahat."Klinton berkata dengan suara pelan sambil mengisi piring Briella dengan makanan."Kamu adalah bintang utama acara malam ini. Kedua keluarga kita ada di sini untuk membahas pertunangan.""Aku masih belum siap." Briella berbisik di telinga Klinton, "Ada beberapa hal yang belum aku pastikan."Tangan Klinton yang sedang menyantap makanannya berhenti sejenak, lalu melirik Briella. "Sebaiknya kamu nurut atau kamu yang akan dirugikan sendiri nantinya."Mendengar ini, Briella sedikit, merasa tidak terima dengan sikap Klinton yang memaksa."Aku nggak punya niat tunangan denganmu secepat ini. Kenapa kamu masih nggak ngerti?""Makanlah dulu." Klinton mengambilkan lebih banyak makanan ke dalam pirin
Erna ikut menoleh, lalu bertanya pada Briella, "Briella, siapa pria itu? Apa kamu mengenalnya?"Briella memberikan kartu lift dan kunci kamar kepada Erna. "Ibu turun dulu dan tunggu aku di rumah."Erna mengambil barang-barangnya dan membuka pintu mobil untuk keluar. Dia bertatapan dengan Valerio sambil sedikit bertanya-tanya di dalam hati.Dia benar-benar tidak menyangka kalau kemampuan gadis yang dia pungut dari hutan sangat hebat. Para pria yang mendekatinya lebih tampan dari pria lain. Bukan hanya tampan, tetapi juga terlihat seperti orang kaya.Tatapan tajam Valerio tertuju pada sosok Erna, yang diwarnai dengan rasa penasaran."Apa hubunganmu dengan dia?" Saat pertanyaan pria itu terlontar, terdengar seperti nada bicara seorang pria yang punya jabatan tinggi. Nadanya seperti yang biasa dia gunakan saat berbicara dengan bawahannya."Dia ibuku." Briella turun dari mobil dan menjawab pertanyaan Valerio menggantikan Erna.Valerio yang mendengar ini pun mengulurkan tangannya kepada Erna
"Mungkin kamu melewatkan sesuatu." Valerio mengingatkan, "Aku nggak percaya kalau orang yang selalu berada di sisimu, Klinton, juga terlepas dari masalah ini.""Apa yang akan kamu lakukan kalau aku menemukan bukti Davira lah yang membunuh anak itu?" Briella bertanya sambil menatap mata pria itu lekat-lekat.Davira adalah istri Valerio, yang sudah memberi Valerio seorang anak perempuan yang cantik dan manis. Briella hanya ingin tahu apakah pria itu tega melihat Davira dihukum atas perbuatannya.Valerio melangkah maju, membuat jarak keduanya begitu dekat. Bahkan mereka hampir bisa merasakan hembusan napas satu sama lain.Mata pria itu berubah muram dan simpul seksi di tenggorokannya bergulir. Dia bertanya dengan suara yang dalam, "Apa yang kamu inginkan?"Mata Briella menyalurkan kekejaman yang dalam. "Aku ingin dia membayar dengan nyawanya."Valerio mengaitkan bibirnya membentuk senyuman. "Lakukan saja."Briella tersenyum sinis. "Pak Valerio, sepertinya kamu tega melakukan itu."Pria it
Melihat kedua pria itu hendak berkelahi lagi, Briella menghentikannya dengan teriakan keras, "Sudah, kalian berdua sudah cukup! Kalau kalian mau berkelahi, pergilah ke tempat lain! Jangan berkelahi di depan rumahku! Aku nggak akan bisa tanggung jawab kalau ada yang terbunuh."Briella menatap Valerio dan Klinton bergantian, lalu berbalik dan berjalan menuju rumahnya tanpa menoleh ke belakang.Valerio melihat Klinton seperti melihat musuh. Dengan mata merah, dia mencengkeram leher Klinton dan menyematkan pria itu ke kap mobil."Klinton, aku tanya! Apa yang terjadi dengan bayi Briella?"Saat itu, Klinton menyembunyikan Briella dan berbohong kepadanya dengan mengatakan kalau bayi Briella sudah meninggal. Sekarang, apa yang Valerio tahu tidak sesederhana yang dia pikirkan. Setelah tahu kalau Klinton yang menjadi penyebabnya, Valerio bahkan punya keinginan untuk menghabisinya.Klinton terjepit di mobil, wajahnya terdorong keras oleh Valerio. Dia berusaha keras untuk membebaskan diri kari jer
"Aku ... nggak tahu. Briella melahirkan dan aku juga melahirkan. Mana mungkin kejadian itu ada hubungannya denganku?""Davira, biasanya aku selalu memaklumi apa yang kamu lakukan. Tapi kalau masalah ini, lebih baik kamu nggak berbohong padaku."Mata Davira diselimuti kepanikan. Tiba-tiba, matanya berkedip, seolah-olah menyadari akan sesuatu. Dia pun meraih lengan Klinton."Kak, jangan bilang kalau Renata itu Briella? Jangan bohong padaku! Apa dia bilang sesuatu padamu!"Davira mengguncang lengan Klinton, sangat menuntut jawaban dari pria itu. "Jawab, apa Renata itu Briella? Apa kamu menyembunyikan fakta itu dariku?"Klinton menepis tangan Davira dan berkata dengan marah, "Tenang, aku lagi bawa mobil!"Tubuh Davira jatuh lemah di kursi mobil dan berkata dengan napas terengah-engah, "Aku mengerti. Renata itu Briella. Dia datang karena ingin membalas dendam padaku. Kak, kamu ingin dia menghabisiku, ya?"Klinton mengerutkan kening. "Kalau kamu nggak melakukan sesuatu yang buruk, dia nggak
Rieta menghela napas dalam, merasa kalau apa yang dikatakan Davira memang tidak salah. Kalau masalah Briella tidak diselesaikan sampai tuntas, cepat atau lambat dia tidak akan bisa bertahan di Keluarga Regulus.Dia beranjak, menunduk dan menatap Davira dengan remeh. "Apa kau punya kontak Renata? Aku mau menemuinya dan memeriksanya sendiri."Davira langsung mengeluarkan ponselnya. "Ya, akan langsung aku kirimkan. Aku yakin masalah ini akan cepat selesai kalau Bu Rieta turun tangan."Davira berkata sambil mengirimkan kontak Renata kepada Rieta.Rieta menguap dan berjalan ke kamar. "Sudah malam, istirahat dulu saja. Hanya seorang Briella, nggak ada yang perlu ditakutkan."Davira merasa lega saat mendengar ucapan Rieta, lalu melangkah ke kamarnya....Hari sudah larut. Setelah mengatur keperluan Erna, Briella pun kembali ke kamarnya.Dia mengeluarkan laptop, membuka email dan mengirim email ke alamat email anonim."Halo, Elbert. Aku sudah tahu identitasmu. Aku juga tahu di mana kamu tingga
Briella menutup telepon, menjadi sedikit bersemangat saat kebenaran mulai terkuak. Dia sangat menantikan apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Namun, dia juga khawatir tidak akan mampu mengatasinya.Cepat atau lambat, dendam akan terbalaskan dan mereka yang terlibat akan mendapatkan balasannya.Malam itu, Briella tidak bisa tidur nyenyak. Keesokan paginya, dia dihubungi oleh Siska, yang datang secara khusus untuk mengantarkan cek kepada Briella."Pagi tadi, Pak Valerio memintaku pergi ke bagian keuangan buat minta cek sebesar dua puluh miliar dan memberikannya kepadamu. Nona Renata, Pak Valerio juga tanya, apakah jumlah ini sudah cukup?."Briella memindai jumlah yang tertera di cek tersebut dan menyimpannya."Sudah cukup, Siska. Ucapkan terima kasihku pada Pak Valerio. Katakan padanya kalau aku akan melakukannya dengan baik.""Baiklah. Ceknya sudah aku berikan. Nanti aku masih ada rapat, jadi aku akan pergi dulu karena harus kembali ke kantor.""Ya."Briella menutup pintu dan membawa c