Alana keluar dari mobil sambil mengumpulkan keberanian berjalan menghampiri Maxime."Pak Max."Maxime berdiri diam dan langsung ke pokok permasalahan, "Ada apa?"Alana yang sudah menyusun kata-kata juga langsung berkata."Nana itu anaknya polos, baik dan sederhana. Alasan kenapa dia begitu baik padamu beberapa bulan terakhir ini adalah karena kamu kehilangan ingatan dan buta, bukan karena cinta. Tolong jangan salah paham."Maxime sedikit mengernyit."Terus?""Tolong tinggalkan Nana dan berhenti mengganggu Nana, ngerti?" Alana mengepalkan tangannya, mencoba membuat dirinya terlihat lebih percaya diri.Maxime tampak tenang, "Kalau nggak?"Dia akhirnya berhasil membuat Reina setuju untuk memulai kembali, mana mungkin dia mau menyerah begitu saja?Alana terkejut, dia tidak menyangka Maxime akan tetap keras kepala walau kehilangan ingatannya."Apa menurutmu Nana bisa bahagia tinggal bersamamu sekarang? Kamu buta dan nggak bisa ngurus diri sendiri. Bagaimana kamu bisa merawat dia dan anak-an
"Bukan apa-apa, dia cuma mau aku bersikap baik ke kamu." Maxime menjawab.Dia sama sekali tidak takut dengan ancaman Alana, tapi Maxime tidak yakin siapa yang lebih penting bagi Reina, Maxime atau Alana.Saat itulah Reina menyadari Alana pasti melakukan hal ini karena apa yang mereka bahas kemarin yang membuat Alana gelisah."Pangsitnya sudah matang, ayo makan."Reina menatap ke arah mobil Alana pergi sekilas sebelum ikut masuk ke rumah.Saat makan pangsit.Maxime memberi tahu Reina dia sudah membuka perusahaan baru.Kedatangan Alana hari ini, membuatnya mengerti dia harus berpura-pura terlihat miskin agar kebohongannya terlihat alami."Perusahaan apa?" tanya Reina."Perdagangan luar negeri."Dulu Grup Rajawali perlahan mulai berkembang setelah Maxime meningkatkan perdagangan luar negeri.Reina masih ingat betapa sulitnya Maxime pertama kali memulai negosiasi bisnis dengan orang-orang dari luar negeri.Para orang asing dan orang dalam negeri semuanya menindasnya karena usianya yang mas
Maxime hendak mengatakan sesuatu ketika dihentikan oleh Reina."Sudah nggak apa-apa, biarin aja. Ini memang tahun baru, kita perlu suasana baru. Pak Luki, tolong sampaikan terima kasihku ke Nyonya Joanna ya."Luki mengernyit dan hampir saja tersedak mendengarnya."Oke."Riki memakan pangsit dalam diam, namun tatapannya sangat dingin.Nenek serigalanya baru saja masuk penjara dan sekarang nenek serigala lain ada di sini untuk menyiksa ibu lagi.Tidak, dia tidak bisa melihat ibu ditindas lagi kali ini.Setelah memikirkannya, Riki meletakkan sendok dan berkata, "Ma, aku kenyang.""Aku boleh jalan-jalan?"Reina juga meletakkan sendok dan berkata, "Yuk, Mama temani.""Bukannya tadi Mama bilang masih perlu menyiapkan makan malam Tahun Baru? Aku jalan-jalan sendiri aja, bentar aja kok nanti balik, nggak apa-apa.""Kalau begitu Om Deron temani ya?"Sejak Riki diam-diam pergi ke kediaman Keluarga Sunandar terakhir kali, Reina tidak berani membiarkannya keluar sendirian lagi.Riki menghela napas
Riki pulang ke rumah sedangkan Maxime menelepon Joanna dan memintanya berhenti mencampuri urusannya.Joanna jarang dimarahi oleh Maxime, jadi dia dengan enggan menceritakan kisah tentang Reina dan Morgan dengan cara yang lebih berlebihan."Max, meski kamu buta dan hilang ingatan, kamu tetap cucu sulung Keluarga Sunandar. Kamu mau wanita kayak apa juga ada. Wanita seperti Reina yang bisa-bisanya suka sama adik ipar sendiri nggak layak di Keluarga Sunandar.""Kalau bukan karena dua ...." Joanna berhenti sebelum mengucapkan kata "anak".Semuanya masih belum jelas, jadi dia tidak bisa memberi tahu Maxime."Siapa yang kasih tahu?" Maxime menyipitkan matanya.Joanna ketakutan dan agak gugup, "Apa perlu seseorang kasih tahu aku? Aku sudah lihat sendiri Reina dan Morgan bersikap intim."Terkadang orang yang berbohong harus membohongi dirinya sendiri lebih dulu.Maxime meremas ponselnya erat-erat."Nggak perlu dibahas lagi. "Begitu selesai bicara, Maxime menutup telepon.Joanna mengernyit mena
"Baiklah, aku kasih satu kesempatan terakhir."Marshanda diberikan kesempatan."Tuan Muda Morgan, kita sepakat kalau aku berhasil, kamu harus membantuku kembali ke industri hiburan.""Tentu."Marshanda diam-diam memberi tahu Morgan rencananya.Meskipun rencana ini kejam, namun itulah yang membuat Reina paling menyerah.Morgan setuju....Sesampainya di rumah, Maxime mendapati laporan dari orang suruhan yang dia minta mengawasi situasi di luar vila kalau Morgan ada di luar vila dan melakukan kontak dengan Marshanda.Maxime mengangkat alisnya. Ingin sekali dia mengirimkan adiknya ini sesegera mungkin ke luar negeri.Sayangnya sekarang dia buta, jadi sangat merepotkan untuk melakukan sesuatu.Di dalam rumah.Reina sudah menyiapkan semua makanan untuk malam Tahun Baru.Nanti dia hanya perlu menumis beberapa lauk kalau sudah mau makan.Ketika dia melihat Riki kembali, dia bertanya, "Bukannya tadi kamu pergi jalan-jalan sama Om Max?"Riki menguap, "Aku mau istirahat aja deh.""Oke sayang, is
Reina tertegun sejenak, menatap Maxime dan menjawab dengan jujur, "Aku nggak tahu, sekarang aku cuma mau merawat anak-anak dengan baik."Hal lain yang Reina inginkan adalah mengambil balik semua milik Keluarga Andara, lalu menunggu anak kembar yang sedang dikandungnya ini lahir dan menggunakan darah tali pusar untuk mengoperasi Riki.Hati Maxime tercekat."Kalau kamu keberatan, mendingan kita ...." Sebelum Reina menyelesaikan kata-katanya, Maxime menyela, "Aku nggak keberatan."Tidak keberatan?Bagaimana mungkin keberatan.Kalau Maxime bilang keberatan, Reina akan pergi lagi.Maxime belum pernah mengalami perasaan patah hati seperti sekarang. Hembusan napas panasnya jatuh ke kepala Reina."Di luar dingin, ayo gendong ke kamar ya?" suara Maxime terdengar serak.Reina buru-buru menggelengkan kepalanya, "Nggak, aku bisa pergi sendiri."Dia melepaskan diri dari pelukan Maxime dan buru-buru masuk ke rumah.Maxime mengikutinya perlahan.Saat ini hujan turun dengan deras, tapi Reina tidak mer
Kedua gadis itu tampak berusia sekitar delapan belas tahun dan wajah mereka memerah malu-malu.Reina sedikit terkejut. Maxime setidaknya 10 tahun lebih tua dari mereka, bukan?Maxime sedikit mengernyit dan mendesis, "Pergi sana."Satu kata dari Maxime membuat wajah kedua gadis itu semakin memerah.Kalau tadinya memerah karena malu, sekarang memerah karena kesal dan terkejut.Reina juga terkejut. Dia tidak menyangka Maxime akan punya temperamen yang buruk.Sejak Maxime kehilangan ingatannya, dia tidak pernah bicara kasar apalagi mengusir orang.Benar saja, sifat aslinya masih ada dan dia tidak bisa berpura-pura bersikap lembut sama sekali.Reina melangkah maju untuk menyelamatkan muka kedua gadis itu."Aku sudah selesai beli, ayo pergi."Saat Maxime mendengar suara Reina, wajah dinginnya sedikit melembut.Ketika kedua gadis kecil itu melihat wajah cantik Reina, mereka terkejut.Reina tersenyum sopan pada mereka.Kedua gadis itu semakin malu dan saling menarik tangan satu sama lain."Ayo
Reina masih ingat wajah Maxime sangat marah saat itu. Dia menariknya ke tempat di mana tidak ada orang di sekitarnya dan memarahinya."Apa kamu nggak malu?"Maxime melemparkan mawar di tangan Reina ke tempat sampah, "Mendingan pergi aja kerja daripada nganggur. Jangan buang waktu untuk hal-hal nggak berguna setiap hari."Saat itu, Reina hanya diam berdiri sambil menatapnya dengan hati yang terluka."Biasanya laki-laki yang bilang cinta duluan. Kupikir kamu akan senang kalau aku yang bilang duluan ke kamu ...."Lagipula, keduanya sudah menikah dan belum ada kemajuan, jadi Reina berinisiatif ...."Jangan pernah ngomong cinta atau apalah itu, kekanak-kanakan banget." Maxime langsung menyahut dengan dingin.Sejak saat itu, Reina tidak pernah berani mengungkapkan kata cinta.Reina sering melihat begitu banyak pasangan mesra yang melalui hari-hari dengan penuh cinta. Tapi Reina tidak pernah merasakannya."Duar!"Hari ini pemerintah mengizinkan untuk menyalakan kembang api. Hari belum terlalu
Akhirnya, Sophia merasa lega setelah berhasil meyakinkan orang tuanya untuk kembali ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, dia menggenggam erat tangan ayah dan ibunya, tidak mau melepaskannya."Dokter bilang kalau penyakit kalian disebabkan karena kelelahan jangka panjang. Selama kalian menerima perawatan satu atau dua tahun, kalian bisa pulang dengan sehat."Sophia tersedak, lalu melanjutkan, "Sekarang, pengobatan tinggal setengah tahun lagi, lalu kita bisa hidup dengan baik. kalian jangan pernah punya pikiran buat melarikan diri lagi.""Ya." Erna menghibur dan memeluknya dengan lembut, "Maafkan Ibu karena sudah membuatmu khawatir, Nak."Robi juga berkata, "Kali ini Ayah dan Ibu memang salah, kami minta maaf sama kalian."Sophia tersenyum. "Lain kali kalian nggak boleh seperti ini lagi.""Hmm, ya." Robi mengangguk berulang kali, nadanya lembut.Diego yang duduk di kursi depan menatap Sophia, Erna dan Robi yang terlihat bahagia, entah kenapa jadi teringat masa kecilnya.Dia teringat
Reina langsung menghubungi Diego setelah meminta pengawal itu mengirimkan alamat hotel di mana keduanya berada.Saat itu masih pagi sekali.Diego dan Sophia masih berada di luar.Ketika Diego menerima telepon itu, bagian bawah matanya berbinar. "Kak, terima kasih banyak, kamu benar-benar sangat membantuku."Reina tidak banyak bicara saat mendengar ucapan terima kasihnya."Cepat pergi dan jemput mereka kembali. Selain itu, perlakukan temanmu itu dengan baik.""Ya, ya, ya."Diego langsung mengiakan. Karena cuaca terlalu dingin, jadi suaranya sedikit bergetar.Setelah menutup telepon, Diego langsung memberi tahu Sophia."Ayo, aku tahu di mana Om sama Tante."Wajah Sophia pucat, pipinya memerah karena kedinginan. Dia mencoba mengucapkan terima kasih, tetapi ia terlalu dingin untuk berbicara.Diego segera menghentikan taksi.Keduanya duduk di dalam, penghangat di dalam mobil sangat memadai, membuat tubuh Sophia menghangat. Dia berkata, "Di mana orang tuaku sekarang? Apa mereka baik-baik saj
Reina sedikit tidak percaya saat mendengar itu.Teman Diego? Bukankah itu wanita yang bernama Sophia?Sekarang, Diego tidak punya uang atau kedudukan, teman-temannya dulu sudah mengabaikannya."Ya, berikan informasi orang tua temanmu, aku akan menyuruh seseorang mencarinya.""Ya, terima kasih, Kak. Kamu benar-benar sangat baik."Diego tidak pernah berterima kasih pada Reina setulus hari ini.Bahkan jika Reina pernah melunasi tagihannya, rasa terima kasihnya kepada Reina tidak sebanyak hari ini.Reina juga mendengar ketulusan di dalam suaranya, masih belum percaya bahwa pria itu benar-benar telah berubah."Kita masih belum menemukannya, jadi jangan bilang makasih dulu.""Hmm, baiklah."Setelah menyelesaikan panggilan, Diego menemui Sophia, meminta informasi orang tua Sophia dan sebagainya.Setelah Reina melihatnya, dia menyadari bahwa semuanya seperti yang dia duga. Teman yang dimaksud Diego adalah Sophia."Aku mau tanya sesuatu," kata Reina."Kak, tanya saja.""Kenapa demi seorang tema
Diego membungkuk dan berjongkok di sisi Sophia, menghiburnya dengan lembut, "Jangan terlalu sedih, Tante sama Om bakal baik-baik saja, ayo kita cari lagi. Kamu nggak boleh terlalu sedih, nanti kamu nggak bakal punya kekuatan buat cari Om sama Tante."Mendengar perkataannya, Sophia perlahan-lahan menjadi tenang."Ya, aku harus tenang, harus tetap tenang.""Hmm." Diego mengangguk. "Ayo cari lagi.""Ya."Namun, ketika Diego baru melangkah beberapa langkah ke depan, tiba-tiba pandangannya menghitam dan tubuhnya jatuh ke bawah.Sophia bergerak cepat untuk menopangnya, menahannya tepat sebelum Diego jatuh ke aspal."Diego," teriak Sophia.Diego menjawab dengan gugup, "Ada apa?""Barusan kamu hampir jatuh." Sorot mata Sophia penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Diego mengusap-usap kepalanya. "Hah? Aku nggak sadar, mungkin aku kurang istirahat. Ayo, kita lanjut cari."Sophia menatap Diego yang linglung, mana mungkin dia berani membiarkan pria itu terus mencari."Kita pulang dan istirahat d
Tatapan Sophia menghangat dan dia sangat tersentuh.Sekarang, dia benar-benar tidak punya banyak uang dan tidak ingin membuat orang tuanya khawatir. Jadi, dia mengambil uang Diego terlebih dahulu, lalu membayarnya kembali setelah dia dapat gaji.Sophia mengambil uang itu, kemudian pergi untuk membuat sarapan.Anehnya, biasanya pada jam-jam seperti ini kedua orang tuanya sudah bangun, tetapi hari ini tidak satu pun dari mereka yang terlihat. Pintu kamar mereka pun tertutup rapat.Sophia mengira kedua orang tuanya masih beristirahat, jadi dia tidak tega mengganggu mereka.Setelah sarapan siap, Sophia pergi ke depan pintu kamar mereka, mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, Ibu, bangun, ayo sarapan."Namun, setelah memanggil mereka beberapa kali, mereka tidak mendengar satu jawaban pun.Jantungnya berdebar kencang dan dia pun mendorong pintu kamar.Ketika pintu kamar terbuka, dia melihat bagian dalam kamar sudah dibersihkan dengan rapi. Semua barang terlipat rapi dan kamar dalam keadaan koson
"Kamu dengar sendiri, aku sudah jelasin sama dia." Reina menyimpan ponselnya kembali dan menatap mata Maxime tanpa sedikit pun rasa bersalah.Memang benar bahwa dia tidak memberikan sinyal apa pun kepada Ari, jadi dia tidak melakukan kesalahan apa pun.Sekelebat kerumitan melintas di mata Maxime. Dia mengangkat tangannya, ujung jarinya membelai wajah Reina."Aku mengerti. Istriku sangat luar biasa, wajar kalau ada yang menyukainya."Reina menjadi agak malu ketika tiba-tiba dipuji olehnya.Keduanya berdiri diam di tengah kerumunan, indah seperti sebuah lukisan."Salju turun, salju turun ...."Banyak orang di sekitar mulai berseru.Reina kembali tersadar dan menatap kepingan salju yang berjatuhan, bagian bawah matanya berkilau."Cantik sekali."Maxime menggenggam tangannya dan tetap berada di sisinya tanpa berbicara.Dia berharap waktu tetap berada di momen ini sekarang....Saat ini musim dingin, ada tumpukan salju di mana-mana.Beberapa orang menganggapnya indah, tetapi bagi sebagian o
"Baguslah kalau kamu mengerti," kata Imran.Ari tidak ingin berbicara dengan mereka lagi dan melangkah menuju kamarnya.Retno mencoba mengejarnya untuk menjelaskan, tetapi Imran menghentikannya."Biarkan dia sendiri dan merenungkan semuanya. Sebagai orang tua, kita nggak bisa mendiktenya seumur hidup."Mata Retno berkaca-kaca dan mengangguk kaku. "Ari sangat hebat, kenapa dia nggak memilih gadis baik-baik, menikah dan memulai sebuah keluarga?""Kalau tahu begini, seharusnya aku nggak membiarkannya terjun ke dunia hiburan." Imran selalu memandang rendah industri aktor. "Jadi dokter sepertiku dan menikah dengan wanita dengan profesi yang sama, bukankah itu bagus?"Keduanya tidak bisa memahami pikiran anak muda saat ini, jadi mereka membiarkannya.Ari tinggal sendirian di kamar, mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Reina, tetapi Reina tidak bisa dihubungi.Entah sudah berapa lama dia tinggal di dalam kamar, tetapi melihat hari sudah mulai gelap, dia tidak bisa menahan diri lagi dan
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa