Emosi kedua wanita itu sudah dipicu oleh Kinan dan mereka pun mengeluhkan kemarahan mereka."Itulah kenapa orang-orang yang punya hak istimewa di perusahaan kita adalah orang yang paling menjijikkan. Dia mengabaikan peraturan, menginjak-injak dedikasi dan kerja keras kita dan lolos begitu saja tanpa mendapatkan sanksi.""Benar! Mana mungkin boleh begitu!"Kedua wanita itu mendongak dan melihat ke arah istri wakil presdir di layar perusahaan yang sedang berlutut, merasa kasihan padanya."Kak, aku sudah mengingatkan kalian, lho ya. Pegawai departemen desain yang baru jauh lebih rumit dibandingkan yang kalian pikirkan. Aku ingat, saat itu ada tiga orang yang masuk ke departemen desain, tapi yang diterima cuma aku dan Briella. Penerimaan wanita yang satunya dibatalkan karena ulah Briella."Kinan merendahkan suaranya dan sengaja melihat sekeliling seakan-akan apa yang dia katakan akan terdengar oleh orang lain."Jangan lihat penampilan Briella yang terlihat nggak berbahaya. Pada kenyataanny
Briella mengira kalau insiden itu akan segera berakhir dan dia akan baik-baik saja selama dia kembali bekerja dengan baik. Namun, apa yang dilakukan Kinan benar-benar membuat hari-harinya di Taralay Property berjalan dengan sulit.Menjelang waktu pulang kerja, Briella mengirim pesan kepada Nathan dan berterima kasih atas apa yang sudah pria itu lakukan. Namun, yang tidak dia ketahui adalah, orang yang membalaskan dendamnya ini ternyata orang lain.Nathan menerima pesan Briella dan menduga kalau orang yang berada di balik semua ini adalah Valerio. Namun, pria itu tidak mengungkapkannya, hanya menanyakan apakah Briella akan datang ke pameran.Itu adalah pameran desain, yang kebetulan berhasil menarik minat Briella."Aku juga mau lihat, tapi Zayden sudah sekolah dan aku belum pernah mengantar atau menjemputnya ...."Briella masih ragu-ragu, sementara Nathan yang berada di seberang telepon sudah mengambil keputusan untuknya."Gampang. Kita ajak Zayden sekalian." Pria itu berkata dengan teg
Briella berpikir sejenak tanpa mengutarakan pendapatnya kepada Siska."Siska, ada satu hal lagi yang ingin aku tanyakan padamu.""Apa, Bu Briella. Aku akan katakan semua yang aku tahu.""Seberapa banyak yang kamu tahu tentang Elbert, manajer penjualan?""Elbert?" Siska mengingat di dalam ingatannya, baru menjawab, "Aku pernah bertemu dengannya beberapa kali saat rapat. Dia pasti cukup hebat karena bisa mencapai posisi manajer penjualan.""Kalau secara pribadi? Apa kamu pernah mendengar gosip tentang dia?"Briella mencoba menguraikan dan Siska pun mulai mengingat-ingat. Dia tiba-tiba teringat akan sesuatu dan mengatakan, "Ya, ada ...."Siska melihat sekeliling dan berjalan ke area kosong dan berbisik kepada Briella yang berada di ujung telepon, "Aku dengar Elbert dan Bu Davira sepertinya ada hubungan. Katanya mereka cinta pertama masing-masing saat masih sekolah dulu."Briella menghela napas panjang dan berkata dengan suara pelan, "Berita ini bisa dipercaya?"Siska menjawab tanpa ragu,
Perusahaan Regulus."Rio, ini aku buatkan bubur untukmu. Aku dengar kalau hari ini kamu harus lembur dan nggak sempat makan. Jadi aku pulang ke rumah untuk membuatkan makan malam untukmu."Davira meletakkan tempat makan di atas meja dan berjalan mendekati Valerio, duduk di meja kantor pria itu.Hari ini dia berdandan secara khusus, mengenakan rok ketat dengan belahan tinggi. Saat duduk di meja, satu kakinya terbuka tepat di depan garis pandang Valerio, memperlihatkan kulitnya yang terbuka di belahan roknya.Pria itu hanya melirik tempat makan dan menundukkan kepalanya, tetap fokus melakukan pekerjaannya.Tatapan Davira berubah muram. Dia mengira kalau pakaiannya hari ini bisa memancing hasrat pria itu. Namun, tidak disangka pria itu bahkan enggan untuk menatapnya.Karena tidak terima, Davira langsung menutup laptop Valerio, lalu pura-pura marah."Rio, kenapa kamu nggak peduli denganku sedikit pun?"Tatapan Valerio begitu dingin. Dia mengangkat pandangannya ke arah Davira, lalu menyingk
"Briella bukan wanita gampangan."Valerio mengoreksi perkataan Davira dengan tegas. Kepalanya menunduk, pikirannya tertuju pada ponselnya dan tidak menatap Davira lagi.Beraninya Briella membawa anaknya berkencan dengan pria lain! Sekejam apa wanita itu sebenarnya? Hal apa yang tidak berani dia lakukan?Davira melihat tatapan tidak fokus Valerio. Tanpa berpikir pun dia tahu siapa yang ada dalam pikiran pria itu. Davira kesal, bahkan sampai tidak habis pikir.Dia sudah berpakaian seperti ini untuk merayu Valerio, tetapi pria itu bahkan tidak tertarik kepadanya sedikit pun dan terus menatap ponselnya, seakan jiwanya sudah terhanyut di dalam ponsel itu."Terkadang aku berpikir kalau kamu sangat kejam, tapi kamu memperlakukan Briella dengan sangat baik. Rio, jangan sampai kamu kehilangan seseorang yang benar-benar baik kepadamu, baru kamu menghargainya."Davira menyelesaikan perkataannya dan masih tidak mendapatkan jawaban dari pria itu. Hatinya dipenuhi oleh kebencian terhadap Briella! Di
Briella cemberut dan menyimpan ponselnya. "Rahasia."Nathan juga sadar diri dan tidak menanyakan lebih lanjut, hanya menggendong Zayden. "Wah, kamu paham sama semua desain ini?""Tentu saja." Zayden dengan bangga menunjuk sepasang pameran di depannya dan menjelaskan kepada Nathan dengan senang hati.Nathan melihat kalau Zayden punya pemikirannya sendiri dan menjelaskan dengan sikap profesional. Penguraiannya pun sangat lengkap, membuat Nathan mengacungkan jempol kepada Zayden."Bagus, Nak, kamu luar biasa! Papa akan bawa kamu ke lebih banyak tempat seperti ini biar kemampuanmu makin berkembang."Zayden menggeleng dan menjawab, "Om Nathan, aku mungkin nggak bisa jadi anakmu. Panggil aku Zayden saja, kita pasti bisa menjadi teman yang baik."Nathan terdiam sejenak. Kenapa sikap anak nakal ini berubah sangat cepat! Dia benar-benar bocah yang tidak tahu terima kasih seperti Mama nya."Bukannya dulu kamu mengakuiku sebagai Papa mu? Kenapa sekarang nggak lagi?""Karena aku sudah menjadikan P
"Kenapa kamu ada di sini?" Briella bertanya dengan penasaran.Wajah pria itu tanpa ekspresi dan suaranya sedikit dingin, "Ini rumah kita."Briella terdiam sejenak, ragu-ragu dengan kata 'kita'."Kenapa? Kamu bersenang-senang sampai-sampai nggak mengenali rumah sendiri?"Briella tersentak dan menggelengkan kepalanya, lalu menatap pria itu."Aku telepon Siska dan dia bilang kamu lembur sama Bu Davira. Aku pikir malam ini kamu nggak akan pulang."Valerio menatap wajah lembut dan menawan Briella, seketika tidak bisa melampiaskan kemarahannya.Pria itu mengambil Zayden yang sudah tertidur dari gendongan Briella dan berjalan menuju vila."Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"Pertanyaan Valerio ini membuat Briella merasa terkejut, apalagi pria ini tidak tertarik dengan urusan pekerjaannya, bahkan merasa kesal. Kenapa tiba-tiba dia menanyakannya?Briella teringat akan hal-hal buruk yang dia lalui di perusahaan, merasa kalau tidak perlu membicarakannya."Baik, semuanya berjalan dengan baik."Valeri
"Semua itu bukan masalah." Pak Rinto berkata sambil tersenyum, "Kita bisa mengirimkan makan siang dan makan malam ke tempat Nona bekerja. Singkatnya, apa yang diperintahkan Pak Valerio, kami pasti akan melakukannya. Bukankah belasan pelayan di Galapagos memang ditugaskan untuk melayani Nona dan Tuan Muda Zayden?"Briella ternganga karena terkejut dan melihat ke ruang kerja. Dia tidak bisa memahami jalan pikiran Valerio.Mata Pak Rinto menatap ramah, bahkan wajahnya pun selalu terlihat tersenyum. "Nona Briella, saya lihat Pak Valerio tidak baik-baik saja begitu pulang ke rumah. Apa karena terlalu lelah dengan urusan pekerjaan yang begitu berat akhir-akhir ini? Sup tonik di dapur saja belum dimakan. Gimana kalau Nona sajikan untuk beliau dan membawanya ke ruang kerja?"Briella tahu kalau ini adalah cara Pak Rinto untuk memberi ruang bagi Briella untuk mengalah. Briella pun tidak boleh terus bersikap seperti anak kecil."Kalau begitu, tolong bawakan sup nya ke mari. Tapi jangan terlalu ba