"Aku juga nggak yakin apakah dia dalang di balik semua ini, tapi aku yakin kalau Davira juga turut terlibat."Briella mengernyitkan keningnya. Hari yang dia habiskan di penjara benar-benar kelam. Sampai saat ini pun Briella masih merasa takut saat memikirkannya. Mungkin rasa takutnya ini akan menyisakan trauma yang mendalam.Yang lebih parahnya, Briella hampir dipaksa masuk ke meja operasi untuk melakukan aborsi.Jadi, setelah mengalami semua itu, apa yang harus dilakukan Briella agar bisa hidup damai dengan kedua orang itu?Menghela napas panjang dan keras, Briella merasa kalau ini adalah masalah yang tidak dapat dipecahkan. Jadi, dia hanya bisa mengambil satu langkah pada satu waktu. Yang terpenting saat ini adalah melindungi dirinya sendiri dan kedua anaknya agar tidak terluka. Lebih baik lagi kalau Briella tidak menempatkan dirinya dalam posisi pasif.Valerio membawa Zayden ke Galapagos. Ketika dia menggendong Zayden masuk ke dalam vila, Davira langsung mengenali Zayden. Seketika,
Briella dan Nathan muncul bersamaan di ambang pintu vila Galapagos dan mata Zayden langsung berbinar saat melihat kedatangan mereka. Dia masih dalam gendongan Valerio, jadi meronta sambil berteriak, "Mama, Papa, tolong aku!"Gendongan Valerio pada Zayden makin menguat, tidak berniat akan melepaskannya.Nathan melangkah mendekat dan naik ke tangga, mengadang di depan Valerio. Karena takut melukai Zayden, dia tidak mencoba merebutnya dari gendongan Valerio. Dia hanya mencegah Valerio membawa Zayden masuk ke kamar."Dia bukan anakmu, jadi lebih baik pergi dari sini dan jangan ikut campur!""Baiklah, tapi aku akan bawa Briella dan Zayden pergi dari sini."Valerio berdiri tegak, tatapannya melihat Briella yang berada di lantai bawah, lalu berkata pelan kepada Nathan, "Dia wanitaku, jangan mimpi bisa membawanya pergi.""Sepertinya kamulah yang mimpi sambil jalan." Nathan kembali melanjutkan, "Beraninya kamu menculik anak orang lain di siang bolong! Kamu melanggar hukum. Kalau aku lapor polis
"Nathan, maafkan aku karena merepotkanmu lagi hari ini."Briella dan Nathan berjalan melewati halaman vila. Mobil Nathan diparkir di luar Galapagos, yang memang agak jauh dari vila. Mereka berjalan keluar dengan langkah pelan."Jangan bilang begitu. Kamu itu pacarku, jadi sudah jadi kewajibanku buat melindungimu.""Lebih baik kita perjelas saja semuanya." Briella menangkupkan kedua tangannya dan berkata dengan tidak enak hati, "Terima kasih karena selalu memperlakukanku sebagai pacarmu. Kamu selalu menjagaku dengan baik, terutama terkait dukungan finansial untuk ibuku yang sakit. Tapi, karena semua inilah aku nggak bisa memperlakukanmu sebagai pacarku."Nathan menghentikan langkah kakinya dan menatap Briella dengan raut wajah terkejut. Dia bertanya, "Kenapa bilang begitu?""Bagiku, dibandingkan dengan hubungan terkait perasaan, kamu adalah seorang penolong. Kalau masalah perasaan antara pria dan wanita, mungkin masih ada yang kurang dari kita untuk bisa mencapai hubungan itu."Briella
"Muncul di depanku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Apa kamu hantu?""Heh." Suara pria itu rendah dan dalam. Dia mengangkat tangannya dan melingkarkannya di pinggang ramping Briella, mencubitnya dengan pelan "Kalau hantu, orang pertama yang akan kumakan pasti kamu."Pinggang Briella terasa geli. Dia menggerakkan pinggangnya mencoba menghindar dan merasa sedikit takut.Di dunia ini, hantu lebih berakal daripada manusia. Briella memang cukup takut pada Valerio. Sebenarnya, itu karena dia memang orang yang penakut, apalagi Briella merasakan sendiri kekejaman pria ini setelah hubungan keduanya berakhir. Mungkin rasa takut ini sudah mengakar di dalam hatinya dan menimbulkan trauma mendalam."Kamu nggak perlu jadi hantu buat memakanku. Aku orang yang pernah mati, apa lagi yang harus aku takuti?"Valerio mengaitkan bibirnya, lalu menggunakan tangannya untuk mengatur rambut Briella yang jatuh di sekitar telinganya. Dia bertanya dengan penuh minat. "Oh, setelah mati sekali, kamu jadi hantu m
Melihat emosi Davira yang tidak terkendali, Briella sedikit khawatir hal itu akan berdampak buruk pada Zayden. Jadi, dia menutupi mata Zayden dan mengatakan, "Nak, pergilah bermain di tempat lain sebentar. Mama akan menemuimu nanti.""Mama, kenapa Mama nggak tanya apa yang terjadi?"Zayden tidak terlihat takut sama sekali, malah terlihat berseri-seri dengan bangga, seperti seorang jenderal besar yang baru saja kembali dari pertempuran dan mendapatkan kemenangan penuh."Bagaimanapun juga, hal seperti mendorong seseorang untuk bunuh diri seharusnya nggak dilakukan oleh anak berusia lima tahun."Valerio memasang tampang muram, dingin dan tegas. Tubuh Zayden sedikit meringkuk, lalu senyum di wajahnya menghilang begitu saja.Zayden takut pada Valerio. Meskipun dia melakukan itu untuk pertahanan diri dan melindungi Mama nya, dia tetap merasa takut saat menghadapi pria yang serius dengan aura yang kuat."Mama, Tante yang marah-marah dulu. Karena itulah aku pergi ke kamarnya dan berdandan sepe
Meskipun dalam hati Zayden merasa tidak terima, tetapi dia masih tetap menuruti perintah Valerio. Dia melambaikan tangannya ke arah Briella, lalu mengatakan, "Mama, aku ke ruang kerja dulu, ya. Jaga diri Mama baik-baik."Hati Briella terasa sakit saat melihat tatapan sedih putranya. Namun, yang paling penting saat ini adalah menyelesaikan masalah, jadi dia membiarkan putranya pergi ke ruang kerja.Zayden meninggalkan kamar dan hanya menyisakan tiga orang saja di kamar ini.Tangan Davira mencengkeram sudut jendela dan tubuhnya sedikit gemetar, terlihat seperti ketakutan.Hanya saja, Zayden baru berusia lima tahun, kalaupun dia membuat masalah, mana mungkin sampai membuat Davira setakut ini?Jadi, Briella menduga dalam benaknya kalau ada unsur akting dalam reaksi Davira.Valerio melepas jas yang dia kenakan dan berjalan ke sisi jendela. Dia menyampirkan jas itu ke pundak Davira dan menariknya menjauh dari posisi berbahaya itu, baru melepaskannya."Rio, aku takut, jangan pergi."Davira be
Valerio ditinggal sendiri di kamar anak, berdiri dalam keheningan sambil memandang ke luar jendela, ke arah dahan-dahan pepohonan yang bergerak ke sana ke mari. Wajahnya yang tampan diliputi kelelahan.Orang yang membuatnya menjadi seperti ini adalah Briella.Namun, tidak peduli seberapa keras kepalanya Briella, Valerio tidak bisa melakukan apa pun kepadanya. Satu-satunya pikiran yang ada di benak Valerio saat ini adalah membuat Briella dan Zayden tetap tinggal di Galapagos. Bagaimanapun juga, anaknya masih ada di dalam kandungan Briella. Dengan melepaskannya, itu berarti Valerio memberikan kesempatan kepada anaknya untuk memanggil pria lain dengan sebutan papa.Tidak bisa! Dia tidak semurah hati itu dengan membiarkan hal itu terjadi."Om Valerio."Suara anak kecil yang sangat lembut terdengar dari ambang pintu. Valerio mengumpulkan kembali pikirannya yang kacau dan berbalik untuk melihat ke ambang pintu. Zayden menjulurkan kepala kecilnya, terlihat sedikit takut.Barusan, dia sudah me
"Mama mu ...."Valerio tiba-tiba teringat kembali pada sesuatu yang membuatnya bingung selama bersama dengan Briella lima tahun ini. Sekarang, dia sudah menemukan jawabannya dalam diri Zayden.Wanita ini bukan wanita mata duitan, dia hanya menyukai uang. Karena dengan uang, dia bisa menghidupi anaknya dan keluar dari kehidupan terpuruk mereka. Selain itu, wanita ini sudah berkorban banyak hal untuknya dan memberinya kenikmatan yang sangat luar biasa.Jadi, apa salahnya memberinya sebuah vila? Ini adalah sesuatu yang sangat pantas untuk Briella dapatkan.Namun, ini bukan waktu yang tepat untuk mengakhiri semuanya. Sejujurnya Valerio agak menyesal, tetapi masalahnya sudah berkembang sampai seperti ini. Karena Briella hamil, jadi Valerio harus membuat beberapa penyesuaian dan perubahan."Mama mu itu wanita yang melakukan pekerjaannya dengan sangat serius dan bertanggung jawab. Dia bukan cuma kerja biar dapat uang, tapi karena harus membesarkanmu. Kamu harus lebih pengertian. Meskipun ngga