Reksi datang dengan wujud anjing besar dan menabrak tubuh werewolf itu hingga sang manusia serigala terpental jauh sekali. Pangeran Charles menghantam pohon dan tulang belakangnya serasa patah. Tapi ia manusia jadi-jadian yang hanya bisa mati atas kehendak Kuwara. Binatang berbulu hitam itu berdiri, melolong sangat tinggi sembari menatap rembulan dan berhadapan dengan Reksi satu lawan satu. Reksi bukan anjing biasa, ia merupakan hewan kepercayaan Raja Iblis Kuwara yang cukup sakti. Anjing dan serigala itu saling bergelut, menggigit, dan mencakar di atas tanah. Sedangkan di lain kesempatan, Kuwara turun dari langit dan lekas menolong Dewi Hara yang lehernya tergores. “Maafkan, Dewi Hara. Kau harus menderita hidup di dunia ini.” Kuwara menghentikan jalan darah di leher Kalira. Beberapa saat kemudian luka itu tertutup rapat. Andai Lira adalah dewi tentu saja lukanya tak berbekas. Sayangnya dia masih manusia biasa yang bisa terluka. Reksi datang dengan wujud manusia dengan beberapa l
Pangeran Charles berada di kamar sambil memegang jantungnya yang berdegup kencang. Tadi malam ia membunuh lagi setelah tak bisa menahan gejolak pada dirinya sendiri. Sang pangeran bahkan sudah mengundang penyihir, tapi malah penyihirnya yang mati karena tak sengaja ia bunuh. “Bodoh, semua orang bodoh!” Ia menghempas gelas kaca yang cantik hingga pecah. Pelayan kesangannya ingin mendekat tapi dihardik dan diusir. “Kenapa, kenapa dia selalu ada di mana-mana? Apakah karena dia aku berubah jadi serigala?” Lelaki berambut pirang itu berdiri dan mencari sebotol wine. Ia kalap dan ingin minum. Perangainya di luar batas kewajaran belum sampai di telinga ratu. “Pasti dia adalah kunci dari kembalinya diriku menjadi manusia biasa. Dia selalu ada di manapun aku berubah. Karl, kalau kau tak tahu bagaimana cara mengembalikanku sebagai manusia, kau akan aku mangsa.” Kembali gelas kaca dipecahkan oleh Charles sebagai bentuk kekesalannya, entah pada siapa. Kuwara tak pernah menampakkan diri padanya
Dewi Bunga Ambaramurni sedang menyiram taman bunga miliknya. Di langit tempatnya tinggal kini terasa sepi sejak Arsa tak ada lagi di sana. Ia tahu Arsa sedang mengembara, dan Dewi Ambar akan menunggu sang pujaan hati kembali serta menagih janjinya sebagai selir nanti. “Aku terlalu berharap padanya, tapi kalau tidak dengan dia aku tak mau dengan siapa pun.” Dewi Ambar memetik bunga yang sudah layu, ia embuskan di udara dan menjadi debu. Namun, debu itu wangi dan menyerap ke dalam sutra miliknya. Setiap kematian bunga akan kembali padanya. Itu sebabnya Dewi Ambar menjadi salah satu yang paling cantik di langit melebihi Dewi Hara sekali pun. “Kau masih saja di sini termenung, apa tidak bosan?” Mahadewi Senandika—Ratu kerajaan langit datang mengunjungi keponakannya. “Tentu tidak, Yang Mulia Ratu, dari sini aku bisa memandang aula mereka, hanya dengan cara itu aku bisa mengingat terus Dewa Arsa.” Dewi Ambar berbalik dan memberi hormat pada bibinya selaku penguasa kedua di langit. “Amb
Prajurit di bawah perintah Pangeran Charles memaksa masuk ke kamar. Keributan yang akhirnya terdengar oleh sang ratu dan wanita itu memutuskan tak ikut campur dengan urusan putranya. Semua prajurit yang sudah sampai berbaris. Mereka menarik selongsong senapan dan mengisinya dengan peluru. Arsa dan Kalira menunggu apa yang akan terjadi. Senjata itu termasuk baru di mata sang dewa perang. “Aku akan mati sekarang, tahu begini aku tak akan menerima tawaran pangeran bedebah itu.” Lira menarik napas panjang. “Benda apa itu?” tanya Arsa yang masuk dalam tubuh salah satu prajurit. “Itu senapan, untuk membunuh kita, sekali tembak tubuh kita bolong dibuatnya. Kau ini sebenarnya siapa?” Terheran gadis itu ada yang tak tahu apa senapan. “Oh, seperti pisau dan pedang.” “Ini lebih cepat lagi, kau belum tahu saja dengan meriam. Kenapalah yang melidungiku justru prajurit lemah sepertimu.” Lira kecewa, ia belum tahu siapa sebenarnya Arsa. “Tembak!” perintah salah satu prajurit. Dor! Satu temb
“Aku tak mengerti apa yang terjadi, tapi mengapa ada dua binatang buas harus berkelahi di depanku,” gumam Lira yang bersembunyi di balik pohon besar. Ada serigala dan harimau yang ukurannya tak masuk akal serta mampu membuat tanah di sekitar gadis itu bergetar kuat. Pangeran Charles yang baru saja terlempar dan jatuh ke tanah, akhirnya sadar dan lagi-lagi tanpa pakaian. Lira yang melihat lantas berpindah tempat begitu saja. “Mataku ternoda melihat hal-hal yang tidak aku inginkan.” Gadis dengan rambut plontos itu tak menghiraukan pertarungan besar antara serigala dan harimau. Justru ia tak mau didekati Pangeran Charles yagn kali ini benar-benar bergantung padanya. “Tolong,” ucap Charles dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. “Ih, astaga, pergi kau sana, menjijikkan sekali, dasar tak tahu malu.” Lira berpindah dari satu pohon lagi. Gadis tersebut berlari dan melewati tubuh seekor harimau yang sedang melompat dan menerjang seekor serigala. Charles tak menyerah dan terus mengikuti L
Dewi Anjas masuk ke dalam ruangan tempat ia menyimpan obat-obatan. Ia tahu apa yang harus dilakukan pada lelaki berjubah hitam tersebut. Hanya saja Anjas jadi terdiam sejenak. “Apakah Arsa baik-baik saja? Kalau perisai ini lemah bukankah artinya dia terluka?” gumamnya ketika menemukan obat yang dicari. “Ah, nanti saja aku cari tahu bagaimana keadaan Arsa, sudah lama sekali aku tak bertemu dengan mereka, Hara juga. Apa kabar mereka, ya?” Dewi Anjasmara masuk ke dalam kamar di mana Kuwara berbaring tanpa bergerak sama sekali. Tanda hitam di tubuh raja iblis itu hampir menghancurkan lambungnya. Dengan cepat Dewi Anjas memaksa pil masuk ke dalam tenggorokan Kuwara. Awalnya ditolak dan keluar lagi. Kemudian dengan tenaga dalam milik Anjas pil itu tertelan oleh raja iblis. “Aku yakin yang menyerangmu juga bukan dewa sembarangan. Terserahlah, itu urusan kalian, aku hanya menolong yang di depan mataku saja. Nanti tanda hitam ini akan hilang pelan-pelan, serta napas dan peredaran darahmu a
Kuwara telah membaik, tubuhnya tak lagi menghitam setelah Dewi Anjas menolongnya dari ambang maut. Seharusnya dia berterima kasih, etikanya begitu pada sesama dewa. Namun, sudah sejak lama Kuwara tak menjadi dewa. Ia terusir dari kerajaan langit karena fitnah yang lain juga. “Jadi Dewi itu tadi temannya Arsa.” Kuwara bangun dan memakai jubahnya. Kediaman Dewi Anjas kini tak ubahnya seperti sarang iblis. Hawa hitam pekat di mana-mana dan kekejian begitu tergambar jelas. “Benar, Tuan, tapi dia juga yang menolongmu.” Reksi datang menyambut kembali tuannya. “Dan sekarang dia turun menolong Arsa, bukan? Menolong Arsa sama saja mengobarkan peperangan padaku.” “Tuan, dia hanya seorang dewi biasa. Ilmunya tidak akan sebanding denganmu.” “Reksi, kau masih terlalu muda. Jangan menilai seseorang yang biasa-biasa saja tidak berbahaya. Justru dewi seperti dia akan membuat Arsa kuat. Persahabatan yang terjalin begitu lama tidak akan goyah karna harta dan takhta.” “Jadi, apa yang akan Tuan la
Ratu Marry berduka atas tewasnya Charles di tangan lelaki asing. Sang ratu meratapi jasad anaknya yang mati dengan mata terbuka. Kematian pangeran menjadi bukti bahwa Arsa tak main-main dengan siapa pun yang menyakiti pecahan arwah Dewi Hara. “Dia ini aku lihat kadang kejam, tapi tak pernah aku lihat berbuat baik,” ucap Lira dari balik dinding. Permasalahan tidak berhenti di sana saja. Ratu Marry menjerit dan meminta siapa saja untuk membunuh dewa perang yang masih berdiri dengan angkuhnya. “Siapa pun yang bisa membunuhnya akan aku berikan kedudukan sebagai perdana menteri.” Terang saja tawaran menggiurkan itu langsung disambut para kesatria. Bahkan mereka mengeluarkan senjata termasuk prajurit masing-masing. Meriam, bedil, bom, granat, dalam sekejap mata telah sampai di depan mata Arsa. “Yang Mulia Ratu, ayo, kita menyingkir dulu. Bisa mati kita di tengah peperangan.” Dua orang pelayan menarik paksa tubuh Ratu Marry. Sedangkan Charles tak dipedulikan. Semua bisa menilai bahwa A
Kuwara mengubah wujudnya menjadi seekor serigala besar dan berdiri di dua kakinya. Dewa perang itu juga mengubah wujudnya menjadi seekor harimau kuning besar dengan otot yang kokoh serta taring dan kuku yang tajam. Dua binatang buas yang saling berteriak dan memamerkan kekuatan mereka. Suara auman yang terdengar membahana sampai menembus portal keamanan milik Dewa Rama. Bahkan Hara terkejut dan hampir pegangannya pada Dewi Anjas terlepas. Di bumi, suara dua dewa yang sedang bertikai itu terdengar seperti naga yang sedang bangkit dari tidurnya. Macam-macam legenda yang berkembang. Terutama ketika tubuh binatang buas itu menutupi bulan yang bersinar terang. Penduduk bumi akan mulai memukul kentungan agar mereka yang bertikai memuntahkan bulan yang ditelan. Harimau dan serigala itu saling bergelut. Mencakar, menggigit, menendang, mematahkan tulang belulang. Kuku mereka masuk ke menembus kulit, tulang serta daging. Darah bercucuran sampai menetes ke bumi hingga membuat tumbuhan yang
Hara memegang pedang api neraka di tangan kanannya. Ia bersiap menghadapi pasukan iblis yang jumlahnya begitu banyak. Sang dewi melompat dan menaikkan lalu menebas pedangnya hingga timbul gelombang energi angin yang cukup besar. Gelombang itu tajam sesuai dengan pedangnya dan membuat beberapa bagian tubuh iblis terputus. Kemudian ibu dari Dewa Kembar itu berlarian dari satu atap ke atap lainnya sembari mengayunkan senjata mengikuti gerakan para iblis yang begitu gesit. Peluh Hara bercucuran. Ia melompat lebih tinggi dan mencoba meretakkan portal iblis yang dibuat oleh Kuwara. Portal hancur sedikit demi sedikit. Cahaya hijau terang dari tubuh Dewi Anjas keluar menembus langit. “Besar juga kekuatanmu sejak kembali dari bumi.” Kuwara memperhatikan pertarungan sengit dari atas singgasananya. Di sisi kirinya Dewi Anjasmara terkulai lemah tanpa bisa melawan.Sementara itu Reksi berdiri di antara barisan para prajurit neraka yang menghadapi Arsa. Pelayan Raja Iblis itu memiliki dendam yan
Seekor rubah ekor tujuh berlarian di atas gunung es. Ekornya bergerak ke sana kemari dengan lincah hingga membuat pola yang cahayanya berpendar begitu indah. Rubah ekor tujuh itu melompat ketika seekor harimau mengejarnya. Sang dewi api sedang menguji kekuatan barunya. Benar ia telah menyatu dengan makhluk kuno yang habitatnya dulu hancur diburu para iblis. Seekor harimau besar melompat cukup tinggi, mata rubah ekor tujuh itu bersinar terang. Dengan kekuatannya ia bersusaha menghindar dari terkaman. Namun, setelah rubah melompat tetap saja harimau yang merupakan perwujudan dari dewa perang mampu menangkapnya. “Ah, sudah, sudah hentikan! Aku tak tahan geli!” Dewi Hara mengubah wujud menjadi seperti biasa ketika kuku-kuku harimau yang tajam menelisik bulu-bulu rubah yang halus. Hara tak berhenti tertawa sampai menangis ketika Arsa terus menggodanya. “Ternyata seorang Dewi Api bisa geli juga. Kupikir seluruh tubuhnya akan dilindungi perisai sampai tak bisa tersentuh.” Arsa menyudahi
Di puncak Gunung Api dan Es, Dewi Hara berdiri tegak, matanya menatap tajam ke arah cakrawala yang dipenuhi oleh kabut tebal. Angin dingin yang menusuk tulang bercampur dengan panas yang membara dari lava yang mengalir di bawahnya, menciptakan suasana yang penuh dengan ketegangan dan kekuatan alam yang luar biasa.Dewi Hara mengangkat pedang saktinya, pedang api neraka, yang berkilauan dengan sinar merah yang memancar dari dalamnya. Pedang itu ia dapatkan ketika menjadi sosok Nira. Sebuah senjata berbahaya yang mampu mengeringkan sungai dalam sekejap mata. Dengan setiap ayunan, Dewi Hara merasakan kekuatan yang mengalir melalui tubuhnya, mempersiapkannya untuk pertempuran yang akan datang. Perang melawan bagian dari dirinya sendiri. Di hadapan wanita berambut keriting itu, bayangan besar mulai terbentuk. Rubah Ekor Tujuh, makhluk yang merupakan gabungan dari tujuh dewi zodiak kuno, muncul dengan anggun. Setiap ekor rubah memancarkan cahaya yang berbeda, mencerminkan kekuatan dan el
Sahasika membawa bayi Arsa dan Hara ke dalam kediamannya bersama raja langit. Tak lama kemudian Wanudara pun masuk. Sahasika memerintahkan para pelayan keluar. “Apa lagi yang kau lakukan?” tanya Wanudara pada ratu langit. “Menurutmu?” tanya kembaran Senandika itu dengan ekor mata melirik lelaki yang bukan suaminya. “Kenapa harus mencari masalah lagi?” Raja langit duduk dengan dua kaki terbuka lebar. “Aku tidak mencari masalah, Kanda, aku mencari kasih sayang. Anak sekecil ini pasti tahu menyayangi siapa yang merawatnya. Hal yang tidak pernah aku dapatkan dari dulu.” “Sahasika …” panggil sang raja. “Berhenti memanggilku dengan nama itu. Aku bahkan tak menyukainya sama sekali.” “Sahasika, kejahatanmu sudah terlalu jauh, cepat atau lambat aku harus mengembalikan Senandika pada tempatnya.” Jujur saja Wanudara merindukan istrinya yang asli. Wanita yang penuh kelembutan tapi ketegasan, hanya saja mudah kasihan pada saudara kembarnya. “Aku tidak akan mengembalikan tempat ini pada Sen
Arsa dan Hara pergi berdua ke gunung api dan es untuk menekan gejolak panas pada tubuh sang dewi. Keduanya melintasi langit di malam hari yang bertabur bintang amat indah. Tak mau terburu-buru, begitulah mereka kalau sedang berdua. “Itu, bintang saat aku masih di kehidupan yang dulu,” ujar Hara saat ia difitnah pada kehidupan lampau.“Dan bersinar sangat terang. Dari sana saja sudah ketahuan kalau kau tidak bersalah.” “Kalau misalnya aku bersalah, Kanda, aku jadi apa?” “Meteor atau benda-benda langit lainnya yang jatuh menghantam bumi dan membuat kerusakan hingga menyengsarakan umat manusia serta menyulitkan para dewa.” “Oh, aku baru mendengar hal-hal seperti ini. Tapi bintang di sebelah itu siapa, ya? Kenapa aku curiga kalau dia salah satu temanku,” tunjuk Hara pada bintang dewi pelangi hijau dengan sinar yang tak kalah terangnya. “Nanti akan aku cari tahu. Kita lanjutkan perjalanan, semakin cepat sampai semakin cepat kita bertemu dengan si kembar.” Arsa semakin menggenggam erat
Arsa membawa Hara ke dalam kamarnya. Ia meminta para pelayan meninggalkan mereka seorang diri sebab tahu panas dari tubuh istrinya masih tidak bisa diredam dengan mudah. Lelaki itu sendiri mengambil air dari sumbernya di kolam dan segera mengusap tubuh sang dewi dengan kain basah. Air yang menenangkan sanggup meredam panas yang masih bergejolak. “Dewa Arsa, sebelum kami benar-benar pamit, apakah ada yang masih dibutuhkan?” tanya salah satu pelayan dari luar. “Tidak ada. Awasi dan jaga anak kami dengan baik, jangan biarkan Ambar mendekati mereka, mengerti?” titah sang dewa. “Baik, Dewa Arsa.” Kemudian para pelayan beranjak meninggalkan kamar sang tuan. “Rubah ekor tujuh, bagaimana mungkin tubuhmu sanggup menahan hewan kuno itu. Pantas setiap sebentar kau marah dan mengeluarkan api.” Dewa perang mengganti pakaian istrinya yang basah dengah jubah baru warna putih dengan sensasi dingin dan menenangkan. “Istirahatlah, Sayang, yang tadi hanya mimpi buruk saja. Aku tidak akan pernah m
Dewa Api mendekati Hara tiba-tiba saja bahkan memegang tangan wanita itu begitu erat. Sahasika sangat menikmati permainan yang ia buat sendiri. Cepat atau lambat pertarungan besar terjadi dan akan berdampak ke bumi. “Permaisuriku, ayo ikut ke aula merah. Mulai sekarang kau adalah istriku.” Dewa Api menarik tangan Hara. Namun, wanita berambut keriting itu diam saja di tempatnya. Lagi, lelaki berjubah merah itu menariknya, tapi sama saja Dewi Hara tak bergerak sama sekali. Memiliki kekuatan yang sama-sama berasal dari api membuat keduanya saling adu kekuatan dalam diam. Tanpa disadari dua dewa, yang lain jadi menjauh karena hawa panas yang dikeluarkan dari tubuh masing-masing. “Ini yang aku khawatirkan.” Arsa berhasil melepas ikatan dari Jayamurcita. “Tidak mungkin Dewi Hara jadi seperti itu.” Dewa penjaga gerbang terbelalak matanya ketika api besar keluar dari tubuh sang dewi. Secara sengaja semua yang ada di sana menjauh. Api menyambar semua yang ada di sekitar Hara termasuk memb
Mahadewa dan istrinya sudah memasuki aula. Para dewa dan dewi memberikan hormat. Setelah diminta barulah mereka menaikkan kepala. Ada satu jabatan yang diisi oleh dewa baru, yaitu juru catat perintah mahadewa dan mahadewi. Jabatan itu diisi oleh Rogu. Mata Arsa menatap Rogu begitu dalam. Siapa sangka temannya akan di sana. Jabatan yang bisa dikatakan strategis karena memiliki daya ingat yang kuat. Namun, cukup berat karena yang diincar pertama kali untuk memanipulasi perintah raja dalah Rogu nantinya. “Aku senang semua pilar penyokong langit sudah terisi kembali,” ucap raja langit Wanudara. “Tapi aku kembali kecewa kenapa Dewa Rama masih tidak mau bergabung dalam pemerintahan, padahal aku sangat membutuhkan nasehatnya.” Ucapan Wanudara membuat Dewi Senandika palsu melirik ke arahnya. Rogu diam saja tak mau menjawab. Tindakan Dewa Rama sulit ditebak bahkan oleh takdir sendiri. “Yang Mulia, mulai saja sekalian jangan berlama-lama,” bisik Sahasika pada Wanudara. “Baik kalau begitu.