Briella menatap Siska dengan penuh kerinduan, bahkan hidungnya terasa masam.Siska mengatakan kalau Briella adalah seseorang yang sangat penting baginya. Briella berpikir setelah kepergiannya, kota yang tak bernyawa ini akan segera melupakannya.Siska sedikit cemas saat melihat Briella tidak mengatakan apa-apa. "Itu, Nona Renata, aku benar-benar minta maaf. Aku nggak seharusnya bersikap seperti barusan. Aku harap Nona nggak akan mengadukan ini pada Pak Valerio. Aku mohon, aku harus mempertahankan pekerjaanku ...."Briella kembali tersadar, tersenyum ramah dan menjawab perkataan Siska, "Jangan khawatir, kamu juga manusia. Nggak ada yang perlu diadukan, aku bisa mengerti perasaanmu. Ayo naik ke atas.""Ya. Pak Valerio masih rapat, sepertinya belum akan selesai dalam waktu setengah jam. Aku akan mengantarmu ke ruang tamu untuk menunggu sebentar.""Ya." Briella mengikuti Siska masuk ke dalam lift. Di ruang tamu, dia mencolek Siska. "Aku mau tanya, apa kamu tahu kenapa Pak Valerio memintaku
Briella terlihat sedikit termenung saat mendengar Siska mengatakan hal ini.Valerio membawa putrinya ke kantor, jadi dia bisa bertemu dengannya nanti."Baiklah, Siska, terima kasih sudah memberitahuku banyak hal. Silakan lanjutkan pekerjaanmu. Aku akan menunggu di sini."Siska tiba-tiba menggenggam tangan Briella. "Nona Renata, aku sebenarnya sangat berharap kamu bisa bekerja bersama dengan kami. Kamu tahu, kamu sangat mirip dengan teman baikku yang sudah meninggal. Dia itu penolongku. Tapi aku nggak bisa menghubunginya. Melihatmu di sini membuatku merasa kalau kamu seperti teman lamaku. Kalau kamu bisa bekerja sama dengan Perusahaan Regulus, kita pasti bisa lebih sering berhubungan."Briella menarik kembali tangannya dan tersenyum pada Siska. "Persahabatan seorang itu seringan air. Menurutku, punya seseorang yang berarti dalam hidupmu mungkin bisa membuatmu menjadi lebih baik. Aku rasa temanmu itu nggak mau kamu terus memikirkannya seperti ini. Terus jalani hidupmu. Yang namanya perte
"Manimanibom. Bros ajaib, cepat wujudkan keinginan putri kecil ini."Queena terpesona oleh tindakan Briella. Dia menyentuh bros mutiara di dadanya dan mengikuti apa yang dilakukan Briella. Queena melipat tangannya, lalu memiringkan kepalanya untuk bertanya kepada Briella."Tante, bolehkah aku mengucapkan abrakadabra?"Briella berpikir serius. "Tentu saja boleh. Ini bros ajaibmu, jadi kamu bisa membuat mantramu sendiri."Queena bertepuk tangan dengan penuh semangat. "Ya, ya, ini luar biasa. Queena akan segera membuat permintaan."Briella tidak menyangka kalau sebuah bros kecil bisa membuat anak kecil yang seperti seorang putri ini begitu bahagia. Dia benar-benar anak yang mudah puas.Queena sangat senang dan menirukan Briella, mulai melafalkan mantranya. "Abrakadabra, Queena ingin Mama yang wangi, cantik dan lembut seperti Tante. Menggendong Queena dengan sabar dan mau menemani Queena. Semoga permintaan Queena segera terkabul!"Queena menyelesaikan keinginannya dan tersenyum manis pada
Selama waktu itu, Valerio tidak memandang Briella sedikit pun dan terus berbicara tentang proyek tersebut dengan tiga orang lainnya. Briella duduk di samping dalam diam dan terus menulis dan menggoreskan sesuatu, seperti sekretaris Valerio.Ketika semua selesai dan desainer lain meninggalkan ruangan, Briella berjalan paling terakhir. Ketika sampai di depan pintu, dia mendengar suara memerintah Valerio, "Nona Renata, tunggu sebentar."Briella menghentikan langkah kakinya. Walaupun dalam posisi membelakangi Valerio, tetapi dia bisa merasakan tatapan lekat Valerio padanya.Dia berbalik dan menunjukkan senyuman."Pak Valerio, ada yang bisa saya bantu?"Valerio memegang secangkir kopi, menyandarkan tubuhnya di meja. Kedua kakinya yang panjang terlipat, terlihat santai namun tetap percaya diri."Mereka bertiga bisa dianggap sebagai sosok-sosok yang menjadi pilar dunia desain. Bagaimana perasaanmu setelah mendengar penuturan mereka, Nona Renata?"Briella berjalan beberapa langkah ke arah Vale
"Queena, sini sama Mama."Davira memberi isyarat agar Queena mendekat. Si kecil yang mengenakan pakaian putri berwarna merah muda pun berlari menghampiri Davira.Queena sedikit ragu-ragu saat melihat Davira, takut untuk memegang tangannya atau meminta pelukan.Briella hanya melihat dari jauh, entah kenapa merasa kalau ini bukan karakter sebenarnya dari si kecil. Ini juga bukan cara yang normal bagi ibu dan anak dalam bergaul.Namun, Briella tidak bisa terlalu banyak ikut campur sebagai orang luar."Sayang, apa kamu kangen Mama? Apa kamu nyaman tinggal di sana?"Davira mengangkat tangannya dan Queena terlonjak kaget, meringkuk dan menghindar."Queena, sini Mama peluk yang kencang. Mama sangat merindukanmu. Baru satu malam kita nggak ketemu, tapi Mama sudah kangen Queena sampai nggak bisa tidur."Davira mengabaikan perlawanan Queena dan langsung memeluknya, seolah-olah anak itu hanyalah mainan di matanya.Makin Briella melihat ibu dan anak itu berinteraksi, dia makin merasa aneh. Dia mel
Tangan Briella menggantung lemas di sisi tubuhnya. Dia sangat sedih saat memikirkan tangisan Queena. Dia benar-benar ingin bergegas, menggendong anak itu dan memintanya untuk tidak bersedih.Namun, tidak ada yang bisa dia lakukan.Yang bisa dia lakukan hanyalah membuat Davira membayar perbuatannya. Ya, ini hanya masalah waktu saja.Briella menahan emosi yang bercampur aduk di dalam pikirannya, lalu menekan tombol lift. Dia menuju ke meja resepsionis dan meminjam telepon perusahaan untuk menelepon ruang kantor presdir.Panggilan pun tersambung dengan cepat dan terdengar suara rendah dan lembut pria itu, "Ada apa?"Briella tidak peduli dengan statusnya yang sebagai orang luar atau bukan. Dia hanya langsung mengatakannya dengan gamblang."Pak Valerio, barusan aku melihat istrimu membuat putrimu menangis. Anak-anak nggak bersalah, jadi kalau nanti istrimu mengeluhkan putrimu yang menangis, pastikan jangan menyalahkannya. Itu tanggung jawab ibunya. Selain itu, tolong luangkan lebih banyak w
"Aku ...." Davira terdiam. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada yang terlontar dari mulutnya."Baiklah, ini salahku. Aku nggak bisa menang kalau sudah bicara denganmu. Aku akan diam, apa kamu puas?"Valerio mulai kehabisan kesabarannya. "Hari ini kamu datang di saat yang tepat. Kamu akan bicara sama tim pengacaraku tentang masalah perceraian.""Rio, kamu benar-benar berniat akan menceraikanku?"Valerio menjawab tanpa keraguan sedikit pun, "Ya."Davira mengangguk getir. "Baiklah, karena kamu ingin bercerai, aku akan mewujudkan keinginanmu itu. Tapi aku nggak mau cerai sekarang. Beri aku waktu satu bulan untuk menyesuaikan emosiku."Tatapan Valerio tetap tertuju pada dokumen-dokumen di atas meja. "Sesegera mungkin. Satu bulan terlalu lama.""Setidaknya aku ini ibu Queena. Rio, apa kita nggak bisa akur layaknya pasangan lainnya?""Bagaimana kita bisa akur kalau awal pertemuan kita adalah kebohongan yang kamu buat sendiri?"Davira menghela napas dalam dan masih belum mau mengalah
"Tante?" Valerio kembali bertanya, "Tante siapa?""Tante yang berambut panjang, cantik punya aroma seperti Mama. Dia kerja di perusahaan Papa, kok."Queena menyimpan bros itu dengan hati-hati."Papa, bukannya kita mau jemput Kak Zayden? Ayo berangkat, bawa Queena ke sana."Valerio melirik bros yang dianggap Queena sebagai harta karun, lalu menghilangkan keraguan dalam hatinya."Ayo kita jemput Kak Zayden."Queena sangat gembira dan bertepuk tangan dengan penuh semangat.Valerio menggendong putrinya dengan satu tangan, memakaikan topi putih yang cantik dan imut untuknya. Dia juga membawa tas bahu kelinci putih berisi makanan ringan, lalu mendandani putrinya, membuatnya terlihat lebih menggemaskan.Valerio menggendong anak itu di sela-sela tindakannya. Kemeja putih samar-samar menunjukkan garis ototnya yang kuat. Pria kuat dan anak kecil ini membentuk kontras yang jelas. Pemandangan keduanya yang berjalan di perusahaan membuat banyak karyawan ternganga takjub.Valerio muncul di depan mat