Pagi itu seharusnya membawa semangat baru bagi Liora, namun pikirannya masih terpaku pada notifikasi sistem semalam muncul entitas asing terdeteksi, lalu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.
Dengan rasa gelisah yang tak hilang, ia memutuskan tinggal di rumah untuk memastikan telur naga tetap aman. Untuk mengalihkan pikirannya, ia menjelajahi perpustakaan milik Lyara, tempat yang hanya bisa diakses Lyara dan Kael karena ada lapisan sihir yang melindunginya.
Rak-rak tersusun rapi, penuh dengan buku ramuan, sihir kuno, dan sejarah kerajaan. Tapi satu buku kecil yang usang menarik perhatiannya. Saat dibuka, ia membaca kalimat pendek penuh teka-teki.
“Pertentangan terjadi. Aku tahu semuanya akan berakhir sia-sia.”
Halaman berikutnya.
“Jalan ini penuh keraguan. Tapi pentingkan dirimu sendiri. Mereka takkan peduli.”
Tangannya gemetar saat membuka halaman selanjutnya.
“Pengkhianatan akan terjadi atas nama kebebasan. Kan kuambil semua kekuatan mereka…”
Kertasnya tersobek sehingga kalimat yang tertulis terputus.
Liora menatap kosong, pikirannya langsung terhubung ke cerita dalam game mengenai masa lalu Lyara. Tentang malam saat kastil keluarga Blackthorn diserang. Tentang darah, kehancuran, dan hilangnya kakak Lyara yang mengorbankan diri demi menyelamatkannya. Dan tentang Lyara yang memilih menghilang bersama seseorang misterius.
Liora menarik napas. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Tapi ia tahu ke mana harus pergi.
“Zephyros.”
Kota angin. Tempat penuh rahasia dan mitos kuno. Mungkin di sana ia mendapat petunjuk tentang dunia ini dan Lyara.
Tapi sebelum itu, satu hal penting, telur naga tak bisa ditinggal. Tempat ini tampak aman, tapi entitas yang muncul semalam mengubah segalanya.
“Kael!” panggilnya.
Seekor beast berbentuk kucing dengan bulu coklat dan mata bersinar muncul dari balik pintu.
“Ada apa, Tuan?” tanyanya lembut.
“Kita ke Zephyros.”
“Baik, Tuan.”
Mereka bersiap. Liora mengenakan anting magis yang mengubah penampilannya. Rambut biru gelap menjadi coklat hangat, matanya coklat menjadi hijau zamrud. Kael berubah menjadi rubah berbulu Oranye. Dengan penyamaran sempurna, mereka siap.
Kael merapalkan mantra membuat lingkaran sihir menyala di bawah kaki mereka, membawa mereka ke tengah hutan terlarang di luar Zephyros.
Kael bersuara. “Kita harus keluar dari Hutan Terlarang sebelum mencapai kota.”
Mereka berjalan hingga melihat tembok kota di depan mereka. Seorang penjaga menghentikan langkah mereka. Liora menunjukan lencana penjelajah. Setelah diperiksa, mereka diizinkan masuk.
Zephyros memukau dengan jalanan penuh pedagang, bangunan tinggi, dan Ordo Ksatria Pelindung yang megah. Tapi tak lama kemudian, sesuatu membuat darah Liora membeku. Di papan pengumuman kota, wajahnya dan Kael terpampang di pengumuman.
Tuduhan: menculik sang putri. Hadiah sebesar tujuh puluh ribu koin emas.
“Untung saja kami menyamar dan Kael memberikan lencana kalo tak. Mereka akan langsung di eksekusi.” gumam Liora melihat poster wajah mereka.
Setelah berkeliling mengumpulkan informasi mereka mengetahui setelah perang besar yang terjadi tiga tahun lalu putri dan para enam penjaga menghilang dan monster yang tercemar kegelapan mulai menyerang dan menyebarkan ketakutan.
“Kita pulang,” desisnya pada Kael.
Namun nasib berkata lain.
Di tengah perjalanan pulang melalui Hutan Terlarang, tanaman sihir tiba-tiba mencuat dari tanah, melilit Kael dan menggantungnya di udara.
“Kael!” teriak Liora.
Tiga bandit muncul. Salah satunya, pria dengan luka panjang di pipi, berkata dingin,
“Serahkan barangmu, atau beast ini mati.”
Liora menggenggam pedangnya. Amarah menyulut tekadnya. Ia menebas ke arah pria itu. Pertarungan pecah.
“Apakah ini kekuatan transmigrasi.” gumamnya tak percaya dirinya bisa menggunakan pedang.
Liora bertarung mati-matian, tubuhnya bergerak lincah, menghindari serangan demi serangan. Namun, satu pedang berhasil menyayat bahunya, meninggalkan luka dalam yang membuat darah mengalir deras. Ia meringis, tapi tidak berhenti.
Dengan nafas terengah-engah, Liora menangkis serangan pedang lawannya dengan miliknya. Tubuhnya terasa berat, tetapi tekadnya tidak goyah. Dalam gerakan cepat, ia meraih pisau kecil dari sabuknya dan menusuknya ke perut salah satu bandit.
Bandit itu tersentak, matanya melebar dalam keterkejutan sebelum jatuh ke tanah, tangannya mencengkram luka yang mengalirkan darah.
Melihat lawannya lengah, Liora tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan lincah, ia melemparkan pisau kecil lainnya ke arah bandit kedua, tepat mengenai perutnya membuat bandit itu kesakitan.
“Satu lagi,” gumam Liora.
Pria terakhir, si pemimpin, merapal sihir kegelapan. Tanaman merambat mencekik kedua rekannya yang terluka, menghisap mereka hingga menjadi debu. Liora terpaku melihat hal yang mengerikan terjadi.
“Itukah sihir kegelapan…” bisiknya.
“Kau bukan bandit biasa.”
Tanaman rambat melesat cepat tanpa dapat Liora hindari dan melilit lehernya.
Kael yang tergantung melihat Liora yang terancam bahaya mencoba meronta melepaskan diri. Ia ingin menggunakan kekuatannya tetapi itu akan mengungkapkan penyamaran mereka.
Tubuh Liora terangkat. Nafasnya sesak. Matanya mulai gelap.
“Sistem…lakukan sesuatu….”
To be continued….
“Sistem…lakukan sesuatu….”Tubuh Liora terangkat, lilitan tanaman sihir mencekik lehernya. Penglihatannya mulai kabur. Bandit berwajah luka mendekat dengan senyum kemenangan. “Dua burung sekali tangkap, harta dan kekuatanmu akan menjadi milikku. Pengorbanan rekan-rekanku tak sia-sia.”Liora mulai kehilangan kesadaran.Namun, angin tiba-tiba berhembus liar, tajam. Sebuah cahaya melintas, dan dalam sekejap menancap di bahu pria itu.“ARGHHH!”Tubuhnya terpental, menghantam pohon dan terguling menjauh. Lilitan tanaman di leher Liora mengendur, membuatnya jatuh tersungkur, terengah-engah. Sementara Kael, yang tergantung, dibebaskan oleh tiupan angin lembut.“SIAPA KAU!” raung bandit itu, matanya liar menatap sekitar.Tombak yang tadi menancap di tubuhnya melayang kembali di udara lalu jatuh ke tangan pemiliknya.Dari balik pepohonan, sosok pria muncul. Rambut pirang berkilau, mata biru tajam seperti langit musim panas. Jubah biru tua berkibar bersama hembusan angin. “Orang sepertimu tak
Langkah kaki bergema di koridor yang sunyi, berat dan berirama, seperti denting jam yang kehilangan waktu. Di ujung lorong, seorang pria berdiri di depan pintu besar yang menjulang kokoh. Ia mengetuk. Suaranya memecah keheningan.Dari dalam, terdengar suara datar, “Masuk.”Ia menarik nafas, lalu mendorong pintu perlahan. Cahaya temaram dari jendela besar menyinari sosok pria yang berdiri membelakangi pintu.Pria yang baru masuk berhenti beberapa langkah di belakangnya. Ia membungkuk, memberi hormat. “Tuan. Saya membawa kabar… Dia telah kembali. Setelah tiga ratus tahun.”Keheningan jatuh. Detik jam berdetak pelan, seolah waktu menahan nafas.Tuannya perlahan berbalik. Tatapannya tajam, dan senyum licik merekah di bibirnya.“Akhirnya… Hari itu tiba juga.”Tangannya mengepal.“Mulai rencanakan pergerakan. Kali ini, tanpa kesalahan.”“Siap, Tuan.” Pria itu membungkuk dan pergi tanpa suara.Tuannya menatap ke luar jendela. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja. Di matanya, berkecamuk ambisi yang
Setelah perjalanan yang menguras tenaga, Liora dan rombongannya tiba di Desa Talewind, sebuah desa kecil di lembah Pegunungan Erto. Jalan-jalan berbatu yang biasanya sunyi, hari ini desa terlihat berbeda, penuh warna, penuh kehidupan. Festival Angin dan Cahaya akan segera dimulai, dan seluruh desa larut dalam semangat persiapan.Jalanan berbatu dipenuhi warga yang sibuk menggantung lentera angin dari kertas pastel. Panggung besar berdiri megah di tengah alun-alun, dihiasi pita-pita berwarna yang menari bersama angin lembut khas Talewind yang membawa aroma bunga liar, kini membawa gelombang kebahagiaan.Toko-toko kecil memamerkan pernak-pernik festival dari ukiran kayu berbentuk serigala, burung, dan bunga Lily of the Valley yang masing-masing menjadi simbol harapan, perlindungan dan penjaga Zephyros. Aroma ayam panggang manis, roti keberuntungan, dan pai buah hutan menggoda indera setiap yang melintas.“Liora, aku ingin yang itu!” seru naga kecil, matanya berbinar sambil menunjuk perme
Di depan mata mereka, sebuah gudang makanan dikepung oleh gerombolan monster yang mengamuk. Suara jeritan dan denting senjata memenuhi udara malam. Beberapa warga tampak terluka parah, sementara sisanya bertahan dengan alat seadanya, tangan mereka gemetar, namun tekad mereka tak runtuh.“Sial, jumlahnya makin banyak!” desis Aelric, matanya menyipit saat menatap pusat kekacauan.Di antara kerumunan itu, muncul sosok raksasa Gravetrail, bos berbentuk bison berotot dengan tanduk tanduk bercahaya yang memancarkan aura kegelapan pekat. Senjata kayu berduri yang diayunkannya bisa menghancurkan batu dalam sekali tebas.Tiga ksatria pelindung sudah nyaris tumbang. Penduduk desa makin terdesak.“Aertherwing!” panggil Aelric. “Sembuhkan mereka.”Makhluk bersayap perak muncul dari langit, mengepak anggun, lalu melesat ke arah korban terluka. Cahaya dari tubuhnya memancar lembut, menyembuhkan mereka satu per satu.“Kean, bersiap!” seru Liora, menggenggam pedang biru bercahaya. Matanya tajam, penu
Liora tahu, membawa Kael dan naga kecil bukan pilihan yang baik. Selain karena energi naga kecil itu belum stabil dan mudah terdeteksi, keberadaanya di luar rumah Aelric harus tetap menjadi rahasia. Perjalanan ini harus ia lakukan seorang diri.Semakin dalam ia menembus hutan, suara-suara asing mulai terdengar. Samar di awal, lalu semakin jelas, sekelompok orang. Liora memperlambat langkahnya dan bersembunyi di balik semak lebat.“Apa yang mereka lakukan di sini?” gumamnya pelan.Di hadapannya, bunga raksasa berdiri di tengah lingkaran para penyihir berjubah hitam dan bertopeng. Cahaya bulan memantul di kelopak-kelopaknya yang bercahaya seolah hidup. Namun Liora tahu keindahan itu palsu.Ketika bunga itu membuka kelopaknya, ia berubah menjadi makhluk mengerikan. Gigi-gigi tajam menyeringai di dalamnya, menghisap energi dari seorang pria dan seorang anak kecil yang terikat akar hitam. Wajah mereka pucat, tubuh gemetar, sekarat.“Tanaman ini lebih mengerikan dibandingkan di game.” Liora
Di tepi danau yang dikelilingi pepohonan raksasa, suara denting pedang membelah udara, bercampur dengan bisikan angin dan gemericik air. Sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, menarik di atas riak permukaan danau. Aelric duduk bersila di atas batu datar, menyatu dengan energi alam. Kelopak matanya terbuka perlahan, menajamkan pandangan ke arah dua sosok yang bertarung, Liora dan Kael.Liora melompat ringan, tubuhnya berputar laksana bayangan angin. Pedangnya berdesing membentuk lengkungan tajam menuju sisi Kael, yang menangkis dengan refleks sempurna. Cahaya magis berkilauan di setiap benturan senjata mereka.Dengan satu gerakan gesit, Liora menghilang lalu muncul di belakang Kael, ujung pedangnya menempel di leher rubah itu.“Bagus,” gumam Aelric, tersenyum miring. “Sekarang, kita ubah aturannya.”Namun sebelum latihan berlanjut, suara anak-anak memecah ketegangan. Beberapa dari mereka, termasuk Rema, gadis berambut hitam pendek datang sambil membawa tas jerami.“Kak Aelric! K
Begitu monster terakhir melesat masuk, Liora Menyusul ke dalam gua yang diselimuti kegelapan. Udara lembab menusuk paru-parunya, dan bau basah tanah bercampur darah menguar di udara. Ia mempersempit pandangannya, mencoba menembus pekatnya gua bebatuan yang seolah menelan cahaya.Langkahnya terhenti tiba-tiba tanah di bawahnya menganga. Terlambat.Bruk!Tubuhnya terhempas jatuh ke dalam bawah gua yang curam. Suara jatuhnya menggema, membangunkan kesunyian yang mencekam.Rasa sakit menyambar tubuhnya, tapi lebih dari itu sepuluh pasang mata kini tertuju padanya.Monster-monster itu berdiri mengelilingi sesosok mahluk besar, seekor Beast ular dengan sisik kehitaman, nafasnya berat menahan luka di tubuhnya. Monster-monster itu layaknya pembunuh.Sistem[Hidden Quest][Misi: Singkirkan Monster yang menyerbu Zevar][Hadiah: 10 poin | Sisa waktu: 15 Menit]“Sial…” desis Liora, berdiri dengan satu lutut, tangan meraih ganggang pedangnya.Dalam sekejap, mereka menyerang.Cakar. Taring. Racun.
“Tuan…Tuan, bangunlah! Cepat!”Suara asing membangunkan Liora. Ia membuka matanya dengan berat, dan mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang tidak dikenalnya. Gua gelap yang dipenuhi dengan bebatuan yang memancarkan cahaya kehijauan samar. “Apa ini?” bisiknya bingung. Ia tadi menulis ulasan tajam di laptop ke komunitas, tapi kini ia memeluk sebuah telur besar yang permukaanya hangat dan bercahaya.Belum sempat Liora mengatur pikirannya, sebuah bayangan besar mulai mendekat. Siluetnya bergerak perlahan namun mengintimidasi, suara beratnya bergema di dalam gua. “Tuan...kita harus pergi sekarang!”Liora terpaku, tidak memperdulikan suara yang terus memanggilnya. Matanya membulat saat makhluk raksasa itu akhirnya terlihat jelas. Sisiknya berwarna merah menyala seperti bara api, sepasang mata merahnya menatap tajam, dan napasnya yang panas mengepul, mengeluarkan percikan api kecil.“NAGAAA!” teriak Liora panik sembari mundur beberapa langkah.Tanpa peringatan, naga itu membuka mulut
Begitu monster terakhir melesat masuk, Liora Menyusul ke dalam gua yang diselimuti kegelapan. Udara lembab menusuk paru-parunya, dan bau basah tanah bercampur darah menguar di udara. Ia mempersempit pandangannya, mencoba menembus pekatnya gua bebatuan yang seolah menelan cahaya.Langkahnya terhenti tiba-tiba tanah di bawahnya menganga. Terlambat.Bruk!Tubuhnya terhempas jatuh ke dalam bawah gua yang curam. Suara jatuhnya menggema, membangunkan kesunyian yang mencekam.Rasa sakit menyambar tubuhnya, tapi lebih dari itu sepuluh pasang mata kini tertuju padanya.Monster-monster itu berdiri mengelilingi sesosok mahluk besar, seekor Beast ular dengan sisik kehitaman, nafasnya berat menahan luka di tubuhnya. Monster-monster itu layaknya pembunuh.Sistem[Hidden Quest][Misi: Singkirkan Monster yang menyerbu Zevar][Hadiah: 10 poin | Sisa waktu: 15 Menit]“Sial…” desis Liora, berdiri dengan satu lutut, tangan meraih ganggang pedangnya.Dalam sekejap, mereka menyerang.Cakar. Taring. Racun.
Di tepi danau yang dikelilingi pepohonan raksasa, suara denting pedang membelah udara, bercampur dengan bisikan angin dan gemericik air. Sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, menarik di atas riak permukaan danau. Aelric duduk bersila di atas batu datar, menyatu dengan energi alam. Kelopak matanya terbuka perlahan, menajamkan pandangan ke arah dua sosok yang bertarung, Liora dan Kael.Liora melompat ringan, tubuhnya berputar laksana bayangan angin. Pedangnya berdesing membentuk lengkungan tajam menuju sisi Kael, yang menangkis dengan refleks sempurna. Cahaya magis berkilauan di setiap benturan senjata mereka.Dengan satu gerakan gesit, Liora menghilang lalu muncul di belakang Kael, ujung pedangnya menempel di leher rubah itu.“Bagus,” gumam Aelric, tersenyum miring. “Sekarang, kita ubah aturannya.”Namun sebelum latihan berlanjut, suara anak-anak memecah ketegangan. Beberapa dari mereka, termasuk Rema, gadis berambut hitam pendek datang sambil membawa tas jerami.“Kak Aelric! K
Liora tahu, membawa Kael dan naga kecil bukan pilihan yang baik. Selain karena energi naga kecil itu belum stabil dan mudah terdeteksi, keberadaanya di luar rumah Aelric harus tetap menjadi rahasia. Perjalanan ini harus ia lakukan seorang diri.Semakin dalam ia menembus hutan, suara-suara asing mulai terdengar. Samar di awal, lalu semakin jelas, sekelompok orang. Liora memperlambat langkahnya dan bersembunyi di balik semak lebat.“Apa yang mereka lakukan di sini?” gumamnya pelan.Di hadapannya, bunga raksasa berdiri di tengah lingkaran para penyihir berjubah hitam dan bertopeng. Cahaya bulan memantul di kelopak-kelopaknya yang bercahaya seolah hidup. Namun Liora tahu keindahan itu palsu.Ketika bunga itu membuka kelopaknya, ia berubah menjadi makhluk mengerikan. Gigi-gigi tajam menyeringai di dalamnya, menghisap energi dari seorang pria dan seorang anak kecil yang terikat akar hitam. Wajah mereka pucat, tubuh gemetar, sekarat.“Tanaman ini lebih mengerikan dibandingkan di game.” Liora
Di depan mata mereka, sebuah gudang makanan dikepung oleh gerombolan monster yang mengamuk. Suara jeritan dan denting senjata memenuhi udara malam. Beberapa warga tampak terluka parah, sementara sisanya bertahan dengan alat seadanya, tangan mereka gemetar, namun tekad mereka tak runtuh.“Sial, jumlahnya makin banyak!” desis Aelric, matanya menyipit saat menatap pusat kekacauan.Di antara kerumunan itu, muncul sosok raksasa Gravetrail, bos berbentuk bison berotot dengan tanduk tanduk bercahaya yang memancarkan aura kegelapan pekat. Senjata kayu berduri yang diayunkannya bisa menghancurkan batu dalam sekali tebas.Tiga ksatria pelindung sudah nyaris tumbang. Penduduk desa makin terdesak.“Aertherwing!” panggil Aelric. “Sembuhkan mereka.”Makhluk bersayap perak muncul dari langit, mengepak anggun, lalu melesat ke arah korban terluka. Cahaya dari tubuhnya memancar lembut, menyembuhkan mereka satu per satu.“Kean, bersiap!” seru Liora, menggenggam pedang biru bercahaya. Matanya tajam, penu
Setelah perjalanan yang menguras tenaga, Liora dan rombongannya tiba di Desa Talewind, sebuah desa kecil di lembah Pegunungan Erto. Jalan-jalan berbatu yang biasanya sunyi, hari ini desa terlihat berbeda, penuh warna, penuh kehidupan. Festival Angin dan Cahaya akan segera dimulai, dan seluruh desa larut dalam semangat persiapan.Jalanan berbatu dipenuhi warga yang sibuk menggantung lentera angin dari kertas pastel. Panggung besar berdiri megah di tengah alun-alun, dihiasi pita-pita berwarna yang menari bersama angin lembut khas Talewind yang membawa aroma bunga liar, kini membawa gelombang kebahagiaan.Toko-toko kecil memamerkan pernak-pernik festival dari ukiran kayu berbentuk serigala, burung, dan bunga Lily of the Valley yang masing-masing menjadi simbol harapan, perlindungan dan penjaga Zephyros. Aroma ayam panggang manis, roti keberuntungan, dan pai buah hutan menggoda indera setiap yang melintas.“Liora, aku ingin yang itu!” seru naga kecil, matanya berbinar sambil menunjuk perme
Langkah kaki bergema di koridor yang sunyi, berat dan berirama, seperti denting jam yang kehilangan waktu. Di ujung lorong, seorang pria berdiri di depan pintu besar yang menjulang kokoh. Ia mengetuk. Suaranya memecah keheningan.Dari dalam, terdengar suara datar, “Masuk.”Ia menarik nafas, lalu mendorong pintu perlahan. Cahaya temaram dari jendela besar menyinari sosok pria yang berdiri membelakangi pintu.Pria yang baru masuk berhenti beberapa langkah di belakangnya. Ia membungkuk, memberi hormat. “Tuan. Saya membawa kabar… Dia telah kembali. Setelah tiga ratus tahun.”Keheningan jatuh. Detik jam berdetak pelan, seolah waktu menahan nafas.Tuannya perlahan berbalik. Tatapannya tajam, dan senyum licik merekah di bibirnya.“Akhirnya… Hari itu tiba juga.”Tangannya mengepal.“Mulai rencanakan pergerakan. Kali ini, tanpa kesalahan.”“Siap, Tuan.” Pria itu membungkuk dan pergi tanpa suara.Tuannya menatap ke luar jendela. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja. Di matanya, berkecamuk ambisi yang
“Sistem…lakukan sesuatu….”Tubuh Liora terangkat, lilitan tanaman sihir mencekik lehernya. Penglihatannya mulai kabur. Bandit berwajah luka mendekat dengan senyum kemenangan. “Dua burung sekali tangkap, harta dan kekuatanmu akan menjadi milikku. Pengorbanan rekan-rekanku tak sia-sia.”Liora mulai kehilangan kesadaran.Namun, angin tiba-tiba berhembus liar, tajam. Sebuah cahaya melintas, dan dalam sekejap menancap di bahu pria itu.“ARGHHH!”Tubuhnya terpental, menghantam pohon dan terguling menjauh. Lilitan tanaman di leher Liora mengendur, membuatnya jatuh tersungkur, terengah-engah. Sementara Kael, yang tergantung, dibebaskan oleh tiupan angin lembut.“SIAPA KAU!” raung bandit itu, matanya liar menatap sekitar.Tombak yang tadi menancap di tubuhnya melayang kembali di udara lalu jatuh ke tangan pemiliknya.Dari balik pepohonan, sosok pria muncul. Rambut pirang berkilau, mata biru tajam seperti langit musim panas. Jubah biru tua berkibar bersama hembusan angin. “Orang sepertimu tak
Pagi itu seharusnya membawa semangat baru bagi Liora, namun pikirannya masih terpaku pada notifikasi sistem semalam muncul entitas asing terdeteksi, lalu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.Dengan rasa gelisah yang tak hilang, ia memutuskan tinggal di rumah untuk memastikan telur naga tetap aman. Untuk mengalihkan pikirannya, ia menjelajahi perpustakaan milik Lyara, tempat yang hanya bisa diakses Lyara dan Kael karena ada lapisan sihir yang melindunginya.Rak-rak tersusun rapi, penuh dengan buku ramuan, sihir kuno, dan sejarah kerajaan. Tapi satu buku kecil yang usang menarik perhatiannya. Saat dibuka, ia membaca kalimat pendek penuh teka-teki.“Pertentangan terjadi. Aku tahu semuanya akan berakhir sia-sia.”Halaman berikutnya.“Jalan ini penuh keraguan. Tapi pentingkan dirimu sendiri. Mereka takkan peduli.”Tangannya gemetar saat membuka halaman selanjutnya.“Pengkhianatan akan terjadi atas nama kebebasan. Kan kuambil semua kekuatan mereka…”Kertasnya tersobek sehingga kalimat yang tert
Sistem [Selamatkan dunia ini. Gagal berarti hukuman mati.] [Y / T]Liora menatap layar biru transparan yang melayang di hadapannya. Satu kalimat terpampang jelas, dan tidak memberikan ruang untuk menolak. Dunia Mystic Horizon.Tapi kenapa bukan tokoh utama? Kenapa ia malah terjebak dalam tubuh Lyara Blackthorn si Pengkhianat Kehancuran?“Ini gila…” bisiknya. Matanya menatap pilihan di layar, Y dan T. Hidupnya kini bergantung pada sistem misterius yang seakan mempermainkan nasibnya.Ia mencoba mengingat alur permainan Mystic Horizon, tapi ingatannya kabur. Ia bahkan belum pernah menamatkan misi dalam game ini. Sekarang, ia tak hanya harus bertahan, tapi juga hidup sebagai karakter yang dibenci semua orang meskipun dulu diam-diam ia menyukainya.“Bisakah aku menolak?” harapnya, hampir putus asa.Sistem menjawab tanpa jeda:[Quest tidak dapat ditolak.][Quest tetap harus dijalankan.]Liora tertawa lirih. Tak ada jalan keluar. Dengan tangan gemetar, ia memilih Y.Layar berganti.[Profil