Gaby yang sedang menangis pun sontak tertawa dengan geli. "Selama ini kukira kamu adalah tipe wanita yang serius banget dan penyendiri, ternyata kamu kocak banget."Setelah itu, Gaby menyeka air mata dari sudut matanya."Sudah, ayo kita lanjut makan. Nanti nggak enak kalau keburu dingin.""Oke."Jika Ekki sampai menyakiti Gaby yang begitu polos ini, Reina janji tidak akan pernah memaafkan Ekki!Untungnya, tidak lama kemudian, Ekki dan Christy selesai makan dan langsung hendak pergi.Reina dan Gaby pun mengikuti.Christy menggandeng tangan Ekki, lalu bertanya, "Kak Ekki, temani aku dulu, ya? Aku nggak mau pulang."Ekki melihat jam, sudah mau pukul sebelas."Nggak bisa, aku sudah janji sama pacarku kalau aku akan pulang sebelum jam 11.""Kalau gitu telepon aja dia, bilang kamu mau nemenin aku bentar."Christy langsung bicara blak-blakkan.Ekki merasa Christy mulai berulah, dia pun menyingkirkan tangan Christy yang merangkulnya."Ayo jangan nakal. Aku minta sopir nganterin kamu pulang ke
Christy tertegun. Saat dia hendak mengejar, sosok Gaby sudah menghilang.Gaby bersembunyi di mobil Reina yang diparkir tidak jauh dari sana. Melihat Christy hanya celingak celinguk, Gaby pun merasa jauh lebih nyaman."Bagus!""Terima kasih."Gaby menyingsingkan lengan bajunya dan mendapati telapak tangannya merah padam.Terlihat betapa kerasnya kekuatan yang dia pakai saat menampar Christy.Gaby mengeluarkan ponselnya yang merekam."Aku sudah rekam semuanya. Nanti akan kutunjukkin ke Ekki, kita lihat dia masih bisa mengelak seperti apa.""Jangan buru-buru."Reina menunjuk Christy yang berada tidak jauh dari mereka.Christy tidak bisa menemukan Gaby dan hanya bisa menutupi wajahnya yang terasa panas. Christy mengambil ponselnya dan hendak melapor pada Ekki.Tapi kemudian dia berpikir. Kalau Ekki sungguh mencintai Gaby, maka dia akan berpihak pada Gaby, kalau itu terjadi, bukannya untung Christy malah akan buntung!Apalagi target Christy sebenarnya adalah Maxime, bukan Ekki.Begitu pikir
Tidak ada yang bisa memberi tahu Ekki jawaban. Awalnya dia berencana menyuruh orang untuk menyelidiki, tapi dia takut ketahuan Gaby dan menyulut amarah wanita itu.Hasil semua pemeriksaan yang Maxime jalani hari ini normal, tapi ingatannya belum kembali.Jovan berjalan menghampiri, lalu menghela napas."Haduuuh, masalah ini bikin sakit kepala."Maxime sendiri tidak ambil pusing."Kak Max, kamu masih nggak berniat pulang? Kakak ipar 'kan lagi hamil."Akhir-akhir ini kalau teringat akan Reina, Jovan berharap sekali bisa menculik Maxime dan menyeret pria itu pulang."Aku sudah memberikannya cukup uang untuk menjamin kehamilannya," jawab Maxime dengan dingin.Setelah itu, Maxime bertanya pada Ekki, "Apa ada kabar dari Christy hari ini?"Butuh beberapa detik sebelum Ekki tersadar dari lamunannya."Eh, nggak ada .... Coba kutelepon Christy dulu."Ekki mengeluarkan ponselnya, lalu berjalan keluar untuk menelepon. Saat kembali lagi, dia memberi tahu Maxime, "Teleponnya nggak diangkat."Maxime
Saat Morgan mendengar Edgar berkata kalau Reina sudah merusak citra dirinya, sinar dingin melintas di mata Morgan."Oh, ya?"Morgan bertanya dengan suara lembut.Edgar jelas merasakan ada yang tidak beres dengan suasana ini, jadi dia berkata sambil tersenyum, "Cuma bercanda kok. Wanita cantik dengan luka seperti dia malah lebih menarik."Edgar pikir Morgan adalah pemuda yang baik dan rendah hati, tidak sekejam Maxime.Oleh karena itu, dia tidak memperhatikan caranya bicara.Morgan mengabaikan Edgar dan berkata pada Reina, "Nana, kamu boleh istirahat dulu."Reina mengernyit bingung, "Kamu nggak butuh aku temenin lagi?""Iya.""Oke." Reina sendiri tidak mau tinggal di sini lebih lama lagi dan mendengarkan kata-kata menjijikkan Edgar.Reina pun pergi ke ruang tunggu.Reina tidak tahu kalau tidak lama setelah dia pergi, di luar lapangan golf terdengar suara tangisan dan jeritan pilu seorang pria.Semua orang yang hendak lewat dilarang oleh pengawal sehingga tidak ada seorang pun yang tahu
Reina masuk ke dalam taksi dan meminta si sopir untuk langsung menuju rumah sakit.Di sisi lain, alih-alih kembali ke perusahaan, Morgan justru diam-diam mengikuti Reina.Sementara itu, di rumah sakit.Syena meremas kertas perjanjian itu dengan erat sambil menatap Treya, "Aku harus apa sih supaya kamu setuju untuk putus hubungan denganku?"Pertanyaan itu sontak membuat bagian bawah perut Treya terasa begitu sakit.Namun, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ucapan Syena yang menohok hatinya."Syena, aku ini ibu kandungmu! Kok kamu tega banget mau memutuskan hubungan dengan Ibu?"Amarah Syena pun menjadi tersulut melihat sikap ibunya. "Haruskah aku berlutut memohon? Bisa nggak kamu anggap saja aku nggak pernah jadi putrimu?"Pertanyaan Syena itu benar-benar menyayat hati Treya.Dia tidak percaya putri kesayangannya akan berbalik memperlakukannya seperti ini."Kalau Ibu setuju, aku akan menanggung semua biaya pengobatan dan biaya hidup Ibu. Tapi, kalau Ibu terus menolak, aku ngga
Syena tertegun sejenak, lalu berbohong, "Oh, kan ibu tiriku kena kanker, aku datang menjenguk.""Oh gitu? Yaudah toh aku udah di sini juga, gimana kalau kita jenguk bareng?" Morgan ingin melihat ulah apa lagi yang akan dilakukan Syena.Syena langsung menolak."Eh nggak usah, sekarang dia udah tidur, kita nggak usah ganggu.""Oke."Morgan tahu sekarang bukan waktu yang tepat untuk memutuskan hubungan ini dengannya.Morgan menyalakan mesin mobil dan perlahan melaju menjauh dari rumah sakit.Treya saat ini duduk melamun di kamarnya, perkataan Syena terus menggema di benaknya."Ibuku cuma satu, Liane!"Pikiran Treya sangat kacau, dia tidak pernah membayangkan putri yang begitu dia banggakan, yang begitu pengertian dan penurut, begitu pintar dan hebat akan mengakui orang lain sebagai ibunya.Saat ini Reina masuk dan melihat Treya. Wanita ini begitu kurus sampai sudah tidak bisa dikenali lagi, tatapannya terlihat sangat sayu seperti tanaman yang hidup enggan mati tak mau.Reina berujar pada
Treya langsung menghentikannya, "Kamu berani? Kalau kamu berani memberi tahu Reina, aku akan ... aku akan mati di depanmu!"Treya sudah tidak tahu bagaimana caranya mengancam si suster ini, hanya ucapan ini yang terpikir di benaknya.Suster itu sangat kesal, "Tapi kamu nggak bisa terus-terusan bohongin Nona Reina, 'kan?""Jangan lupa, semua yang kamu nikmati saat ini itu pemberian Nona Reina. Kalau masih punya hati nurani, harusnya kamu mengatakan yang sebenarnya padanya."Treya tahu suster itu benar, tapi dia tidak berani."Nanti kupikirkan kalau aku sudah benar-benar sekarat."Setelah itu, Treya menoleh dan melihat ke luar jendela, lalu berhenti bicara.Dengan pikiran yang kacau, Reina sampai di Vila Magenta, Christy juga sudah pulang dan penampilannya sangat berbeda dengan saat dia pergi ke klub semalam, sekarang dia seperti gadis baik-baik.Samar-samar di pipi Christy terlihat ada bekas telapak tangan.Terlihat jelas bukan sekuat apa Gaby menamparnya semalam?"Kak Reina sudah pulan
Malam pun tiba.Christy sedang tidur nyenyak di kamarnya saat tiba-tiba terdengar bunyi alarm dari dalam kamarnya.Dia langsung ketakutan dan terbangun. Saat dia menyalakan lampu, suaranya menghilang.Aneh, apa dia hanya bermimpi?Christy mematikan lampu dan tertidur lagi.Tapi satu jam kemudian, tepat setelah dia mulai tertidur nyenyak, suara alarm kembali terdengar, "KRING! KRING! KRIIIING!"Kali ini, Christy sadar betul kalau ini bukan hanya mimpi?"Dari mana sih suaranya? Dari ponselku?"Christy mengambil ponselnya, mematikannya, lalu lanjut tidur.Belum berapa lama setelah Christy memejamkan mata, kali ini tiba-tiba terdengar suara aneh di telinganya, "Huhuhuhu ...."Bulu kuduk Christy yang setengah tertidur pun berdiri.Christy pun terbangun dan tidak bisa tidur lagi, dia hanya bisa meringkuk di bawah selimut."Nggak mungkin ada hantu, 'kan ya?"Christy tidak bisa tidur sama sekali.Keesokan harinya, Reina sudah sarapan dan hendak berangkat kerja, namun Christy masih belum bangun
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba