Valerio menyipitkan matanya, menatap Klinton dengan kritis."Mau mengajak anakku keluar? Mau ngapain? Bertemu seseorang?""Aku membawa Zayden ke mana pun dia ingin pergi. Anak itu bahkan nggak muncul, jelas kalau dia nggak senang di sini, jadi mengurung diri di dalam rumah.""Apa itu adalah sesuatu yang harus kamu lakukan? Sikapmu membuatku bingung.""Kamu nggak perlu bingung. Kalau kamu bisa membuat anak itu bahagia, aku nggak perlu melakukan apa pun." Klinton membalas perkataannya dengan berani."Aku yang membawa dia ke mari. Dia masih belum terbiasa dengan situasi ini. Aku harus memperhatikan perasaan dan situasinya. Kalau nggak, dia akan sangat membenci adikku. Aku jadi khawatir sebagai kakaknya."Klinton memberikan jawaban, yang sontak membuat Valerio mengendurkan kewaspadaannya."Aku temani kamu buat bertemu Zayden."Klinton mengikuti Valerio menuju vila. Davira memperhatikan punggung tinggi dan tampan kedua pria itu dengan perasaan campur aduk.Kedua pria ini adalah dua orang ya
"Kamu? Apa yang kamu lakukan di sini? Mau menemui adikmu?""Nggak, kok. Aku bisa menemuinya kapan pun aku mau. Aku datang untuk menjemputmu."Mata Zayden berbinar. "Kamu datang menjemputku? Menjemputku untuk menemui Mama?"Klinton meletakkan jarinya ke mulutnya, meminta Zayden untuk diam.Zayden buru-buru menutup mulutnya, tetapi ada binar cerah di matanya. Bisa dilihat kalau anak itu sangat senang."Ganti baju dulu. Aku tunggu di luar."Klinton berkata pada Zayden dan meninggalkan kamar Zayden. Dia berjalan menuruni tangga, tanpa menyadari ada bayangan hitam yang melesat.Sosok gelap itu menuruni pintu samping dan langsung menuju ruang samping.Rieta duduk di ruang samping, menyipitkan mata pada pemandangan yang ramai di luar. Seorang pelayan berhenti di sampingnya dengan langkah gontai dan membungkuk untuk membisikkan sesuatu di telinganya.Rieta mendengarkan dalam diam. Ketika pelayan itu menyelesaikan bisikannya, dia tiba-tiba membelalakkan matanya, terlihat sangat terkejut.Lalu,
Mobil itu melaju sampai ke padang gurun yang terpencil.Saat itu, hanya ada dua mobil yang melaju. Rieta duduk di mobil depan sebagai pengarah jalan.Mobil yang satu lagi berada di belakang. Di dalamnya ada Briella dan dua orang yang membekapnya ke dalam mobil barusan.Mobil yang di depan melaju ke sebuah jembatan dengan laut yang bergelombang di bawahnya. Mobil berhenti dan Rieta keluar dari mobil.Dia melambaikan tangan ke arah mobil di belakangnya dan memberi isyarat kepada dua pria berbadan kekar untuk menurunkan Briella."Lemparkan ke bawah buat makan ikan."Tali yang mengikat tubuh Briella terlepas dan terlempar, jatuh ke dalam laut karena terpaan angin.Di dasar laut yang gelap, sesekali terdengar suara makhluk bawah laut yang aneh. Ini adalah area yang berbahaya. Setiap orang yang jatuh ke bawah tidak akan bisa diselamatkan.Briella tahu betul akan hal ini. Dia merasa kalau takdir sepertinya selalu mempermainkannya, selalu berusaha menjebaknya dan membuatnya mengalami pengalama
Pistol di tangan pria itu jatuh ke tanah dan telapak tangannya terpotong. Dia meronta-ronta kesakitan dan tubuhnya menjadi tidak seimbang. Dia terhuyung ke tepi jembatan, lalu terjatuh.Aroma darah menarik perhatian hiu-hiu dari dasar laut, membuat mereka datang mengerumuni tubuh pria itu. Dalam sekejap mata, tidak ada lagi yang bisa dilihat.Suara-suara hiu yang bersemangat terdengar dari bawah jembatan, mengantisipasi mangsa berikutnya yang akan jatuh dan kembali memulai pesat mereka.Suasana terasa tegang dan menakutkan.Briella dan Rieta melihat ke arah penembak. Di bawah sinar bulan, Valerio melangkah maju dengan pistol di tangannya.Tangannya diarahkan ke pria di depan Rieta. "Jatuhkan senjatamu. Bawa orang-orangmu dan pergi dari sini!"Begitu melihat Valerio, kaki pria itu gemetar. Dia pun melirik Rieta."Bu Rieta ... apa yang harus saya lakukan?"Rieta menatap Valerio dan mengumpat pelan. Dia pun memaki pria yang sedang gemetar di depannya, "Dasar nggak berguna! Sampah!"Pria i
Hati Briella mari rasa.Valerio berdiri di depan Briella, menatap tajam wajah wanita di depannya. Ketegangan di wajah Valerio memberi kesan kalau dia ingin melahap Briella hidup-hidup."Briella, kamulah yang harus disalahkan karena nggak bisa memanfaatkan kesempatan dengan baik. Aku pernah bilang, kalau kamu muncul di konferensi pers, aku akan mempublikasikan hubungan kita dan menikahimu. Kenapa saat itu kamu nggak muncul?"Valerio menggertakkan gigi dan tangannya bertumpu pada bahu Briella.Briella merasa kalau tulang-tulang di bahunya akan diremukkan oleh Valerio. Dia hanya bisa meringis kesakitan."Ah! Sakit."Valerio menarik bibirnya dan memperlihatkan senyuman jahat."Suara jerit kesakitanmu masih terdengar bagus seperti biasanya."Briella menatap Valerio. Matanya sedikit tidak fokus karena ada lapisan air mata yang menyelimuti.Briella merasa sangat asing dengan pria ini. Pria ini sangat berbeda bahkan dari gambaran yang ada di benak Briella.Briella menjadi bingung dan menarik i
Dokter tiba di tempat kejadian saat daging di lengan Valerio sudah sedikit terkelupas. Pria itu kehilangan banyak darah, sampai-sampai harus mendapatkan transfusi darah. Namun, sampai akhir pun dia masih menolak untuk meninggalkan tempat ini.Pada akhirnya, tidak ada pilihan lain selain melakukan operasi di tempat untuk menjahit lukanya. Penundaan penanganan hanya akan mengakibatkan amputasi.Valerio mengerahkan semua pasukan. Beberapa kapal besar muncul di laut untuk mencari keberadaan Briella. Langit malam diterangi oleh lampu-lampu yang membuat suasana sekitar menjadi seterang siang hari.Pencarian berlanjut hingga fajar menyingsing dan tidak ada hasil yang ditemukan. Semua orang mengatakan kalau Briella sudah dimakan oleh hiu.Sepanjang malam, Rieta terus menyaksikan kegiatan pencarian dan penyelamatan kapal dari pinggir pantai. Ketika mengetahui berita itu, dia pun menjadi lebih yakin.Meskipun Briella adalah seorang perenang yang andal, dia mungkin bisa lolos dari situasi yang su
Briella merasa kalau Tuhan masih belum membiarkannya mati. Tuhan membiarkannya mengalami semua ini agar bisa tahu seperti apa sifat asli beberapa orang. Dengan begitu, Briella bisa benar-benar menyerah.Karena sudah diberi kesempatan untuk kembali, Briella harus berjuang untuk hidupnya dan memulai kembali dengan wajah yang baru!Briella mengambil keputusan di dalam hati. Ketika keadaannya pulih, dia akan pergi ke luar negeri. Kalau saat kembali masih ada orang yang meremehkan, menyakiti dan mempermalukannya, dia tidak akan pernah melupakan mereka.Di sebelah terdengar ada pergerakan dan Klinton pun sadarkan diri. Dia berjalan mendekati Briella. Begitu melihatnya masuk, Briella menoleh dan menatap sosok pria itu. Melihat tidak ada yang aneh dengannya, barulah Briella merasa tenang.Klinton bertanya kepadanya, "Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?"Briella menjawab dengan lemah, "Lukanya nggak apa-apa, tapi kepalaku sakit. Aku nggak bisa ingat banyak hal."Klinton terkejut, lalu meng
Di dalam kamar, Briella masih bingung terkait masalah anak. Ketika melihat Klinton masuk, dia berusaha keras menopang tubuhnya dengan kedua tangan, lalu menatap Klinton."Pak Klinton, apa maksudmu barusan, kamu menyebutkan tentang seorang putra?"Klinton meraih tangan Briella dan mencoba menenangkannya."Nggak perlu dipikirkan. Aku punya pertanyaan untukmu. Bagaimana perasaanmu kepada Valerio saat ini?"Ekspresi Briella dipenuhi rasa takut sekaligus benci saat mendengar nama itu.Dia membenci Valerio.Briella memalingkan wajahnya dan melihat ke luar jendela. Tatapannya sedikit muram dan dingin, terlihat sangat tidak berdaya.Memikirkan apa yang dikatakan Valerio malam itu, ditambah dengan bekas luka di tubuh ini, apa Briella akan terus melanjutkan obsesinya?Kalau iya, Briella akan berasa bersalah pada penderitaan yang selama ini dia rasakan."Pak Klinton, tolong jangan sebut nama itu di depanku lagi."Klinton terkejut, lalu mengangguk kepada Briella. "Ya. Sepertinya kamu sudah punya p