Briella mencoba mengatur pikirannya dan mulai bertanya, "Apa kamu membiayai biaya pengobatan ibuku karena statusku sebagai sekretaris Valerio?"Nathan mengangguk mengiakan, "Aku akui kalau aku punya niat buruk saat mendekatimu dulu. Tapi ....""Nggak ada tapi." Briella mengangkat tangannya untuk menghentikan apa yang akan dikatakan Nathan. "Yang harus kamu lakukan adalah bilang ya atau nggak atas pertanyaanku."Nathan menghentikan mobil di pinggir jalan dan menanggapi pertanyaan Briella dengan sangat serius, "Mungkin tujuanku pada awalnya memang nggak baik, karena aku punya pikiran buat memanfaatkanmu. Tapi setelah itu perasaanku berubah dan niat untuk mendekatimu untuk mengincar Valerio pun lenyap entah ke mana."Briella menempelkan jarinya ke bibir, mengisyaratkan kepada Nathan untuk diam."Lalu aku hamil dan kamu ingin menjadikan bayi ini sebagai anakmu. Apa kamu juga ingin menggunakan bayi ini untuk melawan Valerio?""Nggak sepenuhnya begitu." Nathan meraih tangan Briella, tetapi d
Briella bersandar di kursi mobil dan mengembuskan napasnya pelan. "Ya. Kamu tahu aku sedang bimbang, mana mungkin aku tega melibatkanmu juga."Nathan tersenyum tipis. "Apa kamu pernah berpikir, kalaupun nggak ada kamu, kebencian itu nggak akan hilang."Briella meletakkan tangannya di atas pembuka pintu mobil. "Tapi aku nggak mau membuat segala sesuatu di antara kita menjadi rumit."Setelah mengatakan itu, Briella membuka pintu mobil dan turun."Nathan, aku berharap yang terbaik untukmu. Lebih baik kita nggak saling berhubungan."Senyum pucat mengembang di bibir Nathan. "Aku pernah bilang sebelumnya. Kamu ini wanita yang nggak tahu terima kasih.""Pikirkan apa pun yang kamu inginkan." Briella berkata tanpa daya, "Aku akan mencari cara untuk mengembalikan semua biaya yang sudah kamu keluarkan untuk pengobatan ibuku. Aku bisa mengirimkannya pada rekening yang kamu pakai buat membayar tagihan, 'kan?"Briella berkata dengan datar. Tepat setelah dia mengetahui hubungan antara Rieta dan Natha
"Kamu yakin mau aku ikut denganmu?" Briella mendongak, tepat menatap mata Valerio."Jangan banyak omong kosong." Valerio melihat Briella dari atas ke bawah, melihat kalau Briella mengenakan pakaian longgar dan terlalu santai.Briella memutuskan untuk datang ke sini secara tiba-tiba, bahkan kopernya saja ada di mobil dan di bawa pergi sama Marco. Tidak baik kalau dia muncul di depan kamera dengan penampilan seperti ini bersama Valerio.Valerio melakukan panggilan dan berjalan mondar-mandir di depan jendela kamar. Dia bersandar di pagar dan matanya tetap tertuju pada Briella, masih dengan telepon di telinga."Siapkan setelan kerja perempuan." Valerio menyipitkan matanya dan terus mengamati Briella. "Dada 92, pinggang 60, pinggul 88."Briella sedikit tidak nyaman dengan tatapan pria itu. Meskipun keduanya sudah sering melakukannya, tetapi tatapan pria itu terlalu tajam, seperti raja binatang buas di hutan yang sedang menatap mangsanya yang akan masuk ke dalam perangkap dan siap disantap.
Valerio beralih menggenggam tangan Briella, membuat Briella tidak bisa berkutik.Briella mulai sedikit lelah dan menepis tangan pria itu, lalu memasang wajah cemberut.Valerio tidak bisa berbuat apa-apa dengan wanita itu."Bicaralah dengan benar.""Hmm." Briella bersikap sangat patuh, mengaitkan ibu jari kecil pria itu dan melanjutkan. "Yang ingin aku katakan, aku sudah memutuskan hubunganku dengan Nathan, tapi selama ini dia sudah membiayai perawatan medis ibuku. Nggak mungkin 'kan, aku nggak membalas kebaikannya."Valerio menjawab, "Jadi kamu datang kepadaku karena ingin aku membantumu membayar hutangmu?"Perkataan pria itu tepat mengenai sasaran. Briella berkedip beberapa kali dengan menutup mulutnya saat tersenyum."Kenapa tertawa?""Aku mentertawakan fakta kalau Presdir Valerio memiliki penilaian yang tajam dan tahu isi hatiku dalam sekejap."Melihat Briella tertawa, Valerio mencengkeram pergelangan tangan Briella dan menariknya ke dalam pelukannya. Dia membungkuk, lalu berbisik d
"Aku mengerti." Valerio berkata dengan suara yang dalam ke arah asisten wanita itu, "Aku yang akan mengurus mereka berdua. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Asisten wanita itu mengiakan dan melanjutkan urusannya.Pada saat Briella selesai mengganti pakaiannya, Valerio sudah selesai bersiap dan tengah menunggunya keluar.Valerio melihat Briella dari atas ke bawah dan merasa puas dengan pakaian yang dikenakan wanita itu.Briella berjalan menghampiri Valerio dan membantunya merapikan dasinya yang agak longgar.Setelah Briella selesai, dia menatap Valerio dan tersenyum. "Sudah, Pak Valerio."Valerio menatap Briella dan keduanya hanya saling menatap. Sebuah pemahaman diam-diam mengalir di antara mereka.Briella mempertahankan senyumnya dan mengatakan, "Pak Valerio, ayo kita pergi."Valerio mengangguk, Briella berjalan ke pintu dan membuka pintu kamar, membiarkan Valerio pergi terlebih dahulu sementara dia sendiri berjalan di sampingnya dan sedikit lebih ke belakang.Begitu melangkah keluar dari
Sopir itu menurut dan segera melakukan apa yang dikatakan Valerio. Dia mengumpulkan belasan petugas keamanan di sekitar mobil untuk membuka jalan agar mereka bisa masuk ke dalam perusahaan tanpa terhalang.Mata Valerio melirik keluar mobil. Ketika melihat semuanya sudah diatur dengan baik, dia baru memerintahkan sopir untuk melajukan mobilnya.Sopir berjalan ke bagian belakang mobil dan membuka pintu, Valerio dan Briella pun keluar dari mobil. Dalam sekejap, para reporter dan media mengerumuni mobil tersebut. Semua kamera terfokus pada mereka berdua. Lampu yang berkedip dari kamera mereka menyilaukan mata Briella, membuatnya menunduk tanpa sadar dan menggunakan tangannya untuk menutupi matanya.Saat menjadi sekretaris Valerio, dia sering mengalami kejadian seperti ini. Namun, saat itu, dia adalah sekretaris Valerio. Situasi sekarang berbeda. Valerio sudah menyatakan hubungannya dengan Davira, jadi Valerio harus menjaga jarak dari lawan jenis.Briella berjalan di belakang Valerio, masih
Tidak ada yang bisa dilakukan Valerio kepada Briella. Jadi, dia hanya membiarkannya saja.Briella tidak ingin berada di hadapan publik bersama dengannya, jadi dia akan membiarkannya.Ujung-ujung jari pria itu menyentuh ponsel dan dia mengirim pesan kepada asistennya. Blokir semua media dan minta mereka diam.Valerio menjelaskan dengan jelas. Pintu lift terbuka dan sudah ada orang-orang yang berdiri di luar untuk menyambut mereka.Karena tidak ingin terlalu berlebihan, Valerio membiarkan beberapa dari mereka melaporkan pekerjaannya, setelah itu meminta yang lainnya melanjutkan pekerjaan mereka."Pak Valerio, pemilik toko kue sudah menunggu di ruang rapat cukup lama. Selain itu, tampaknya mereka nggak puas dengan harga yang Anda tawarkan dan berpikir untuk menjual toko kue itu dengan harga yang sangat tinggi."Valerio berjalan ke arah ruang rapat. Dia tidak terlihat terganggu sedikit pun saat mendengar laporan dari bawahannya. "Ya. Selama mereka bersedia menyerahkan resep kue itu, nggak
Pria itu segera menjawab, "Hanya saja, kalau Pak Valerio masih menginginkan resep-resep kue rahasia dari toko kue kami, Anda harus membayarnya secara terpisah.""Baiklah." Valerio menghela napas dalam. "Berapa yang kalian inginkan?"Pria itu ragu-ragu dan mengulurkan jarinya, "Sebanyak ini."Valerio mengangkat alisnya, "Dua miliar?"Pria itu menggelengkan kepalanya dengan malu-malu, lalu menjawab hati-hati, "Terlalu sedikit.""Dua puluh miliar?"Wajah Valerio benar-benar dingin setelah itu. Bukan karena jumlahnya, melainkan karena sikap sok pria itu.Briella pun melirik pria itu. Valerio bisa memberinya kesempatan untuk duduk di sini dan bernegosiasi saja sudah membuatnya terkejut. Sekarang, rasanya sudah bisa disebut keajaiban karena sikap pria itu yang seenaknya, tetapi Valerio masih meladeninya dengan sabar.Bisa dibayangkan betapa pentingnya toko kue ini bagi Valerio."Katakan saja berapa. Waktu Pak Valerio sangat berharga. Ada kalanya kita harus berhenti di saat yang tepat."Briel