Briella bersembunyi dengan tenang, menatap wanita yang berjalan ke arah Elbert. Wanita itu adalah Davira."Kenapa kamu bawa bayi ini ke mari di jam segini? Elbert, kamu nggak membantuku, kenapa masih mendatangiku dan terus menggangguku? Kamu memintaku datang di hari yang penting ini, kalau sampai orang Keluarga Regulus curiga gimana! Apa kamu bodoh!"Nada bicara Davira terkesan tidak sabar, terus memaki Elbert penuh kemarahan. Emosi Elbert pun terpancing saat dimarahi seperti itu oleh Davira."Kalau anak ini nggak nangis, mana mungkin aku mencarimu? Kita sudah sepakat kalau aku membantumu, kita akan membesarkan anak ini bersama. Dia mau minum asimu. Cepat masuk ke mobil dan kasih dia asi!"Elbert berkata sambil menggendong bayinya dengan satu tangan, lalu menarik Davira ke arah mobil dengan tangan lainnya.Davira menepis tangan Elbert dan berkata dengan marah, "Anak ini nggak ada hubungannya denganku. Aku Cuma punya anak perempuan dan dia keturunan Keluarga Regulus! Jangan pernah memba
Klinton memeluk Briella dan bergumam pelan di telinganya, "Briella, ini nggak seburuk yang kamu pikirkan. Dengarkan aku, Valerio pindah ke Galapagos untuk hidup sendiri sejak dia menikah dengan adikku. Dia meninggalkan adikku di Kediaman Keluarga Regulus dan baru muncul saat adikku melahirkan. Zayden hidup bersama dengannya dan akan tinggal di Galapagos. Dia nggak akan tinggal bersama adikku."Klinton menangkup wajah Briella, menatapnya dengan tatapan meyakinkan. "Valerio nggak akan memperlakukan Zayden dengan buruk, kamu harus percaya padaku."Briella menggeleng. "Nggak! Aku nggak percaya kepadanya! Zayden bukan anak kandungnya, bagaimana mungkin dia akan memperlakukan anakku dengan baik. Adikmu juga punya anak darinya dan hubungan mereka akan berkembang menjadi lebih baik! Lalu bagaimana dengan Zayden!""Ada aku di sini, percayalah. Aku akan membantumu merawatnya." Klinton meraih tangan Briella dan meletakkannya di atas jantungnya. "Aku bersumpah demi hidupku, aku akan melindungi Zay
Klinton tiba di Kediaman Keluarga Regulus saat pesta satu bulan yang dipersiapkan orang-orang Keluarga Regulus untuk Queena hampir berakhir.Melihat Klinton tiba, Davira menghampiri dengan senang hati. Pria itu melihat adiknya dan berkata dengan nada khawatir, "Kenapa kamu kuyu sekali? Lihat, kamu punya mata panda.""Setiap malam aku harus makan buat ngasih asi, jadi nggak bisa tidur nyenyak. Nggak apa, Kak, jangan khawatir. Aku bisa mengurus diri sendiri dengan baik."Klinton menghela napas dalam. Dia sudah terlalu banyak memberikan nasihat dan bujukan sebelum adiknya menikah. Sekarang dia sudah menikah dan punya anak dengan Valerio. Jadi, semua penderitaan ini juga merupakan pilihannya.Sebagai seorang kakak, Klinton tidak bisa ikut campur terlalu banyak."Kak, kenapa datang malam-malam begini? Aku dengar dari Papa Mama kamu nggak pulang selama sebulan ini. Kamu lagi sibuk apa memangnya?"Davira sedikit tidak senang. Pada saat paling penting di dalam hidupnya, kakak yang selalu menya
Valerio menyipitkan matanya, menatap Klinton dengan kritis."Mau mengajak anakku keluar? Mau ngapain? Bertemu seseorang?""Aku membawa Zayden ke mana pun dia ingin pergi. Anak itu bahkan nggak muncul, jelas kalau dia nggak senang di sini, jadi mengurung diri di dalam rumah.""Apa itu adalah sesuatu yang harus kamu lakukan? Sikapmu membuatku bingung.""Kamu nggak perlu bingung. Kalau kamu bisa membuat anak itu bahagia, aku nggak perlu melakukan apa pun." Klinton membalas perkataannya dengan berani."Aku yang membawa dia ke mari. Dia masih belum terbiasa dengan situasi ini. Aku harus memperhatikan perasaan dan situasinya. Kalau nggak, dia akan sangat membenci adikku. Aku jadi khawatir sebagai kakaknya."Klinton memberikan jawaban, yang sontak membuat Valerio mengendurkan kewaspadaannya."Aku temani kamu buat bertemu Zayden."Klinton mengikuti Valerio menuju vila. Davira memperhatikan punggung tinggi dan tampan kedua pria itu dengan perasaan campur aduk.Kedua pria ini adalah dua orang ya
"Kamu? Apa yang kamu lakukan di sini? Mau menemui adikmu?""Nggak, kok. Aku bisa menemuinya kapan pun aku mau. Aku datang untuk menjemputmu."Mata Zayden berbinar. "Kamu datang menjemputku? Menjemputku untuk menemui Mama?"Klinton meletakkan jarinya ke mulutnya, meminta Zayden untuk diam.Zayden buru-buru menutup mulutnya, tetapi ada binar cerah di matanya. Bisa dilihat kalau anak itu sangat senang."Ganti baju dulu. Aku tunggu di luar."Klinton berkata pada Zayden dan meninggalkan kamar Zayden. Dia berjalan menuruni tangga, tanpa menyadari ada bayangan hitam yang melesat.Sosok gelap itu menuruni pintu samping dan langsung menuju ruang samping.Rieta duduk di ruang samping, menyipitkan mata pada pemandangan yang ramai di luar. Seorang pelayan berhenti di sampingnya dengan langkah gontai dan membungkuk untuk membisikkan sesuatu di telinganya.Rieta mendengarkan dalam diam. Ketika pelayan itu menyelesaikan bisikannya, dia tiba-tiba membelalakkan matanya, terlihat sangat terkejut.Lalu,
Mobil itu melaju sampai ke padang gurun yang terpencil.Saat itu, hanya ada dua mobil yang melaju. Rieta duduk di mobil depan sebagai pengarah jalan.Mobil yang satu lagi berada di belakang. Di dalamnya ada Briella dan dua orang yang membekapnya ke dalam mobil barusan.Mobil yang di depan melaju ke sebuah jembatan dengan laut yang bergelombang di bawahnya. Mobil berhenti dan Rieta keluar dari mobil.Dia melambaikan tangan ke arah mobil di belakangnya dan memberi isyarat kepada dua pria berbadan kekar untuk menurunkan Briella."Lemparkan ke bawah buat makan ikan."Tali yang mengikat tubuh Briella terlepas dan terlempar, jatuh ke dalam laut karena terpaan angin.Di dasar laut yang gelap, sesekali terdengar suara makhluk bawah laut yang aneh. Ini adalah area yang berbahaya. Setiap orang yang jatuh ke bawah tidak akan bisa diselamatkan.Briella tahu betul akan hal ini. Dia merasa kalau takdir sepertinya selalu mempermainkannya, selalu berusaha menjebaknya dan membuatnya mengalami pengalama
Pistol di tangan pria itu jatuh ke tanah dan telapak tangannya terpotong. Dia meronta-ronta kesakitan dan tubuhnya menjadi tidak seimbang. Dia terhuyung ke tepi jembatan, lalu terjatuh.Aroma darah menarik perhatian hiu-hiu dari dasar laut, membuat mereka datang mengerumuni tubuh pria itu. Dalam sekejap mata, tidak ada lagi yang bisa dilihat.Suara-suara hiu yang bersemangat terdengar dari bawah jembatan, mengantisipasi mangsa berikutnya yang akan jatuh dan kembali memulai pesat mereka.Suasana terasa tegang dan menakutkan.Briella dan Rieta melihat ke arah penembak. Di bawah sinar bulan, Valerio melangkah maju dengan pistol di tangannya.Tangannya diarahkan ke pria di depan Rieta. "Jatuhkan senjatamu. Bawa orang-orangmu dan pergi dari sini!"Begitu melihat Valerio, kaki pria itu gemetar. Dia pun melirik Rieta."Bu Rieta ... apa yang harus saya lakukan?"Rieta menatap Valerio dan mengumpat pelan. Dia pun memaki pria yang sedang gemetar di depannya, "Dasar nggak berguna! Sampah!"Pria i
Hati Briella mari rasa.Valerio berdiri di depan Briella, menatap tajam wajah wanita di depannya. Ketegangan di wajah Valerio memberi kesan kalau dia ingin melahap Briella hidup-hidup."Briella, kamulah yang harus disalahkan karena nggak bisa memanfaatkan kesempatan dengan baik. Aku pernah bilang, kalau kamu muncul di konferensi pers, aku akan mempublikasikan hubungan kita dan menikahimu. Kenapa saat itu kamu nggak muncul?"Valerio menggertakkan gigi dan tangannya bertumpu pada bahu Briella.Briella merasa kalau tulang-tulang di bahunya akan diremukkan oleh Valerio. Dia hanya bisa meringis kesakitan."Ah! Sakit."Valerio menarik bibirnya dan memperlihatkan senyuman jahat."Suara jerit kesakitanmu masih terdengar bagus seperti biasanya."Briella menatap Valerio. Matanya sedikit tidak fokus karena ada lapisan air mata yang menyelimuti.Briella merasa sangat asing dengan pria ini. Pria ini sangat berbeda bahkan dari gambaran yang ada di benak Briella.Briella menjadi bingung dan menarik i