Share

Bab 18

Briella mengambilkan makanan untuk Zayden, mencoba membungkam mulutnya yang terus berbicara. "Nggak ada tapi-tapian. Makan!"

Gita yang duduk di seberang meja memandangi ibu dan anak itu. Dia menjadi emosional.

Briella telah menjalani terlalu banyak kesulitan dan tahu betapa sulitnya bekerja di luar sana. Jadi, dia bertekad untuk membesarkan putranya dengan baik. Dia ingin putranya belajar, mendapatkan pendidikan terbaik dan mendapatkan pekerjaan yang terhormat.

Dia ingin menebus semua kesedihan yang pernah dia alami melalui putranya.

"Gita, ponselmu bunyi." Briella menunjuk ponsel Gita di atas meja yang layarnya menyala.

Gita mengambil ponselnya. Begitu melihat identitas penelepon, dia mendongak dan berkata dengan tergagap pada Briella.

"Dia ... dia ... dia telepon lagi ...."

Briella balik bertanya, "Valerio?"

"Ya. Apa yang harus aku lakukan? Angkat nggak?"

"Angkat saja. Kalau dia mau ketemu, bilang saja kamu nggak ada waktu. Lebih baik buang keinginannya buat ketemu Zayden."

Gita memberi tanda 'oke', menenangkan diri dan mengangkat telepon.

"Pak Valerio, saya sedang sibuk dan Zayden lagi nggak sama saya. Jangan telepon lagi. Saya nggak akan membiarkan Zayden bekerja dengan Anda. Dia baru lima tahun dan nggak tahu apa-apa. Sudah, begitu saja, saya tutup, ya."

Setelah mengatakan itu, Gita langsung menutup telepon. Dia menyilangkan tangannya di depan dada dan berkata dengan puas.

"Wah, aku bisa membanggakan diriku karena menolak seorang Valerio seperti ini."

Briella tersenyum. Saat menoleh, dia melihat wajah dingin Zayden, yang sepertinya sedang marah.

"Mama, kamu menolak tanpa menanyakan pendapatku. Kamu nggak menghormatiku."

Briella menepuk punggung putranya dengan lembut. "Kamu baru lima tahun, masih di bawah umur. Sudah, saat usiamu 18 tahun, kamu bisa membicarakan masalah ini dengan Mama, ya?"

Penolakan Briella bersifat pribadi. Dia tidak ingin Zayden berurusan dengan Valerio.

Zayden mendengus kesal.

Dia memang masih kecil, tetapi kemampuannya tidak kalah dengan orang dewasa. Dia bisa bekerja untuk menafkahi keluarganya.

Zayden menunduk dan menyantap makanannya. Tiba-tiba, terbesit sesuatu di dalam benaknya.

Dia menyentuh saku celana yang dia pakai. Untungnya kartu nama di dalamnya masih ada.

Keesokan harinya, Briella masih harus pergi bekerja.

Dari sikap Valerio, sepertinya pria itu ingin Briella menghubungi Pak Sony. Briella bisa pergi setelah mendapatkan kerja sama itu.

Briella menundukkan kepalanya, memikirkan cara mendapatkan kontrak kerja sama ini. Dia tidak menyadari tatapan aneh rekan kerjanya saat dia masuk.

"Selamat pagi."

Briella mendongak dan menyapa rekan kerjanya saat berjalan mendekat. Namun, mereka hanya mendengus dan dengan angkuh mengabaikannya.

Briella melihat ke sekeliling, rekan kerja yang lain menunjuk ke arahnya sambil membicarakan sesuatu.

Briella merasa bingung. Dia duduk di meja kerjanya dan menatap Siska di sampingnya.

"Apa terjadi sesuatu?"

Siska mendongak dan tergagap, lalu menunjuk ke arah komputer Briella. "Itu ... buka komputermu dan lihat sendiri saja."

Dengan perasaan bingung, Briella menyalakan komputer kantornya.

Ketika dia menyalakannya, ada sebuah foto yang terpampang jelas di layar komputernya. Dia terkejut dan berkeringat dingin!

Itu adalah foto yang diambil secara diam-diam. Di dalam foto itu, Valerio berdiri di belakangnya saat mereka berada di atap kemarin. Keduanya terlihat begitu mesra.

Dari sudut pengambilan foto, posisi mereka terkesan sangat intim dan mudah membuat orang salah paham, mengira kalau mereka sedang melakukan sesuatu yang tidak-tidak.

Briella melihat komputer rekan kerjanya. Layar belakang desktop komputer mereka adalah foto itu.

Otaknya berdengung. Dia tiba-tiba menyadari bahwa ada masalah besar yang akan menimpanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status