“Sistem…lakukan sesuatu….”
Tubuh Liora terangkat, lilitan tanaman sihir mencekik lehernya. Penglihatannya mulai kabur. Bandit berwajah luka mendekat dengan senyum kemenangan.
“Dua burung sekali tangkap, harta dan kekuatanmu akan menjadi milikku. Pengorbanan rekan-rekanku tak sia-sia.”
Liora mulai kehilangan kesadaran.
Namun, angin tiba-tiba berhembus liar, tajam. Sebuah cahaya melintas, dan dalam sekejap menancap di bahu pria itu.
“ARGHHH!”
Tubuhnya terpental, menghantam pohon dan terguling menjauh. Lilitan tanaman di leher Liora mengendur, membuatnya jatuh tersungkur, terengah-engah. Sementara Kael, yang tergantung, dibebaskan oleh tiupan angin lembut.
“SIAPA KAU!” raung bandit itu, matanya liar menatap sekitar.
Tombak yang tadi menancap di tubuhnya melayang kembali di udara lalu jatuh ke tangan pemiliknya.
Dari balik pepohonan, sosok pria muncul. Rambut pirang berkilau, mata biru tajam seperti langit musim panas. Jubah biru tua berkibar bersama hembusan angin.
“Orang sepertimu tak pantas menyentuh tanah ini,” ucapnya tenang, namun suaranya menggema penuh tekanan.
Bandit itu menggertakkan gigi. Tanaman sihir di sekelilingnya menggeliat, semakin pekat, sihir kegelapan menjalar ke tanah.
Namun pria misterius hanya mengangkat tombaknya. Udara seolah mengerut. Angin berputar cepat.
“Vortex Edge.”
Seketika badai kecil tercipta, memutar tajam seperti pisau. Tanaman sihir yang menyerang tercabik dalam satu tebasan angin. Pusaran itu menghantam bandit tepat di dada, teriakannya menggema sebelum tubuhnya hancur menjadi debu, lenyap ditelan udara.
Liora membeku. Dadanya naik turun. Yang ia lihat barusan… bukan sihir biasa.
Tiba-tiba. jendela sistem muncul di hadapannya.
Sistem
[Selamat! Anda telah menemukan Aelric Skywarden - Ksatria Penjaga Kebebasan]
[Enam penjaga dunia]
Liora tertegun. Aelric Skywarden? Karakter legenda dalam game. Pemimpin Ordo Ksatria Pelindung yang menghilang setelah perang besar bertahun-tahun lalu.
Dan kini… ia berdiri di hadapannya nyata.
Mata biru Aelric menatapnya tajam. “Siapa namamu?”
“Ah… aku… Liora,” jawabnya gugup. Ia memilih nama aslinya. Menyebut “Lyara” akan membawa resiko besar.
Pandangan Aelric masih menusuk, seolah membaca hingga ke dasar jiwanya. Tapi begitu melihat luka di bahu Liora, ekspresinya berubah. Ia menoleh ke langit.
“Aetherwing.”
Langit berpendar. Seekor burung raksasa bersinar turun dari awan, berbulu putih keemasan, mata bercahaya lembut. Aetherwing melayang anggun, kemudian mendarat di pundak Aelric.
“Aetherwing, Sembuhkan mereka.”
Aertherwing melangkah mendekat. Sayapnya mulai bersinar, memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Aura penyembuhan itu menyelimuti Liora dan Kael. Rasa sakit mereda, luka menutup, dan tubuh terasa ringan kembali.
Liora memandang Aelric, penuh rasa terima kasih. Ia membungkuk. “Terima kasih..
Aelric menatapnya, sorot matanya yang biru membuat Liora merasa dirinya akan ketahuan.
“Siapa namamu?” tanyanya suaranya tenang namun penuh kewibawaan.
Liora tersentak. “Ah..Aku…Liora,” jawabnya cepat, berusaha menyamarkan kegugupannya. Dia memilih nama asalnya dengan sengaja, memakai nama Lyara akan membawanya dalam bahaya.
Tatapan Aelric tidak pernah lepas dari Liora. Ada sesuatu di balik sorot matanya masih curiga dengannya. Namun, saat melihat luka di bahu Liora, dia segera memutuskan lebih baik melakukan penyembuhan.
"Aetherwing” panggil Aelric dengan suara tenang.
Dari langit, muncul beast berbentuk burung dengan bulu putih berkilau keemasan, memancarkan aura agung yang membuat siapa pun kagum. Aetherwing mengepakan sayapnya perlahan, melayang anggun sebelum mendarat di dekat tuannya. Mata tajamnya yang bercahaya lembut menunggu perintah tuannya.
“Aetherwing, Sembuhkan mereka.” kata Aelric sambil menunjuk Liora dan Kael yang terluka.
Aertherwing melangkah mendekat. Sayapnya mulai bersinar, memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Aura penyembuhan itu menyelimuti Liora dan Kael. Rasa sakit di bahu Liora perlahan menghilang, digantikan oleh sensasi damai dan segar. Luka di bahunya perlahan tertutup sempurna, tanpa meninggalkan bekas.
Liora memandang Aelric, penuh rasa terima kasih. Ia membungkuk. “Terima kasih. Tanpa bantuanmu, kami mungkin sudah tidak bernyawa.”
Aelric mengangguk kecil. “Panggil saja aku Aelric dan beastku Aetherwing.”
“Baik, Aelric.”
Mata Aelric mengeras. “Apa yang kalian lakukan di Hutan Terlarang?”
“Kami mencari tanaman obat,” jawab Kael, cepat. Ia menunjukan beberapa daun dari tasnya.
”Hutan ini bukan untuk mencari obat biasa. Banyak yang tersembunyi di balik pepohonan…termasuk sihir kegelapan yang meracuni tanah ini.
Liora menunduk. “Maaf…”
Langit mulai berubah jingga.
“Kalian harus segera pergi.” kata Aelric. “Bahaya jika ada di Hutan Terlarang di malam hari.”
Liora ragu sejenak. “Tapi.. bolehkah aku membalas kebaikanmu?”
Aelric mengeluarkan selebaran kertas sihir yang bersinar samar. “Kalau begitu datanglah ke Desa Talewind. Kita akan bertemu lagi.
Liora menerima kertas itu, matanya melebar. Peta bergerak perlahan di permukaan menunjukan tujuan yang ingin mereka datangi.
“Terima kasih…”
“Berhati-hatilah.”
Mereka berpisah.
Liora dan Kael berjalan perlahan hingga menemukan tempat aman untuk merapal mantra teleportasi. Saat lingkaran sihir menyala, Liora melirik kertas di tangannya dan Aelric kembali terlintas dalam benaknya.
Tepat sebelum sihir membawa mereka pergi, sistem kembali muncul.
Sistem
[Misi Baru: Lindungi Aelric Skywarden untuk menghentikan kehancuran Desa Talewind.]
[Waktu tersisa: 6 hari]
Liora terdiam. Nafasnya tercekat.
“Kehancuran Desa Talewind…?”
Namun sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, mantra teleportasi menyala terang dan mereka menghilang, meninggalkan hutan yang mulai dipenuhi suara-suara aneh dari balik gelapnya dedaunan.
Catatan:
Maphir: Artefak kertas sihir yang berfungsi sebagai alat komunikasi ajaib yang bisa menampilkan peta yang ingin dituju, dan mengirimkan pesan jarak jauh.
Bab 1-9 di revisi. Selamat membaca dan suka👋
Langkah kaki bergema di koridor yang sunyi, berat dan berirama, seperti denting jam yang kehilangan waktu. Di ujung lorong, seorang pria berdiri di depan pintu besar yang menjulang kokoh. Ia mengetuk. Suaranya memecah keheningan.Dari dalam, terdengar suara datar, “Masuk.”Ia menarik nafas, lalu mendorong pintu perlahan. Cahaya temaram dari jendela besar menyinari sosok pria yang berdiri membelakangi pintu.Pria yang baru masuk berhenti beberapa langkah di belakangnya. Ia membungkuk, memberi hormat. “Tuan. Saya membawa kabar… Dia telah kembali. Setelah tiga ratus tahun.”Keheningan jatuh. Detik jam berdetak pelan, seolah waktu menahan nafas.Tuannya perlahan berbalik. Tatapannya tajam, dan senyum licik merekah di bibirnya.“Akhirnya… Hari itu tiba juga.”Tangannya mengepal.“Mulai rencanakan pergerakan. Kali ini, tanpa kesalahan.”“Siap, Tuan.” Pria itu membungkuk dan pergi tanpa suara.Tuannya menatap ke luar jendela. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja. Di matanya, berkecamuk ambisi yang
Setelah perjalanan yang menguras tenaga, Liora dan rombongannya tiba di Desa Talewind, sebuah desa kecil di lembah Pegunungan Erto. Jalan-jalan berbatu yang biasanya sunyi, hari ini desa terlihat berbeda, penuh warna, penuh kehidupan. Festival Angin dan Cahaya akan segera dimulai, dan seluruh desa larut dalam semangat persiapan.Jalanan berbatu dipenuhi warga yang sibuk menggantung lentera angin dari kertas pastel. Panggung besar berdiri megah di tengah alun-alun, dihiasi pita-pita berwarna yang menari bersama angin lembut khas Talewind yang membawa aroma bunga liar, kini membawa gelombang kebahagiaan.Toko-toko kecil memamerkan pernak-pernik festival dari ukiran kayu berbentuk serigala, burung, dan bunga Lily of the Valley yang masing-masing menjadi simbol harapan, perlindungan dan penjaga Zephyros. Aroma ayam panggang manis, roti keberuntungan, dan pai buah hutan menggoda indera setiap yang melintas.“Liora, aku ingin yang itu!” seru naga kecil, matanya berbinar sambil menunjuk perme
Di depan mata mereka, sebuah gudang makanan dikepung oleh gerombolan monster yang mengamuk. Suara jeritan dan denting senjata memenuhi udara malam. Beberapa warga tampak terluka parah, sementara sisanya bertahan dengan alat seadanya, tangan mereka gemetar, namun tekad mereka tak runtuh.“Sial, jumlahnya makin banyak!” desis Aelric, matanya menyipit saat menatap pusat kekacauan.Di antara kerumunan itu, muncul sosok raksasa Gravetrail, bos berbentuk bison berotot dengan tanduk tanduk bercahaya yang memancarkan aura kegelapan pekat. Senjata kayu berduri yang diayunkannya bisa menghancurkan batu dalam sekali tebas.Tiga ksatria pelindung sudah nyaris tumbang. Penduduk desa makin terdesak.“Aertherwing!” panggil Aelric. “Sembuhkan mereka.”Makhluk bersayap perak muncul dari langit, mengepak anggun, lalu melesat ke arah korban terluka. Cahaya dari tubuhnya memancar lembut, menyembuhkan mereka satu per satu.“Kean, bersiap!” seru Liora, menggenggam pedang biru bercahaya. Matanya tajam, penu
Liora tahu, membawa Kael dan naga kecil bukan pilihan yang baik. Selain karena energi naga kecil itu belum stabil dan mudah terdeteksi, keberadaanya di luar rumah Aelric harus tetap menjadi rahasia. Perjalanan ini harus ia lakukan seorang diri.Semakin dalam ia menembus hutan, suara-suara asing mulai terdengar. Samar di awal, lalu semakin jelas, sekelompok orang. Liora memperlambat langkahnya dan bersembunyi di balik semak lebat.“Apa yang mereka lakukan di sini?” gumamnya pelan.Di hadapannya, bunga raksasa berdiri di tengah lingkaran para penyihir berjubah hitam dan bertopeng. Cahaya bulan memantul di kelopak-kelopaknya yang bercahaya seolah hidup. Namun Liora tahu keindahan itu palsu.Ketika bunga itu membuka kelopaknya, ia berubah menjadi makhluk mengerikan. Gigi-gigi tajam menyeringai di dalamnya, menghisap energi dari seorang pria dan seorang anak kecil yang terikat akar hitam. Wajah mereka pucat, tubuh gemetar, sekarat.“Tanaman ini lebih mengerikan dibandingkan di game.” Liora
Di tepi danau yang dikelilingi pepohonan raksasa, suara denting pedang membelah udara, bercampur dengan bisikan angin dan gemericik air. Sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, menarik di atas riak permukaan danau. Aelric duduk bersila di atas batu datar, menyatu dengan energi alam. Kelopak matanya terbuka perlahan, menajamkan pandangan ke arah dua sosok yang bertarung, Liora dan Kael.Liora melompat ringan, tubuhnya berputar laksana bayangan angin. Pedangnya berdesing membentuk lengkungan tajam menuju sisi Kael, yang menangkis dengan refleks sempurna. Cahaya magis berkilauan di setiap benturan senjata mereka.Dengan satu gerakan gesit, Liora menghilang lalu muncul di belakang Kael, ujung pedangnya menempel di leher rubah itu.“Bagus,” gumam Aelric, tersenyum miring. “Sekarang, kita ubah aturannya.”Namun sebelum latihan berlanjut, suara anak-anak memecah ketegangan. Beberapa dari mereka, termasuk Rema, gadis berambut hitam pendek datang sambil membawa tas jerami.“Kak Aelric! K
Begitu monster terakhir melesat masuk, Liora Menyusul ke dalam gua yang diselimuti kegelapan. Udara lembab menusuk paru-parunya, dan bau basah tanah bercampur darah menguar di udara. Ia mempersempit pandangannya, mencoba menembus pekatnya gua bebatuan yang seolah menelan cahaya.Langkahnya terhenti tiba-tiba tanah di bawahnya menganga. Terlambat.Bruk!Tubuhnya terhempas jatuh ke dalam bawah gua yang curam. Suara jatuhnya menggema, membangunkan kesunyian yang mencekam.Rasa sakit menyambar tubuhnya, tapi lebih dari itu sepuluh pasang mata kini tertuju padanya.Monster-monster itu berdiri mengelilingi sesosok mahluk besar, seekor Beast ular dengan sisik kehitaman, nafasnya berat menahan luka di tubuhnya. Monster-monster itu layaknya pembunuh.Sistem[Hidden Quest][Misi: Singkirkan Monster yang menyerbu Zevar][Hadiah: 10 poin | Sisa waktu: 15 Menit]“Sial…” desis Liora, berdiri dengan satu lutut, tangan meraih ganggang pedangnya.Dalam sekejap, mereka menyerang.Cakar. Taring. Racun.
“Tuan…Tuan, bangunlah! Cepat!”Suara asing membangunkan Liora. Ia membuka matanya dengan berat, dan mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang tidak dikenalnya. Gua gelap yang dipenuhi dengan bebatuan yang memancarkan cahaya kehijauan samar. “Apa ini?” bisiknya bingung. Ia tadi menulis ulasan tajam di laptop ke komunitas, tapi kini ia memeluk sebuah telur besar yang permukaanya hangat dan bercahaya.Belum sempat Liora mengatur pikirannya, sebuah bayangan besar mulai mendekat. Siluetnya bergerak perlahan namun mengintimidasi, suara beratnya bergema di dalam gua. “Tuan...kita harus pergi sekarang!”Liora terpaku, tidak memperdulikan suara yang terus memanggilnya. Matanya membulat saat makhluk raksasa itu akhirnya terlihat jelas. Sisiknya berwarna merah menyala seperti bara api, sepasang mata merahnya menatap tajam, dan napasnya yang panas mengepul, mengeluarkan percikan api kecil.“NAGAAA!” teriak Liora panik sembari mundur beberapa langkah.Tanpa peringatan, naga itu membuka mulut
Sistem [Selamatkan dunia ini. Gagal berarti hukuman mati.] [Y / T]Liora menatap layar biru transparan yang melayang di hadapannya. Satu kalimat terpampang jelas, dan tidak memberikan ruang untuk menolak. Dunia Mystic Horizon.Tapi kenapa bukan tokoh utama? Kenapa ia malah terjebak dalam tubuh Lyara Blackthorn si Pengkhianat Kehancuran?“Ini gila…” bisiknya. Matanya menatap pilihan di layar, Y dan T. Hidupnya kini bergantung pada sistem misterius yang seakan mempermainkan nasibnya.Ia mencoba mengingat alur permainan Mystic Horizon, tapi ingatannya kabur. Ia bahkan belum pernah menamatkan misi dalam game ini. Sekarang, ia tak hanya harus bertahan, tapi juga hidup sebagai karakter yang dibenci semua orang meskipun dulu diam-diam ia menyukainya.“Bisakah aku menolak?” harapnya, hampir putus asa.Sistem menjawab tanpa jeda:[Quest tidak dapat ditolak.][Quest tetap harus dijalankan.]Liora tertawa lirih. Tak ada jalan keluar. Dengan tangan gemetar, ia memilih Y.Layar berganti.[Profil
Begitu monster terakhir melesat masuk, Liora Menyusul ke dalam gua yang diselimuti kegelapan. Udara lembab menusuk paru-parunya, dan bau basah tanah bercampur darah menguar di udara. Ia mempersempit pandangannya, mencoba menembus pekatnya gua bebatuan yang seolah menelan cahaya.Langkahnya terhenti tiba-tiba tanah di bawahnya menganga. Terlambat.Bruk!Tubuhnya terhempas jatuh ke dalam bawah gua yang curam. Suara jatuhnya menggema, membangunkan kesunyian yang mencekam.Rasa sakit menyambar tubuhnya, tapi lebih dari itu sepuluh pasang mata kini tertuju padanya.Monster-monster itu berdiri mengelilingi sesosok mahluk besar, seekor Beast ular dengan sisik kehitaman, nafasnya berat menahan luka di tubuhnya. Monster-monster itu layaknya pembunuh.Sistem[Hidden Quest][Misi: Singkirkan Monster yang menyerbu Zevar][Hadiah: 10 poin | Sisa waktu: 15 Menit]“Sial…” desis Liora, berdiri dengan satu lutut, tangan meraih ganggang pedangnya.Dalam sekejap, mereka menyerang.Cakar. Taring. Racun.
Di tepi danau yang dikelilingi pepohonan raksasa, suara denting pedang membelah udara, bercampur dengan bisikan angin dan gemericik air. Sinar matahari menyelinap di antara dedaunan, menarik di atas riak permukaan danau. Aelric duduk bersila di atas batu datar, menyatu dengan energi alam. Kelopak matanya terbuka perlahan, menajamkan pandangan ke arah dua sosok yang bertarung, Liora dan Kael.Liora melompat ringan, tubuhnya berputar laksana bayangan angin. Pedangnya berdesing membentuk lengkungan tajam menuju sisi Kael, yang menangkis dengan refleks sempurna. Cahaya magis berkilauan di setiap benturan senjata mereka.Dengan satu gerakan gesit, Liora menghilang lalu muncul di belakang Kael, ujung pedangnya menempel di leher rubah itu.“Bagus,” gumam Aelric, tersenyum miring. “Sekarang, kita ubah aturannya.”Namun sebelum latihan berlanjut, suara anak-anak memecah ketegangan. Beberapa dari mereka, termasuk Rema, gadis berambut hitam pendek datang sambil membawa tas jerami.“Kak Aelric! K
Liora tahu, membawa Kael dan naga kecil bukan pilihan yang baik. Selain karena energi naga kecil itu belum stabil dan mudah terdeteksi, keberadaanya di luar rumah Aelric harus tetap menjadi rahasia. Perjalanan ini harus ia lakukan seorang diri.Semakin dalam ia menembus hutan, suara-suara asing mulai terdengar. Samar di awal, lalu semakin jelas, sekelompok orang. Liora memperlambat langkahnya dan bersembunyi di balik semak lebat.“Apa yang mereka lakukan di sini?” gumamnya pelan.Di hadapannya, bunga raksasa berdiri di tengah lingkaran para penyihir berjubah hitam dan bertopeng. Cahaya bulan memantul di kelopak-kelopaknya yang bercahaya seolah hidup. Namun Liora tahu keindahan itu palsu.Ketika bunga itu membuka kelopaknya, ia berubah menjadi makhluk mengerikan. Gigi-gigi tajam menyeringai di dalamnya, menghisap energi dari seorang pria dan seorang anak kecil yang terikat akar hitam. Wajah mereka pucat, tubuh gemetar, sekarat.“Tanaman ini lebih mengerikan dibandingkan di game.” Liora
Di depan mata mereka, sebuah gudang makanan dikepung oleh gerombolan monster yang mengamuk. Suara jeritan dan denting senjata memenuhi udara malam. Beberapa warga tampak terluka parah, sementara sisanya bertahan dengan alat seadanya, tangan mereka gemetar, namun tekad mereka tak runtuh.“Sial, jumlahnya makin banyak!” desis Aelric, matanya menyipit saat menatap pusat kekacauan.Di antara kerumunan itu, muncul sosok raksasa Gravetrail, bos berbentuk bison berotot dengan tanduk tanduk bercahaya yang memancarkan aura kegelapan pekat. Senjata kayu berduri yang diayunkannya bisa menghancurkan batu dalam sekali tebas.Tiga ksatria pelindung sudah nyaris tumbang. Penduduk desa makin terdesak.“Aertherwing!” panggil Aelric. “Sembuhkan mereka.”Makhluk bersayap perak muncul dari langit, mengepak anggun, lalu melesat ke arah korban terluka. Cahaya dari tubuhnya memancar lembut, menyembuhkan mereka satu per satu.“Kean, bersiap!” seru Liora, menggenggam pedang biru bercahaya. Matanya tajam, penu
Setelah perjalanan yang menguras tenaga, Liora dan rombongannya tiba di Desa Talewind, sebuah desa kecil di lembah Pegunungan Erto. Jalan-jalan berbatu yang biasanya sunyi, hari ini desa terlihat berbeda, penuh warna, penuh kehidupan. Festival Angin dan Cahaya akan segera dimulai, dan seluruh desa larut dalam semangat persiapan.Jalanan berbatu dipenuhi warga yang sibuk menggantung lentera angin dari kertas pastel. Panggung besar berdiri megah di tengah alun-alun, dihiasi pita-pita berwarna yang menari bersama angin lembut khas Talewind yang membawa aroma bunga liar, kini membawa gelombang kebahagiaan.Toko-toko kecil memamerkan pernak-pernik festival dari ukiran kayu berbentuk serigala, burung, dan bunga Lily of the Valley yang masing-masing menjadi simbol harapan, perlindungan dan penjaga Zephyros. Aroma ayam panggang manis, roti keberuntungan, dan pai buah hutan menggoda indera setiap yang melintas.“Liora, aku ingin yang itu!” seru naga kecil, matanya berbinar sambil menunjuk perme
Langkah kaki bergema di koridor yang sunyi, berat dan berirama, seperti denting jam yang kehilangan waktu. Di ujung lorong, seorang pria berdiri di depan pintu besar yang menjulang kokoh. Ia mengetuk. Suaranya memecah keheningan.Dari dalam, terdengar suara datar, “Masuk.”Ia menarik nafas, lalu mendorong pintu perlahan. Cahaya temaram dari jendela besar menyinari sosok pria yang berdiri membelakangi pintu.Pria yang baru masuk berhenti beberapa langkah di belakangnya. Ia membungkuk, memberi hormat. “Tuan. Saya membawa kabar… Dia telah kembali. Setelah tiga ratus tahun.”Keheningan jatuh. Detik jam berdetak pelan, seolah waktu menahan nafas.Tuannya perlahan berbalik. Tatapannya tajam, dan senyum licik merekah di bibirnya.“Akhirnya… Hari itu tiba juga.”Tangannya mengepal.“Mulai rencanakan pergerakan. Kali ini, tanpa kesalahan.”“Siap, Tuan.” Pria itu membungkuk dan pergi tanpa suara.Tuannya menatap ke luar jendela. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja. Di matanya, berkecamuk ambisi yang
“Sistem…lakukan sesuatu….”Tubuh Liora terangkat, lilitan tanaman sihir mencekik lehernya. Penglihatannya mulai kabur. Bandit berwajah luka mendekat dengan senyum kemenangan. “Dua burung sekali tangkap, harta dan kekuatanmu akan menjadi milikku. Pengorbanan rekan-rekanku tak sia-sia.”Liora mulai kehilangan kesadaran.Namun, angin tiba-tiba berhembus liar, tajam. Sebuah cahaya melintas, dan dalam sekejap menancap di bahu pria itu.“ARGHHH!”Tubuhnya terpental, menghantam pohon dan terguling menjauh. Lilitan tanaman di leher Liora mengendur, membuatnya jatuh tersungkur, terengah-engah. Sementara Kael, yang tergantung, dibebaskan oleh tiupan angin lembut.“SIAPA KAU!” raung bandit itu, matanya liar menatap sekitar.Tombak yang tadi menancap di tubuhnya melayang kembali di udara lalu jatuh ke tangan pemiliknya.Dari balik pepohonan, sosok pria muncul. Rambut pirang berkilau, mata biru tajam seperti langit musim panas. Jubah biru tua berkibar bersama hembusan angin. “Orang sepertimu tak
Pagi itu seharusnya membawa semangat baru bagi Liora, namun pikirannya masih terpaku pada notifikasi sistem semalam muncul entitas asing terdeteksi, lalu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.Dengan rasa gelisah yang tak hilang, ia memutuskan tinggal di rumah untuk memastikan telur naga tetap aman. Untuk mengalihkan pikirannya, ia menjelajahi perpustakaan milik Lyara, tempat yang hanya bisa diakses Lyara dan Kael karena ada lapisan sihir yang melindunginya.Rak-rak tersusun rapi, penuh dengan buku ramuan, sihir kuno, dan sejarah kerajaan. Tapi satu buku kecil yang usang menarik perhatiannya. Saat dibuka, ia membaca kalimat pendek penuh teka-teki.“Pertentangan terjadi. Aku tahu semuanya akan berakhir sia-sia.”Halaman berikutnya.“Jalan ini penuh keraguan. Tapi pentingkan dirimu sendiri. Mereka takkan peduli.”Tangannya gemetar saat membuka halaman selanjutnya.“Pengkhianatan akan terjadi atas nama kebebasan. Kan kuambil semua kekuatan mereka…”Kertasnya tersobek sehingga kalimat yang tert
Sistem [Selamatkan dunia ini. Gagal berarti hukuman mati.] [Y / T]Liora menatap layar biru transparan yang melayang di hadapannya. Satu kalimat terpampang jelas, dan tidak memberikan ruang untuk menolak. Dunia Mystic Horizon.Tapi kenapa bukan tokoh utama? Kenapa ia malah terjebak dalam tubuh Lyara Blackthorn si Pengkhianat Kehancuran?“Ini gila…” bisiknya. Matanya menatap pilihan di layar, Y dan T. Hidupnya kini bergantung pada sistem misterius yang seakan mempermainkan nasibnya.Ia mencoba mengingat alur permainan Mystic Horizon, tapi ingatannya kabur. Ia bahkan belum pernah menamatkan misi dalam game ini. Sekarang, ia tak hanya harus bertahan, tapi juga hidup sebagai karakter yang dibenci semua orang meskipun dulu diam-diam ia menyukainya.“Bisakah aku menolak?” harapnya, hampir putus asa.Sistem menjawab tanpa jeda:[Quest tidak dapat ditolak.][Quest tetap harus dijalankan.]Liora tertawa lirih. Tak ada jalan keluar. Dengan tangan gemetar, ia memilih Y.Layar berganti.[Profil