"Renata membawa anakku ke rumahnya dan merayu suamiku. Malam itu mereka berduaan cukup lama di dalam rumah. Lalu hari ini, Rio bertekad untuk menceraikanku. Kak, sudah seperti ini, mana mungkin aku bisa tenang!"Klinton bertanya kepadanya, "Davira, hari ini kamu pergi ke perusahaan Valerio untuk membuat keributan?""Apa aku nggak boleh membuat keributan saat keadaan seperti ini? Kenapa aku nggak boleh membuat keributan? Rio yang memanggilku ke perusahaan untuk memintaku menandatangani surat cerai. Aku merobek-robek surat cerai dan bersikeras nggak mau bercerai!""Davira, dengarkan aku. Saat ini situasimu memang sangat pasif. Kamu harus menolak untuk bercerai dan menunda waktu selama yang kamu bisa. Selain itu, kamu harus tenang dan jangan emosi. Lebih baik kalau kalian nggak jadi bercerai! Jangan bersikap impulsif dan membuat masalah lain. Jangan mencari masalah dengan Renata, kamu mengerti?""Kenapa aku nggak boleh mencari masalah dengannya? Kak, sihir macam apa yang Renata taruh di k
Jadi, ketika Rio tidak mau menyentuhnya, dia mendatangi Elbert untuk mendapatkan keseimbangan batin.Setiap kali memikirkan hal itu, Davira merasa lebih berdamai dengan dirinya sendiri dan tidak merasa kalau apa yang dia lakukan terlalu berlebihan."Kenapa hari ini ingin menemuiku, hmm?" Elbert merangkul Davira dalam pelukannya. Tubuh keduanya penuh keringat, bahkan rasa lelah dan letih terlihat jelas di wajah mereka.Davira melirik Elbert, tiba-tiba merasa bosan dengannya. Dia mendorong Elbert menjauh, lalu duduk dan berpakaian, "Elbert, bagaimana kabar anak itu?"Elbert mengeluh, "Dia sering sakit dan kamu nggak peduli padanya. Lama-lama dia akan memanggil pengasuhnya dengan panggilan Mama.""Bukankah itu yang kamu inginkan?" Davira menginjak tubuh pria itu. "Jangan kira aku nggak tahu apa yang terjadi denganmu dan pengasuh itu. Apa kalian sering tidur bareng? Dia bisa melayanimu dan memperlakukanmu seperti seorang majikan, nggak sepertiku yang hanya menyiksamu."Elbert meraih kaki D
"Hmm."Briella beranjak, lalu pergi ke dapur. Dia tengah mencuci sayur, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.Dia membuka pintu dan melihat kalau orang yang datang adalah Klinton.Dia melihat ke arah Queena yang sedang duduk di ruang tamu dan berpikir sejenak, lalu membukakan pintu untuk mempersilakan pria itu masuk.Tangan Klinton membawa tas belanja supermarket yang berisi banyak bahan makanan.Mata pria itu menatap ke dalam dan melihat Queena, lalu berakhir di wajah Briella."Ada tamu di rumah?""Ya, seorang anak kecil. Aku mau menyiapkan makan malam. Kenapa nggak gabung saja?"Briella mengambil tas belanja dari tangan Klinton dan memberi isyarat agar pria itu masuk.Klinton mendekat dan menatap Queena dengan ekspresi muram."Queena." Klinton memanggil Queena. Queena yang dipanggil pun mendongak. Saat melihat Klinton, matanya langsung berbinar dan berlari ke arah Klinton, menjatuhkan diri ke dalam pelukan Klinton. "Om, kenapa bisa ada di sini?"Klinton memeluk Queena dan mencubit wa
"Makan malam sudah siap. Kalian cuci tangan dulu, lalu makan."Briella menjulurkan kepalanya keluar dari dapur dan berbicara kepada keduanya yang tengah berada di ruang tamu.Klinton langsung menggendong Queena untuk mencuci tangan. Ketika kembali lagi, meja makan sudah penuh dengan hidangan yang lezat."Wah!" Mulut Queena menganga kaget, lalu mengatakan, "Meja makan penuh sama makanan yang begitu lezat. Ini semua makanan favorit Queena."Briella tertawa pelan dan membelai kepala si kecil, membantunya menarik kursinya ke arah meja. "Kalau begitu, kamu harus makan lebih banyak.""Hmm."Briella menyadari kalau Klinton yang duduk di seberang meja tengah menatapnya, jadi dia mengalihkan pandangannya ke arahnya."Klinton, kamu kenapa? Cepat makan."Klinton pun mengurungkan niatnya untuk berbicara. Dia mengangguk dan mulai menggerakkan sendoknya.Briella merasa ada yang aneh dengan Klinton malam ini, seolah-olah ada sesuatu yang ingin pria itu katakan kepadanya. Namun, Briella juga tidak bis
Briella mengatakan hal ini seolah-olah ditujukan kepada Klinton, tetapi dia sebenarnya juga tengah meyakinkan dirinya sendiri."Aku nggak akan membuatku mengalami hal yang sama seperti dulu. Yang harus aku lakukan sekarang adalah berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuanku."Klinton mengangguk, lalu menimpali, "Jadi, apa ada yang bisa aku lakukan untuk membantu? Maksudku, apa yang bisa Valerio bantu untukmu, mungkin aku juga bisa bantu. Kamu nggak perlu memanfaatkannya."Mata Briella berkedip beberapa kali. "Apa maksudmu? Aku memang mengalami kesulitan dan sedikit membuatku stres. Tapi aku yakin kalau kemampuanku nggak seburuk itu.""Kesulitan apa, ceritakan padaku?""Soal proyek ini. Selain aku, ada tiga lawan yang sangat kuat. Mereka punya karya dan sangat terkenal. Kualifikasi serta pengalaman mereka jauh lebih kuat dariku, seorang pemula yang hanya memiliki pengalaman magang. Jadi, aku sedang berada di bawah tekanan besar saat ini.""Jadi, itu sebabnya kamu berpikir untuk mendek
Davira dengan sukarela menuruti permintaan Klinton. Namun, dalam hati dia masih tidak bisa menerimanya.Renata sudah menculik putrinya dan dia masih harus direpotkan memilih gaun untuk wanita itu kenakan ke acara resepsi. Entah apa yang dipikirkan Klinton. Dia yang dibodohi oleh wanita itu, tetapi malah melibatkan adiknya.Makin dipikirkan, Davira makin tidak senang. Ketika Klinton meninggalkan kamarnya, Davira menelepon Ditha."Ditha, kamu masih ingat, aku pernah bilang kalau Kak Klinton yang akan datang ke pesta koktail?""Tentu saja aku ingat. Aku sudah mulai menyiapkan baju, sepatu, tas, kalung, sampai nggak tahu mau pilih yang mana.""Kalau begitu, kamu harus memilih dengan baik." Sebuah gurat muram melintas di bawah mata Davira. "Karena saingan cintamu, Nona Renata juga akan datang ke pesta itu. Nggak cuma itu, kakak ingin aku memilihkan gaun untuknya. Lihatlah, Kak Klinton sangat perhatian kepadanya."Ketika Ditha mendengar hal ini dari Davira, dia menggerutu, "Apa-apaan ini! Ka
Briella menatap Queena yang sedang berbicara dengan cemberut, tahu kalau anak itu tidak merasa aman karena berpisah dengannya. Karena itulah Queena mengatakan itu berulang kali."Queena jangan khawatir. Tante akan menjemput Queena. Queena juga harus patuh, jangan mau dijemput sama siapa pun, ya. Queena harus tunggu Tante."Mata Queena berbinar cerah. "Hmm. Queena akan bersikap patuh dan menunggu Tante."Briella membujuk Queena, membawanya keluar rumah untuk mengantarnya ke TK. Setelah itu, dia baru pergi ke lokasi konstruksi.Setiap kali datang ke lokasi konstruksi, Briella tidak pernah melihat ketiga desainer lainnya. Mungkin mereka adalah orang pintar dan tidak merasa perlu datang ke sini. Atau mungkin mereka sudah memiliki rencana dan tidak merasa perlu datang ke sini.Namun, Briella merasa kalau datang ke sini untuk menyelidiki lingkungan adalah bagian yang tak terpisahkan dari prosesnya. Tidak hanya untuk mengetahui lokasi di sini, tetapi juga untuk memahami lingkungan sekitar. Ha
"Nggak perlu bertanya padaku tentang masalah kecil seperti ini. Kalian bisa membuat keputusan sendiri.Valerio terlihat murung, bahkan terkesan dingin. Namun, semua orang tidak bisa melihat sudut bibir Valerio yang membentuk senyuman tipis.Briella sibuk dengan urusan pekerjaannya. Melihat jam, untungnya tepat pada waktunya Queena pulang sekolah.Dia keluar dari lokasi konstruksi dan melajukan mobilnya menuju TK Queena.Dia baru keluar dari mobil dan melihat si kecil sudah menunggunya di depan pintu. Begitu melihat Briella, Queena melompat dan berlari ke arahnya dan meraih tangannya."Tante, Queena punya permintaan. Queena butuh bantuan Tante, ya?"Nada bicara Queena yang hati-hati membuat hati Briella tidak tega. Dia mencubit pipi Queena yang gembul."Katakanlah, apa yang Queena ingin Tante lakukan?""Bu guru ingin Queena membawa orang tua Queena. Queen anggak berbuat salah, kok. Queena juga nggak tahu kenapa bu guru ingin menemui orang tua Queena. Queena mohon, jadilah Mama Queena un