Saat pulang kerja, Briella dan Siska keluar dari Perusahaan Regulus bersama-sama. Mereka menunggu bus umum di halte.Tidak jauh dari situ, sebuah Maybach perlahan keluar dari garasi bawah tanah. Bisa dilihat kalau itu mobil Valerio. Mobil itu melintas di depan mata Briella. Dia bisa melihat Davira duduk di kursi samping kemudi.Malam ini Valerio akan membawa Davira ke Calaire Hall, berniat untuk melamarnya.Perasaan yang sangat halus menyebar di hati Briella. Perasaan itu tidak bisa dikatakan sebagai kesedihan. Bagaimanapun, kita akan terbiasa dengan suatu barang jika terlalu lama digunakan. Begitu juga dengan manusia.Mulai saat ini, dia akan mendoakan kebahagiaan Valerio dan Davira.Briella mengalihkan pandangannya dan berkata kepada Siska yang berdiri di sampingnya, "Siska, malam ini mau makan apa? Aku yang traktir. Kamu bisa pesan apa pun yang kamu mau.""Makan daging panggang saja. Ada restoran daging panggang baru di Jalan Pahlawan. Kita makan di sana saja, setelah itu pergi kara
Davira menjadi sedikit emosional di akhir ucapannya.Saat melihat tunangannya memeluk wanita lain di depan matanya sendiri, dia ingin menghampiri dan menampar Briella!Briella seorang pembohong! Dia pantas ditampar!Matanya berlinang dan dia mulai merengek pada Valerio."Aku sudah memberikan hidupku, tapi aku nggak bisa mendapatkan hatimu. Kalau kamu nggak mau menikah denganku, aku akan membuat Briella ....""Diamlah." Valerio menyela perkataan Davira."Aku ingin kamu tahu kalau aku sangat berterima kasih kepadamu karena sudah menyelamatkanku saat di laut. Malam itu, aku juga merampas malam pertamamu. Sudah sepantasnya aku menebusnya."Davira tersenyum getir.Jadi, maksud Valerio tidak ada cinta, tapi hanya kemurahan hati."Bagaimana kalau aku ingin posisi sebagai istrimu? Apa kamu akan memberikannya?"Valerio mengerutkan kening. "Aku nggak suka melakukan hal yang nggak aku inginkan."Saat ini, dia tidak ingin menikahi Davira."Kalau begitu tunangan dulu saja." Davira memalingkan wajah
"Pak Valerio, aku ingin tanya sesuatu.""Katakan." Valerio menyimpan kembali ponselnya."Kenapa kamu ingin aku berpura-pura menjadi anakmu?" Zayden memiringkan kepalanya. "Apa karena kamu nggak mau menikah sama tante itu?"Valerio tersenyum. "Nak, banyak sekali pertanyaanmu.""Ya sudah kalau nggak mau jawab. Aku datang mencarimu karena ingin membicarakan masalah kerja sama.""Kerja sama?" Valerio mengangkat alisnya dengan penuh minat. "Aku sudah menelepon ibumu dua kali untuk memintamu bergabung dengan tim riset di laboratorium penelitianku yang baru didirikan. Tapi sayangnya, ibumu nggak mau kamu bekerja sama denganku.""Nggak, nggak, nggak." Zayden menggoyangkan jarinya. "Aku sudah lima tahun dan bisa memutuskan sendiri tentang berbagai hal.""Apa kamu yakin? Aku nggak akan mempekerjakan orang yang nggak tegas."Zayden menepuk-nepuk dadanya. "Tentu saja aku yakin. Tapi aku punya syarat.""Syarat apa?""Kamu harus merahasiakan ini dari Mama. Kamu nggak boleh memberitahunya.""Kenapa m
"Om, kalau butuh sesuatu jangan telepon Mama. Langsung hubungi aku saja.""Ya."Valerio melirik kartu nama buatan tangan itu. Nilai Zayden di dalam hatinya meningkat satu poin.Jarang sekali ada anak sekecil itu yang serius dan berdedikasi pada apa yang dilakukan. Sangat mirip Briella yang membantunya. Wanita itu melakukan segala sesuatunya dengan sangat teliti, bahkan setiap detailnya dipikirkan dengan baik.Mobil Valerio memasuki permukiman tua dan melaju di jalan-jalan sempit. Setelah mengemudi dengan susah payah, dia akhirnya menemukan daerah Kenaris yang berada di jalan yang penuh dengan restoran kecil."Panggil ibumu keluar buat jemput kamu.""Nggak perlu, Om. Aku bisa pulang sendiri."Zayden membuka pintu mobil dan turun dari kursi samping kemudi. Dia berlari menyeberang jalan dan menghilang di jalanan yang penuh kepulan asap.Valerio memperhatikan Zayden berlari ke daerah sekitar. Dia melihat lingkungan sekitar melalui kaca mobil.Dia ingat kalau rumah yang disewa Briella juga
Siska mendongak dan menatap kosong ke arah pria di depannya. Dia terjebak dalam pesona tampan pria itu sampai melupakan tujuannya melarikan diri adalah untuk menemukan Briella.Nathan merasa kesal karena diganggu oleh seorang wanita yang terus menempel kepadanya. Dia mengerutkan keningnya sambil mendorong wanita itu menjauh lalu menepuk-nepuk bagian tubuh yang disentuh oleh Siska.Siska merasa sangat malu ketika dirinya dianggap menjijikkan oleh seorang pria seperti ini."Permisi, saya mau tanya. Apa Anda melihat pria dan wanita keluar dari ruangan ini? Pria itu sedikit gemuk, yang wanitanya mabuk berat dan pakai baju putih.""Nggak lihat."Nathan menyapu pandangannya ke arah Siska dan berjalan pergi dengan acuh.Siska melihat sekeliling dengan cemas dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Briella lagi. "Lala, cepat angkat teleponnya ...."Namun, ponsel Briella terus-menerus berada di luar jangkauan.Siska tidak punya pilihan lain selain menelepon polisi.Nathan langsung tertarik ke
Hanya dalam beberapa detik, Valerio muncul di garis pandang Siska. Siska melihat pria itu berjalan ke arahnya dengan diselimuti aura dingin yang mengerikan. Rasanya tekanan udara pun turut menurun dalam jarak beberapa meter karena kehadirannya.Aura Valerio sangat mengintimidasi Siska sampai merinding. Terlihat jelas kalau Valerio sedang kesal."Sejak kapan Bu Briella punya pacar?""Saya ... saya juga baru tahu.""Di mana mereka?""Saya juga nggak tahu, Pak Valerio." Siska tiba-tiba teringat dengan apa yang diceritakan Bu Briella padanya saat makan malam tadi. Valerio benci dengan orang yang tidak tahu apa-apa saat ditanya. Jadi, Siska langsung mengeluarkan ponselnya. "Saya ... saya telepon Bu Briella sekarang juga."Telepon diangkat. "Halo ... Bu Briella ...."Tanpa menunggu Siska selesai bicara, Valerio langsung merebut telepon dari tangan Siska. "Briella, aku perintahkan kamu datang ke sini sekarang juga! Sekarang juga!"Briella terdiam. Dia memstikan nomor telepon yang menghubungin
Briella tidak mendatangi Valerio dan mobil Nathan sudah berhenti di depannya. Briella menarik kembali pandangannya dan masuk ke dalam mobil.Nathan melajukan mobilnya dan melihat ada yang tidak beres dengan ekspresi Briella.Nathan melirik melalui cermin ke arah mata Briella terfokus dan melihat Maybach yang tidak asing untuknya."Valerio?"Briella kembali tersadar dan bertanya dengan tatapan mencari tahu, "Kamu kenal Valerio?"Nathan mengangguk. "Pernah berurusan dengannya.""Bagaimana kalian bisa saling mengenal?""Kamu akan tahu nanti." Nathan tidak menjawab pertanyaan Briella dan mempercepat laju mobilnya. "Pakai sabuk pengamanmu. Aku antar kamu pulang."Briella yang sadar akan situasi itu pun langsung diam. Dia memalingkan wajahnya dan melihat keluar jendela, menatap pemandangan malam yang berlalu dengan cepat.Matanya melirik ke kaca spion mobil dan tiba-tiba menyadari kalau mobil Valerio mengikuti tepat di belakang mobil merekaDia mengucek matanya mencoba memastikan. Ternyata i
"Ke mana?"Valerio memutar balik mobilnya. Briella memiliki firasat buruk dalam hatinya. "Berhenti. Aku mau pulang!""Galapagos.""Aku nggak mau!""Nggak mau biaya perpisahan?"Briella mendengar nada peringatan dalam kata-kata Valerio dan menutup mulutnya dengan enggan.Keheningan menyelimuti sepanjang perjalanan mereka menuju ke tempat tinggal Valerio.Valerio memarkir mobil di tepi pantai. Dia menggendong Briella keluar dari mobil menuju pantai yang gelap."Dingin?"Menatap wanita dalam pelukannya, Valerio mengeratkan pelukannya dan memeluk wanita itu lebih erat.Malam ini dia sangat menginginkan Briella. Dia ingin memeluk Briella seperti ini dan melakukan sesuatu yang indah dengannya.Briella menatap mata hitam pria itu dan menunduk tidak berdaya."Ayo hentikan hubungan ini, ya?""Setelah malam ini, kamu akan bebas."Valerio menggendong Briella ke pinggir pantai, lalu menurunkannya. Telapak tangannya yang besar berada di belakang kepala Briella. Dia menunduk dan mendaratkan ciuman y