Valerio perlahan-lahan melepaskan tangannya di pinggang Briella. Wajah tampannya perlahan menyunggingkan senyum kemenangan dalam kegelapan.Briella mendorong pria itu dengan kasar karena marah. "Apa kamu puas, sudah menghancurkan hidupku!"Dia berlari keluar dengan napas terengah-engah. Dia mencoba menenangkan diri sebelum masuk ke dalam ruang workshop.Workshop sudah dimulai, Samuel sudah berada di atas panggung dan berbicara dengan penuh semangat. Briella duduk di kursi yang ada label namanya, sementara kursi di sebelah kirinya kosong.Klinton mungkin sudah pergi.Briella menunduk, tidak memiliki pemikiran untuk menelepon Klinton dan menjelaskan situasinya. Itu adalah hal yang tidak bisa dia jelaskan dan tidak perlu dia jelaskan.Sekarang, dia bahkan merasa kalau dia bisa berhenti bergantung pada perlindungan Klinton dalam segala hal. Ketergantungannya bisa menjadi beban bagi Klinton, yang juga membuat Briella tertekan.Briella hanya duduk di sana dan menyaksikan workshop Samuel di a
Dasar orang gila!Briella memaki Valerio dalam hati, mengambil anggur di atas meja dan bersulang dengan Samuel. "Pak Samuel, aku akan bersulang untuk bapak. Mohon bimbingannya tentang dunia desain dan arsitektur."Samuel mengambil gelas anggur dan mendentingkannya dengan Briella. "Ya. Kalau mengalami kesulitan, jangan ragu buat menemuiku. Aku sudah memberikan kontakku kepadamu. Kamu bisa menghubungiku kapan saja."Setelah mengatakan itu, Samuel menenggak habis minuman di dalam gelasnya.Briella melakukan hal yang sama dan meminum semua anggur merah yang ada di gelasnya. Dia memiliki kemampuan minum yang bagus, jadi satu gelas anggur tidak akan menumbangkannya.Namun, tidak lama setelah itu, kepalanya sedikit pusing. Orang-orang di depannya bergoyang dan kepalanya terasa berat."Aku mau ke belakang sebentar." Briella beranjak dan menjaga keseimbangannya saat berjalan keluar dari ruang perjamuan. Dia merasa kepanasan, tiba-tiba menyadari kalau sepertinya ada yang tidak beres dengan anggu
Keluar dari hotel, Briella langsung naik taksi menuju lokasi yang telah dia sepakati dengan Nathan.Briella tidak perlu menunggu terlalu lama dan Nathan pun tiba. Pria itu mengenakan pakaian kasual, yaitu kaus polo putih. Penampilannya terlihat sangat tampan.Pria itu menarik sebuah kursi dan duduk, menunjukkan penampilan sedikit garang.Dia memang sudah menduga kalau Briella akan berinisiatif untuk menghubunginya. Hal ini membuatnya senang."Kita persingkat saja." Nathan langsung ke intinya. "Kamu tahu kenapa nama belakang Zayden adalah Dominic, bukan Regulus?"Briella tetap berpikir jernih, masih tidak membiarkan dirinya terperangkap dalam perkataan Nathan."Apa hubungannya denganku?""Kalau nggak ada hubungannya, kenapa sekarang kamu ada di sini?" Nathan menyunggingkan senyum licik. "Renata, kamu nggak bisa menyembunyikan apa pun dariku. Aku punya banyak petunjuk tentangmu. Mau aku lanjutkan?"Briella menatap Nathan dengan hati-hati. "Kamu mau bilang kalau Zayden itu anakku?"Nathan
Catatan medis Briella tersimpan dengan baik di rumah sakit ini, bahkan Klinton memiliki dokter khusus untuk menangani penyakit otak Briella.Klinton memandang wanita yang terbaring di ranjang rumah sakit dan bertanya kepada dokter, "Bagaimana kondisinya sekarang?""Ketika dia bangun, kemungkinan besar setelah dia bangun, dia akan mengingat apa yang dia lupakan setelah mengalami cedera dalam kecelakaan itu.""Jadi, keadaan apa yang merangsang terjadinya gejala ini?""Mungkin rangsangan, seperti seseorang yang menyebutkan bagian yang terlupakan dari masa lalunya kepadanya. Ada banyak pemicu lainnya. Singkatnya, ini adalah hal yang baik.""Bukan! Ini bukan hal yang baik." Wajah Klinton sudah sedingin es. Briella akan melakukan banyak hal yang tidak bisa dia kendalikan kalau sampai mengingat hal-hal yang tidak seharusnya.Dia tidak akan membiarkan hal itu lepas dalam kendalinya. Dia ingin memiliki dan mengendalikan Renata sepenuhnya, Renata yang mematuhinya."Dokter, aku nggak mau dia inga
"Aku nggak ngerti, kenapa kamu berjuang begitu keras?"Klinton menatap Briella. Raut wajahnya yang datar diwarnai dengan tekad dan kepercayaan diri yang menunjukkan kekuatan dan kemewahan yang berbeda."Bukankah lebih baik menikah dengan keluarga kaya dan hidup sederhana dan memiliki hak istimewa?"Briella menyunggingkan senyum tipis di wajahnya, lalu menjawab, "Klinton, jalan yang kamu bicarakan nggak cocok untukku. Kalau aku nggak bisa mewujudkan apa yang menjadi tujuanku, aku akan merasa bersalah dengan semua rasa sakit dan penderitaan yang aku rasakan selama ini."Pikiran Klinton campur aduk. Dia mengagumi Briella yang seperti ini, tetapi dia khawatir kalau Briella akan meninggalkannya kalau sudah menjadi jauh lebih hebat."Klinton, aku merasa kalau aku baik-baik saja sekarang. Ada pekerjaan yang harus aku lakukan, jadi aku nggak perlu dirawat di rumah sakit." Briella mengikat rambutnya menjadi ekor kuda yang tinggi. Penampilannya yang seperti ini terlihat lebih segar dan bersemang
"Omong kosong. Kamu pikir aku bercanda?""Aku nggak ada waktu main-main denganmu. Pergilah.""Aku akan diam, nggak akan mengganggu pekerjaanmu.""Nggak bisa juga."Zayden menyipitkan matanya, tatapannya menelisik masuk ke dalam ruangan melalui pundak Briella."Kenapa? Ada laki-laki di dalam rumah, jadi aku nggak boleh masuk?""Kamu ini! Apa biasanya cara bicaramu juga seperti ini dengan Papa mu?"Briella kesal, jadi menendang kaki panjang Zayden.Zayden tidak menghindar, hanya tersenyum. "Kalau aku bicara seperti ini sama Papa, aku pasti akan dipukuli sampai kulit mengelupas."Briella menjawab kesal, "Oh, jadi kamu beraninya cuma sama yang lemah?""Jangan bicara di luar, aku mau masuk. Nanti tetangga mengira kalau kamu berantem sama Papa dan meninggalkan anakmu."Briella hanya bisa mengaku kalah dan memberi jalan agar Zayden bisa melangkah masuk.Begitu masuk ke dalam rumah, Zayden langsung mengedarkan pandangannya, menelisik isi rumah. Seketika, dia merasa senang.Rumah ini jauh lebih
Hati Zayden makin sedih, bahkan cahaya di matanya meredup.Papa tidak menyukai Mama, Mama juga tidak menyukai Papa. Namun, sebelumnya mereka berdua telah melalui banyak hal dan hampir berakhir bersama. Mungkinkah tidak ada perasaan khusus di antara mereka?Akan tetapi, kenapa Papa masih diam-diam memperlakukan Mama dengan baik?Apa karena rasa bersalah, jadi dia ingin menebusnya?Ada begitu banyak kebingungan dalam diri Zayden dan rasanya terlalu menyakitkan saat dipikirkan."Kenapa bukan Papa. Apa kamu sebenci itu sama Papa?"Briella terdiam. Bagaimana mungkin dia tidak membenci pria itu?Membencinya karena pria itu tidak ada di sana untuk melindunginya ketika dia terluka. Membencinya karena pria itu lebih memilih menemani wanita lain melahirkan daripada menemaninya yang habis kehilangan anak. Membencinya karena pria itu merayakan satu bulanan anaknya di halaman vila bersama istri dan putrinya ketika mental Briella terpuruk.Bagaimana luka ini bisa dimaafkan? Tidak akan pernah ter maa
Valerio mengerutkan kening dan menatap Zayden dengan tatapan tajam. Seketika, Zayden langsung menahan amarahnya dan menunduk, diam-diam mengakui kesalahannya."Papa, maafkan aku. Aku ...."Perkataan Zayden disela oleh anak kecil yang mengenakan pakaian merah muda dari lantai atas. Queena berhambur ke pelukan Zayden. "Kakak, akhirnya kamu kembali. Queena sudah lama menunggu, lho."Ketika Queena melihat Zayden, dia langsung berubah menjadi gurita, terus menempel kepada Zayden dan tidak mau melepaskannya.Valerio beranjak. "Temani adikmu. Ada pekerjaan yang masih harus aku selesaikan."Setelah mengatakan itu, pria itu langsung pergi ke ruang kerja.Percakapan tidak menyenangkan antara keduanya berakhir di sini tanpa masalah....Mungkin kedatangan Zayden lah yang membuat Briella tidak bisa tidur malam ini.Dia mengalami mimpi buruk sepanjang malam. Dalam benaknya, muncul banyak potongan kejadian. Briella menggendong seorang anak kecil dan berdiri di tepi laut. Dia tengah menunggu seseoran