"Ini rumahku dan aku bebas menunjukkan hal apa pun yang aku inginkan. Kamu terlalu ngatur.""Waktuku sangat berharga dan aku cuma akan fokus pada apa yang jadi perhatianku. Aku terlalu ngatur? Tunanganmu saja ada di sini, atas dasar apa aku ngatur-ngatur?"Valerio mengaitkan bibirnya dan menunjukkan senyuman yang nyaris tidak terlihat di wajahnya. "Cemburu?""Nggak.""Jangan mengelak, Briella." Tangan Valerio yang hangat menyentuh titik di atas jantung Briella. "Jantungmu berdetak sekencang ini, tapi kamu masih bohong. Reaksi tubuh nggak akan pernah berbohong."Briella berusaha keras untuk menghindari topik ini. "Aku mau masuk buat lihat apakah Zayden sudah tidur.""Kamu juga mau, 'kan?" Valerio mencengkeram pergelangan tangan Briella dan menariknya kembali ke pelukannya."Mau apa?" Briella merasa kalau dia tidak bisa menang melawan Valerio. Dia pun tidak bisa menghindar, jadi terpaksa harus menerima siksaan Valerio."Menurutmu mau apa, hmm?"Briella bereaksi sedikit lebih lambat dan b
Reaksi fisik yang hampir tidak bisa dikendalikan ini membuat Briella terkejut dan tidak berdaya.Briella seharusnya menolak, tetapi dia tidak melakukannya.Valerio bergumam di telinganya dengan suara yang sangat lembut. Pada puncak gairah, pria itu memanggil nama Briella, membuat Briella memeluk pinggang pria itu dengan sangat erat. Saat tubuh keduanya melekat, Briella merasa kalau dia dan Valerio sudah jatuh sepenuhnya.Setelah percintaan panas mereka berakhir, Valerio menggendong Briella masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuh Briella penuh dengan memar, seolah-olah dia sudah hancur berantakan. Briella bahkan tidak ingin bergerak.Briella yang seperti ini malah memudahkan Valerio. Keduanya berendam sebentar di dalam bak mandi. Suhu airnya sedikit panas, membuat Briella sedikit mengantuk. Perasaan dilayani benar-benar sangat menyenangkan, terutama ketika dimanjakan oleh seorang Valerio yang seorang penuh kekayaan dan kemakmuran. Caranya memperlakukan Briella sangat m
Briella merapatkan selimut di tubuhnya dan menatap pria yang terbaring di sampingnya tanpa selimut.Briella duduk, lalu turun dari ranjang untuk mengambil selimut. Saat berbalik, Briella melihat kalau selimut yang dia gunakan sudah direnggut oleh pria yang berbaring di ranjang. Parahnya, pria itu sudah terlelap.Briella menghela napas panjang. Kenapa dia bisa terjebak dalam permainan ini.Namun, dia sudah bersama Valerio selama lima tahun. Valerio orang yang selalu tenang dan berwibawa. Sekarang, Valerio sedikit nakal dan lucu, bahkan terkesan kekanak-kanakan.Sejak kapan pria ini berubah? Briella merenungkan pertanyaan itu sambil berbaring di tempat tidur, lalu memakai selimut yang baru dia ambil.Baru saja Briella berbaring, selimut yang dia kenakan direbut oleh tangan pria itu hingga tersibak dan terlempar ke lantai."Valerio, kamu pura-pura tidur!" Briella sangat marah dan mendorong pria itu dan meninjunya. "Kamu merebut selimutku dan menggangguku! Kamu kenapa, sih, kekanak-kanakan
Ekspresi rumit muncul di bagian bawah mata Valerio. Dia bisa memberikan banyak uang, kasih sayang dan perasaan kepada Briella. Namun, hanya status pernikahan yang tidak bisa Valerio berikan kepadanya.Davira sudah menyelamatkan hidup Valerio. Karena itulah, Davira kehilangan kesempatan untuk menjadi seorang ibu selamanya. Ini adalah utang yang harus Valerio bayar, jadi dia harus bertanggung jawab.Briella adalah orang yang sangat pintar. Dia menanyakan kepada Valerio apakah dia bersedia memutuskan pertunangan dengan Davira, itu semata-mata hanya karena ingin menguji Valerio saja. Memutuskan pertunangan bukanlah hal yang mustahil. Hanya saja, apa wanita itu bersedia menikah dengannya?Dalam kegelapan kamar, dunia seakan sunyi, hanya terdengar suara jarum jam yang terus berdetak.Briella dan Valerio terjebak dalam pemikiran mereka sendiri dan tidak tidur. Valerio beranjak dan mengenakan pakaian rumah. Dia keluar dari kamar dan pergi ke kamar Davira.Lampu di kamar Davira menyala, tetapi
"Apa kamu nggak mencintaiku sedikit pun?" Davira bertanya dengan sengaja. Namun, setelah menunggu cukup lama dan tidak ada jawaban yang dia dengar, emosinya akhirnya meledak.Dia menyingkirkan gelas dan teko teh hingga berserakan di lantai, membuat suara pecahan kaca yang memekakkan.Davira mengambil pecahan kaca dan meletakkannya di lehernya. Matanya memerah, lalu berteriak, "Kalau kamu nggak mencintaiku, aku akan mati!""Jangan main-main." Valerio berkata dengan tenang sambil mengulurkan tangannya ke arah Davira. "Letakkan beling di tanganmu. Davira kamu bukan anak kecil lagi, tenanglah."Davira memejamkan matanya karena kesakitan. Dia benar-benar ingin melukai dirinya sendiri, dengan begitu Valerio akan merasa bersalah selama sisa hidupnya. Davira pun bisa membuat pria ini dipenjara.Valerio memanfaatkan Davira yang sedang melamun untuk melangkah mendekatinya, lalu bergerak cepat untuk menendang pecahan beling di tangan Davira."Sakit!" Davira tidak mengeluh sakit karena beling meng
Beruntung Adrian tiba tepat waktu dan datang bersama seorang psikiater. Adrian melihat situasi di mana Davira memeluk Valerio dan menggigit lehernya seperti orang gila."Kenapa diam saja, cepat bawa dia!"Valerio mendorong Davira menjauh. Davira enggan dan bersikeras untuk tetap memeluk Valerio. Davira menggigit leher Valerio hanya untuk menutupi bekas yang ditinggalkan Briella pada leher pria itu.Valerio itu tunangannya, tetapi pria itu bahkan tidak pernah menyentuhnya sedikit pun. Hanya ada Briella yang ada di dalam pikirannya. Sekarang, pria itu bahkan bersedia menerima anak Briella.Betapa besar cinta yang dimiliki Valerio kepada Briella, sampai dia bersikap begitu murah hati dan pemaaf?Adrian dan psikiater pun menyadari seriusnya situasi ini. Mereka langsung mendekat dan melepaskan Davira dari tubuh Valerio. Mereka tidak menikmati keseruan situasi ini. Mana mungkin orang luar seperti mereka bisa ikut campur masalah keluarga? Jadi, tanpa perintah Valerio, mereka pun tidak bisa me
Valerio adalah seorang pria yang punya kemampuan sekaligus kebijaksanaan. Klinton pun mengaguminya. Namun, adiknya sendiri bertekad untuk menikah dengannya! Dia, sebagai kakak laki-laki Davira berada di posisi yang sulit. Dia dihadapkan dengan yang namanya keluarga dan keuntungan."Kalau kamu nggak mencintai adikku, lepaskan dia. Jalani saja hubunganmu dengan sekretaris simpananmu itu.""Aku juga ingin melepaskannya." Valerio mengaitkan bibirnya dan menyunggingkan senyum tipis. "Aku sangat senang kalau kamu bisa membujuk adikmu. Aku akan memberinya kompensasi dalam jumlah besar. Kedua keluarga kita bisa bersatu dan saling membantu untuk ke depannya. Aku punya proyek yang sangat menguntungkan dan akan aku memberikannya kepadamu.""Kamu tahu sendiri seperti apa adikku itu. Dia nggak akan berubah pikiran kalau sudah bertekad."Valerio mengangkat bahunya, menandakan kalau dia pun tahu akan hal ini.Klinton duduk di sofa dengan kaki disilangkan. Sikapnya santai sekaligus malas dan tidak ter
Briella belum tidur semalaman. Sejak datang ke Galapagos, dia mengalami insomnia yang parah dan tidak bisa tidur nyenyak selama beberapa malam. Dia melirik jam dan ternyata langit di luar sana sudah gelap. Malam ini pasti akan menjadi malam yang panjang untuknya.Tidak masalah kalau dia sendiri seperti ini. Namun, sekarang ada bayi di dalam perutnya. Briella khawatir akan menyakiti bayinya kalau seperti ini.Namun setelah dipikir-pikir, Briella juga bukan yang sangat ingin mempertahankan anak ini. Daripada memberinya masa depan yang tidak jelas, lebih baik tidak melahirkannya ke dunia ini karena hanya akan membuatnya menderita.Briella memang berpikir seperti itu, tetapi di hatinya tetap merasa frustrasi. Apa dia benar-benar tidak menginginkan anak ini? Briella ragu-ragu, bimbang dan terus memikirkannya sampai fajar menyingsing.Tok, tok ....Ada ketukan yang terdengar di pintu. Briella duduk dan menjawab ke arah pintu, "Masuklah."Beberapa pelayan masuk dengan membawa nampan sarapan,
Kecurigaan tiba-tiba terlintas di benak Briella. Dia merasa bahwa kemunculan Elena yang tiba-tiba di depan rumahnya hari ini terlalu mendadak.Ketika Briella tengah memikirkan kemungkinan ini, Valerio tiba-tiba menelepon.Pria itu pasti baru bangun tidur. Suaranya sengau, terdengar rendah dan magnetis."Apa anak-anak sudah bangun?""Pak Valerio, bisakah Pak Valerio nggak memberi tahu siapa pun alamat tempat tinggalku seenaknya?""Apa maksudmu? Aneh sekali."Mendengar sikap Valerio, Briella memiliki tebakan sendiri di dalam benaknya.Seperti yang dia duga. Elena datang bukan untuk menjemput anak-anak, tetapi untuk menyatakan kedaulatannya.Terlalu samar untuk menganggapnya sebagai ancaman."Barusan Elena datang dan bilang kalau dia ingin menjeput anak-anak.""Anak-anak ikut dengannya?""Aku nggak kasih izin."Pria itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, dia berkata, "Marco sudah dapat kamar terbaru terkait anak itu. Rumah sakit memang membawa anakmu pergi dan berbohong kep
Briella kembali ke kursi kemudi dan menyesuaikan sudut kursi, baru menyalakan mobil untuk pulang.Setelah melakukan banyak hal semalaman, Zayden mengikuti Briella pulang dan masuk ke kamar tamu untuk tidur. Briella memandangi kedua kakak beradik yang tertidur lelap di atas tempat tidur. Kedua anak kecil ini benar-benar seperti malaikat, sangat pintar dan pandai bagaimana cara bersikap. Papa mereka memang suka main perempuan, tetapi sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa karena bisa menemukan wanita-wanita yang bisa melahirkan anak sesempurna mereka.Briella membantu mereka memakaikan selimut, lalu kembali ke tempat tidurnya.Dia tidur hingga pukul sepuluh keesokan harinya dan dibangunkan oleh suara bel pintu.Setelah mengan mengenakan sandal rumahan dan melewati kamar tamu, Briella tidak lupa membuka pintu kamar tamu untuk melihat Zayden dan Queena yang masih tertidur.Menutup pintu kamar tamu, Briella berjalan ke pintu depan dan melihat melalui mata kucing.Wanita yang berdiri d
Briella berjalan keluar bersama Zayden dan masuk ke dalam mobil Nathan. Saat itu sudah pukul dua pagi.Nathan mengetuk pintu mobil Briella, memberi isyarat agar Briella keluar dan berbicara.Briella menatap Zayden. "Jangan keluar dari mobil. Tidur saja kalau kamu ngantuk."Zayden memelototi Nathan dan mendengus dingin, "Banyak sekali masalah pria itu."Briella membelai kepala Zayden. "Dia memang banyak masalah. Meskipun begitu, dia bukan orang jahat. Dia akan berguna dalam keadaan darurat."Zayden menunjukkan sikap posesifnya. "Kalau begitu Mama nggak boleh suka sama dia. Mama cuma boleh suka sama Papa saja."Briella tersenyum tidak berdaya. "Apa Papa nggak pernah bilang siapa Mama kamu?""Tentu saja Papa pernah bilang. Kamu."Briella hanya menganggapnya sebagai lelucon. "Nak, tidurlah di mobil. Setelah itu, kita akan pulang."Nathan merokok tidak jauh dari situ, mengembuskan kepulan asap putih di tengah dinginnya cuaca malam. Melihat Briella turun dari mobil dan berjalan mendekat, dia
Nathan dan Zayden berhenti berdebat dan menatap Briella bersamaan. Keduanya sedikit takut saat melihat Briella marah.Erna memperhatikan Nathan. Siapa pun pasti bisa melihat kalau Nathan sangat menyukai Briella.Dia langsung bertanya pada Nathan, "Apa hubunganmu dengan Briella?""Aku mantan pacarnya."Erna kembali melanjutkan, "Lala sudah punya tunangan. Dia akan menikah dengan Klinton, tuan muda dari Keluarga Atmaja. Lebih baik kamu nggak berhubungan lagi dengannya setelah ini.""Kamu dan Klinton bertunangan?" Nathan berkata sambil menatap Briella, bertanya dengan nada serius."Dia itu rubah tua, apalagi adiknya, Davira. Apa kamu bisa hidup damai kalau menikah dengannya? Jangan menikah dengannya. Lebih baik bersamaku daripada bersamanya. Kamu mengerti?"Briella menjawab tanpa mengangkat matanya, "Kenapa aku harus menikah? Setelah menemukan anakku, aku akan baik-baik saja bahkan tanpa menikah.""Omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Erna melanjutkan dengan kesal, "Apa maksudnya menemu
Cahaya di mata Zayden sudah meredup. Neneknya tidak sadarkan diri sejak dia lahir, jadi neneknya belum pernah bertemu dengan Zayden. Wajar saja kalau dia tidak mengenali Zayden."Dia Zayden Dominic. Biarkan saja dia memanggilmu begitu." Briella tidak tega melihat kelopak mata Zayden yang terkulai dan kehilangan. "Bukannya kamu ingin aku punya anak? Kebetulan sekali ada yang memanggilmu nenek."Erna melihat Zayden, lalu bertanya pada Briella dengan ragu, "Katakan, apa dia benar-benar anakmu?""Bukan." Briella menunjukkan ekspresi bingung. "Ini anak atasanku. Aku diminta menjaganya.""Kalau itu bukan anakmu, kenapa nama belakangnya Dominic?" Nathan berjalan mendekat dan menunjuk ke arah kepala Briella. "Apa kepalamu ini benar-benar terbentur. Kenapa kamu masih nggak percaya?"Briella tiba-tiba memikirkan hal ini dan ternyata benar. Zayden punya nama belakang yang sama dengannya.Namun, tidak peduli seberapa banyak Briella memikirkannya, dia tidak ingat kalau dia punya seorang putra seusi
Briella bisa merasakan ketidakbahagiaan Nathan. Kebencian Nathan kepada Rieta sama besarnya dengan rasa sayangnya kepada Rieta. Dia tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya lagi, mana mungkin dia tidak sedih?"Aku memang sakit. Hatiku yang sakit."Briella menutup mulutnya dan menatap punggung Nathan tanpa berkata apa-apa."Jadi aku teringat denganmu. Melihatmu bisa membuatku merasa lebih baik.""Aku bukan obat penghilang rasa sakit. Pergilah ke rumah sakit kalau kamu nggak sehat.""Kamu jauh lebih manjur dibandingkan dokter dan perawat rumah sakit. Apa kaki dan pinggang mereka sekecil milikmu? Daripada mencari mereka, lebih baik aku menemuimu."Sebelum Briella sempat mengatakan sesuatu, Zayden berteriak marah, "Dasar memalukan!"Briella menutup telinga Zayden. "Nathan, kamu boleh sedih, tapi tolong tunjukkan rasa hormat padaku. Ada anak kecil di dalam mobil. Apa kamu nggak bisa bersikap normal?""Normal, aku sangat normal. Aku nggak nangis dan membuat masalah, kenapa kamu bilang aku ng
Nathan melihat bahwa Briella tidak terlihat berpura-pura. "Ayo. Aku akan mengantarmu menemui ibu asuhmu. Kalian bisa bernostalgia di jalan.""Tunggu dulu. Aku mau ganti baju.""Pergilah. Pakai jaket dan sekalian bawakan jaket untuk putramu."Kata Nathan sambil menarik Zayden ke dalam rangkulannya.Briella menatap Zayden dan hatinya gelisah. Lalu, dia memerintahkan, "Aku ambil baju dulu. Nggak akan lama."Melihat Briella berbalik dan masuk ke dalam kamar, pria itu mencubit wajah Zayden dan menggodanya."Kasihan sekali, ibumu sendiri nggak mengakuimu sebagai anaknya."Zayden menoleh dengan angkuh, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Jangan menyentuhku!"Nathan menimpali, "Sifatmu ini sama persis seperti Valerio.""Aku anak kandungnya, tentu saja sama sepertinya.""Sepertinya kamu sangat menyukainya. Nggak boleh begitu. Apa kamu sudah lupa bagaimana dia memperlakukan Mama mu? Kamu harusnya membencinya.""Jangan mengatakan sesuatu yang nggak kamu mengerti." Zayden mencibir, "Aku punya
Briella menutup pintu untuk menghalangi pandangan kedua anak itu. Lalu, dia mengerutkan keningnya dengan tidak senang. "Nathan, apa yang kamu lakukan di sini?"Nathan bersandar di ambang pintu, wajahnya terlihat sedikit muram. Bahkan tercium bau alkohol dari napasnya. Entah karena kematian Rieta atau karena apa, tetapi pria itu tidak terlihat baik-baik saja."Sudah malam. Kamu pergi saja."Lelaki itu mengaitkan bibirnya, berkata sambil tersenyum sangat tipis, "Kenapa? Sekarang kamu akhirnya berani mengakui kalau kamu itu Briella?"Briella mengabaikannya dan menutup pintu untuk mengusir Nathan pergi.Tangan Nathan menghalangi pintu dan melambai ke arah Zayden yang berada di dalam, "Nak, kamu masih nggak kenal sama Om?"Briella menoleh ke belakang. "Zayden, bawa adikmu ke kamar.""Zayden, kamu sama saja dengan Mama mu, tidak mau mengakuiku. Bagaimanapun, dulu aku pernah menolong kalian berdua, tapi sekarang kalian jadi orang yang nggak tahu terima kasih."Briella menyadari sesuatu, lalu
"Queena khawatir nggak akan bisa bertemu Tante lagi, hiks."Briella menepuk-nepuk punggung Queena, mencoba menenangkannya, "Jangan menangis. Itu tempat orang jahat ditempatkan. Tante nggak melakukan kesalahan, mana mungkin dikurung di sana?"Kepala Queena terbenam dalam pelukan Briella, terus menempel kepadanya. "Lalu siapa orang jahatnya?"Briella menjilat bibirnya dan berkata dengan ragu-ragu, "Tante nggak tahu siapa orang jahatnya. Yang Tante tahu, orang jahat pasti akan dihukum."Queena mengedipkan matanya yang berkaca-kaca dengan polos. "Tapi kata para pelayan, Nenek meninggal dan Mama yang membunuhnya."Zayden berkata dengan jengkel, "Dia bukan Mama mu. Dia memperlakukanmu dengan nggak baik dan mengajarimu hal buruk. Dia nggak pantas untuk menjadi seorang ibu."Queena mengerutkan kening dan berkata dengan cemas, "Mama Queena orang yang jahat. Apa orang lain juga akan menganggap Queena jahat?""Nggak akan." Zayden bersumpah, "Selama ada Kakak, nggak akan ada yang berani menyebutmu