"Lyann kasihan juga, ya. Dia nggak punya anak perempuan, sementara bayi yang dia besarkan dengan susah payah juga sudah meninggal.""Ya, 'kan? Aku masih ingat Reina, benar-benar anak yang cerdas dan pintar. Kenapa dia pergi secepat ini?""Ternyata lahir dari keluarga kaya juga nggak enak, ya. Waktu terakhir kali ketemu Reina, dia tampak beda banget. Dia kelihatan sangat kurus kering, sudah seperti tulang dibalut kulit.""Lyann dan Reina selalu bilang suami Reina baik banget, tapi aku yakin mereka lagi bohong. Masa sudah menikah selama tiga tahun, tapi nggak pernah menemani Reina pulang ...."Ucapan mereka semua membuat tenggorokan Maxime terasa tercekat.Dia tidak bisa menunggu Lyann ataupun Reina lagi.Maxime pun bersandar di kursi kayu, lalu tidur dengan pulas. Dia baru tertidur selama beberapa saat ketika tiba-tiba terbangun.Dia bermimpi melihat Reina meninggal ....Begitu membuka mata, sekeliling Maxime terasa begitu sunyi dan gelap. Tidak ada Reina yang menemani.Saat ini, Maxime
Setiap harinya, Maxime hanya tidur, makan dan sibuk dengan pekerjaannya.Bahkan Jovan diminta untuk mengambil beberapa barang peninggalan Reina yang ada di rumah Revin.Jovan menyadari betul perubahan sikap Maxime.Sejak pulang, Maxime jadi makin pendiam. Pria itu seolah-olah sibuk dengan dunianya sendiri.Jovan akhirnya bertanya pada Ekki, "Kak Max lagi kenapa, sih?""Entahlah," jawab Ekki sambil menggelengkan kepalanya."Apa menurut Pak Jovan Pak Maxime sangat menyukai Reina?"Begitu mendengar pertanyaan itu, sebersit cahaya aneh berkilat dalam sorot pandangan Jovan."Mana aku tahu?"Setelah berkata seperti itu, dia pun masuk ke dalam mobil dan menyuruh sopirnya untuk mengemudikan mobil melaju dari situ.Jovan duduk bersandar di kursi, lalu memijat batang hidungnya.Jika memang Maxime menyukai Reina, kenapa pria itu begitu terburu-buru mengubah Grup Andara yang baru saja diakuisisi?Maxime pasti tahu betapa pentingnya Grup Andara bagi Reina. Itu 'kan perusahaan yang dibangun sendiri
Jovan mencengkeram kepalanya kuat-kuat sambil berteriak."Kenapa, Pak Jovan? Ada apa?" tanya asisten Jovan yang berada di sampingnya dengan kebingungan.Akal sehat Jovan pun kembali. Dia menatap asistennya."Aku mau tanya. Kalau ada orang yang menyelamatkanmu, tapi kamu nggak tahu dan menjadikan penyelamatmu itu bulan-bulanan, kenapa orang itu nggak memberitahumu kalau dia menyelamatkanmu? 'Kan dengan begitu kamu nggak akan menjadikan dia bulan-bulanan lagi!"Begitu mendengar pertanyaan itu, si asisten pun berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Yah, sederhana saja. Pertama, mungkin dia menganggap aku sudah tahu siapa yang menyelamatkanku. Tapi, karena aku nggak bertanya apa-apa padanya, jadi orang itu menganggap aku bukanlah orang yang tahu balas budi. Itu sebabnya dia merasa nggak ada gunanya juga memberitahuku.""Kedua, orang itu mungkin berpikiran bahwa menyelamatkanku bukanlah perbuatan besar yang gimana-gimana, jadi nggak usah diumbar-umbar ...."Bukanlah perbuatan yang besa
Belum sempat Jovan selesai bicara.Para pengawal membawa masuk dan melempar seorang pria tua yang dipenuhi dengan luka.Jovan mengenalinya, dia adalah Pak Jeremy.Kemarin lusa, Maxime menyuruh orang untuk mencari ibu dan adik laki-laki Reina yang kabur ke luar negeri. Setelah itu, Maxime mengetahui bahwa pria tua inilah yang hendak dinikahkan dengan Reina dan bukan Revin!Itu sebabnya Maxime langsung menyuruh orang untuk menangkap pria tua itu.Akan tetapi, setelah disiksa sehari semalam, pria tua itu tetap tidak tahu di mana Reina.Maxime pun menatap Jeremy dengan saksama sambil bertanya, "Kamu masih berniat menikahi Reina?"Pria tua itu langsung bersujud sambil menahan sakit."Nggak, nggak, aku nggak berani lagi ...."Setelah itu, Jeremy diseret keluar.Akhir cerita hidupnya sudah jelas.Maxime pun menatap Jovan dengan ekspresi datar, lalu bertanya, "Barusan kamu membela Reina?"Tenggorokan Jovan sontak terasa tercekat, dia tidak berani mengatakan apa-apa."Menurutku, kamu nggak usah
Begitu mendengar percakapan para sekretaris, Ekki si asisten langsung menyela mereka.Bukannya dia usil, tetapi dia pintar menilai orang.Belakangan ini, selain bekerja, Maxime juga meminta orang-orang untuk mencari Reina dan menekan perusahaan Revin.Menurut Ekki, semua ini jelas bukan karena Maxime membenci Reina.Waktu terus berjalan, tetapi Maxime tidak pernah menyerah mencari Reina.Pada malam tahun baru, hujan turun dengan lebat.Sewaktu Reina masih hidup, dia pasti akan menemani Maxime menghabiskan malam tahun baru di rumah keluarga Maxime.Namun, berbeda dengan tahun ini, Maxime pulang ke rumah keluarganya seorang diri.Di saat semua orang lainnya sedang membicarakan kepergian Reina dengan senang, Maxime hanya duduk sendirian dan tidak mau diajak bicara. Auranya yang dingin membuat semua orang merasa enggan mendekatinya.Maxime pergi ke rumah keluarganya dan kembali ke Vila Magenta dengan tergesa-gesa.Hujan yang tebal terlihat di luar Vila Magenta, pemandangannya tampak sangat
Reina menatap awan putih yang berada di luar jendela pesawat, ingatannya kembali ke masa empat tahun lalu.Waktu itu, Reina benar-benar merasa hatinya hancur. Dia sampai meminta bantuan Revin untuk memalsukan kematiannya dan pergi ke luar negeri. Di sana, Reina melahirkan anak kembarnya secara prematur.Setelah itu, kehidupan Reina berjalan dengan mulus. Sayangnya, pada bulan Maret tahun ini, kesehatan anak bungsunya, Riki Andara, memburuk akibat kelahirannya yang prematur. Tidak hanya itu, Riki juga didiagnosis menderita kanker darah atau yang biasanya kita kenal dengan leukimia.Solusi yang dokter berikan kepada Reina adalah transplantasi sel punca darah dari tali pusat.Selama beberapa bulan terakhir, Reina terus berusaha mendapatkan sperma Maxime.Sayangnya, semua usahanya gagal.Padahal, makin dini transplantasi dilakukan, makin besar peluang Riki untuk sembuh. Pada akhirnya, Reina memutuskan untuk pulang ke Kota Simaliki dan mengambil sperma itu sendiri!Jika bukan karena Riki, R
"Mama sudah sampai?""Karena aku nggak ada di samping Mama, jangan lupa kalau malam Mama harus minum segelas susu hangat sebelum tidur.""Jangan lupa juga minum vitamin .... Jangan tidur pakai selimut kalau malam, nanti Mama masuk angin ....""Aku sudah menaruh boneka favorit Riki dan aku ke dalam koper Mama. Kalau Mama lagi nggak bisa tidur, boneka-boneka itu bisa menemanimu ...."Anak sulung Reina itu tidak akan berbicara sepatah kata pun jika memang tidak ingin bicara.Namun, begitu bicara, Riko pasti akan mengeluarkan segala omelan dan nasihat yang terlintas dalam benaknya. Entah anak itu meniru siapa.Terkadang, Reina merasa Riko justru lebih tua darinya."Ya, ya, Mama tahu."Setelah mengobrol dengan Riko, Reina akhirnya menutup telepon dengan berat hati.Waktu pertama kali tiba di luar negeri, Reina mengalami gangguan tidur dan makan. Bagaimanapun juga, saat itu dia sedang depresi dan mengalami gangguan pendengaran. Ditambah lagi dia sedang hamil.Setelah anak-anaknya lahir, kond
Sewaktu masih berada di lantai bawah, Reina melihat ruangan paling mewah yang terletak di lantai atas. Ruangan itu adalah tempat terbaik untuk menonton pelelangan.Kaca yang dirancang khusus diletakkan di bagian luar ruangan itu sehingga orang luar tidak bisa melihat ke dalam, tetapi orang yang berada di dalam bisa melihat ke luar.Reina sengaja memilih tempat duduk yang terlihat jelas dari ruangan itu.Kemudian, Reina menengadahkan kepalanya dengan senatural mungkin.Walaupun hanya kelihatan sekilas, terlihat jelas sorot pandangan Reina tampak biasa saja.Sementara itu, Ekki yang berada di dalam ruangan itu sontak berseru dengan kaget, "Nona Reina!"Maxime menahan diri untuk tidak segera turun menghampiri Reina. Dia memerintahkan Ekki."Berhenti menawar.""Baik."Ekki memerintahkan sekretaris yang berada di lantai bawah untuk berhenti menawar.Awalnya, semua orang yang lain mengira mereka akan menyaksikan adu tawar-menawar hari ini. Tidak disangka Maxime malah menyerah begitu saja.Me
Vior memang mau lihat seperti apa rupa suami Reina.Tidak lama kemudian, mobil Maxime datang.Mobil berhenti perlahan, sopir membuka pintu dan Maxime turun dari mobil. Dia tinggi dan tegap, wajahnya luar biasa tampan.Vior yang berdiri di samping kakek sampai membelalak saat melihat Maxime.Suami Reina tampan sekali?Kalau tidak salah, dulu Syena pernah cerita kalau suami Reina dan suaminya itu saudara kembar?Jadi, suami Syena juga terlihat seperti ini?Reina ini beruntung banget bisa begitu dicintai dua orang pria luar biasa yang begitu tampan!Vior membelalak tidak percaya. Saat dia tersadar dari lamunan, Maxime sudah berada di depan mereka.Maxime sangat berwibawa dan aura sebagai seorang pemimpin sangat kuat. Tapi saat berhadapan dengan para senior, Maxime merendah dan bersikap sopan, "Kakek, Nenek."Maxime tidak lupa membawa banyak hadiah.Kakek dan nenek pun terlihat puas akan Maxime.Maxime sangat tampan dan punya perilaku yang baik."Ayo cepat masuk."Nenek yang semula khawati
Setelah pulang kerja, Maxime menelepon Reina dan menanyakan kabarnya.Setiap hari Reina akan berbagi cerita dengan Maxime."Besok aku ke sana ya," kata Maxime."Ya." Reina mengangguk, "Kalau gitu kita bisa main bersama di sini sebentar.""Ya." Maxime tersenyum.Ingin sekali rasanya Maxime terbang ke hadapan Reina sekarang juga dan memeluknya.Setelah Reina dan Maxime selesai mengobrol, Alana baring di kasur dan berdiskusi dengan Alana ke mana tujuan wisata mereka selanjutnya.Beberapa hari yang lalu, Alana sudah menceritakan pada Reina kalau Jovan sudah tahu tentang kehamilannya.Kini Alana dan Jovan jadi lebih harmonis.Ke mana pun Reina dan Alana pergi, Jovan pasti mendampingi dan menjaga Alana.Melihat Jovan sangat mengkhawatirkan keselamatan Alana, Reina akhirnya merasa lega.Sementara itu.Liane yang ada di dalam kamar saat ini batuk parah.Sekretaris menghentakkan kakinya dengan cemas, "Bu Liane, ayo kita ke rumah sakit.""Nggak, kalau aku tiba-tiba pergi ke rumah sakit, orangtua
Orang itu langsung bertatapan dengan Reina."Ckck, ada ya orang yang begitu nggak tahu diri. Dia pikir setelah diakuin jadi anak, dia jadi orang paling hebat sedunia?" ujar seorang gadis yang terlihat seumuran dengan Reina.Gadis itu seperti baru berusia 20 tahun.Kemarin Reina sudah melihat wanita ini, sepertinya dia adalah putri dari kerabat jauh yang tinggal sementara di sini, namanya Vior Yinandar.Alasan kenapa Riana bisa mengingat wanita ini adalah karena di antara para kerabatnya yang lain, hanya wanita ini yang menatapnya dengan penuh kebencian.Vior sengaja meninggikan suaranya dan hendak berjalan melewati Reina.Tapi Reina menghentikannya, "Apa aku sudah menyinggungmu?"Vior berhenti melangkah, jelas tidak menyangka Reina berani menghalangi jalannya.Dia memiringkan kepalanya dan menatap Reina tanpa berbasa-basi."Kamu nggak sadar sama perbuatanmu sendiri?"Reina mengernyit bingung, "Hm? Aku nggak kenal kamu sama sekali. Apa yang sudah aku lakukan sampai bikin kamu kesal?"Re
"Aku pasti sayang sama mereka, mau seperti apa pun mereka. Kan mereka anakku," ucap Jovan sambil tersenyum lebar.Alana menatap Jovan, sepertinya pria ini tidak berbohong.Alana akhirnya mengambil keputusan, "Oke, kalau gitu aku kasih kesempatan. Kalau suatu hari kamu memperlakukan aku dan anakmu dengan buruk, kami bakal langsung ninggalin kamu."Alana terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Oh ya, kamu juga harus kasih ganti rugi ke kami."Alana bukan orang suci. Karena tahu rasanya dikhianati, dia perlu ganti rugi untuk berjaga-jaga.Jovan mengangguk berulang kali, "Ya, kita bikin perjanjian aja. Kalau aku nggak baik sama kamu dan anak-anak, aku akan kasih semua properti Keluarga Tambolo ke kalian, aku akan mati sendirian dan hidup sengsara."Alana langsung memanfaatkan momen ini.Alana berdiri dan meminta resepsionis mengantarkan pena juga kertas."Nih, tulis."Jovan tidak bercanda, dia langsung mengambil pena dan kertas dan mulai menulis.Karena dulu pernah belajar dunia hukum, Jovan ti
Jovan terlihat ragu-ragu.Bagaimana kalau anak itu bukan anaknya?Tapi kalau bukan anaknya, anak siapa?Sejak mereka menikah, Tuan Besar Jacob sudah mengikat mereka sehingga dari pagi sampai malam, mereka tidak terpisahkan.Pada akhirnya, rasa ingin tahulah yang menang."Kamu hamil!"Ini adalah pernyataan, bukan pertanyaan.Alana merasa seperti disambar petir, wajahnya pucat pasi.Perubahan ekspresi Alana membuat Jovan bertanya-tanya apa Alana sudah berselingkuh dengan pria lain."Anak itu anakku, 'kan?" Jovan bertanya dengan ragu.Alana tersadar dari lamunan dengan wajah memerah, "Ya menurutmu?"Jovan akhirnya yakin, Alana hamil anaknya.Entah mengapa, Jovan merasa jantungnya akan melompat keluar dari dadanya, dia ingin sekali memeluk Alana.Tangan dan kaki Jovan bergerak spontan. Dia mendatangi Alana dan menggendongnya bak seorang putri."Aku bakal jadi papa?" Jovan tersenyum lebar.Begitu tubuhnya terangkat di udara, Alana pun panik. Dia meraih lengan Jovan dengan satu tangan dan me
Reina mengikuti Alana masuk yang langsung berdoa.Alana tidak tahu kalau Jovan sudah tahu akan kehamilannya.Alana menemui seorang guru spiritual dan memintanya untuk menulis jimat keselamatan, lalu pergi berdoa lagi.Reina juga berdoa untuk Riki, Riko, Liam, Leo, Maxime, Liane dan lainnya. Dia memohon keselamatan untuk mereka.Mereka selesai berdoa setengah jam kemudian.Begitu di luar, Alana sekilas melihat Jovan di tengah kerumunan.Pria itu menatapnya dengan aneh.Alana mengernyit bingung, "Ngapain kamu ke sini?"Mata Jovan merah, dia mau langsung menanyai Alana, tetapi niatnya dia urungkan saat melihat Reina juga ada di sini."Kamu mau pulang jam berapa? Aku mau nanya sesuatu." Jovan berusaha menjaga suaranya setenang mungkin.Alana tidak sadar gelagat aneh Jovan, dia menyahut dengan kesal, "Ih akhirnya aku bisa pergi belanja sama Nana, ngapain kamu ngurus aku pulang jam berapa. Sudah jangan buntutin kami dong."Reina bisa membaca situasi, dia merasa Jovan menyadari sesuatu.Reina
Kakek dan nenek Reina sangat ramah.Alana mengangguk berulang kali. Dia juga tahu Keluarga Yinandar tidak akan kekurangan uang atau harta apa pun."Nanti pas belanja kita lihat ya ada barang bagus nggak yang bisa kita beli buat mereka," ucap Alana."Oke."Reina memanggil pelayan untuk memesan.Reina tidak menyangka bos restoran itu sendiri yang melayani mereka, dia berkata dengan hormat, "Kalian mau pesan apa, ini buku menunya. Kalian bisa memesan apa pun yang kalian mau."Reina belum terlalu lapar, jadi dia meminta Alana untuk memesan.Akhirnya mereka memesan beberapa hidangan khas.Tidak lama kemudian hidangan disajikan. Sambil makan, Alana memberi tahu Reina, Jovan yang sangat keras kepala itu memutuskan akan tinggal bersamanya."Menurutmu aku harus gimana?" Alana menyuap beberapa suap dan tidak nafsu lagi. Tiba-tiba dia mau muntah dan langsung lari ke kamar mandi.Bosnya ketakutan setengah mati dan buru-buru datang untuk bertanya pada Reina, "Nona, Apa makanannya tidak sesuai denga
Alana menganga saat melihat orang yang turun adalah Reina.Ada apa ini?Kenapa tiba-tiba Nana jadi suka gaya orang kaya? Mereka 'kan cuma mau makan, mengobrol dan belanja? Kenapa bawa begitu banyak orang?Reina juga memperhatikan tatapan aneh di sekelilingnya. Dia turun dari mobil dengan rasa malu, berharap bisa bersembunyi di suatu tempat.Reina buru-buru masuk ke restoran.Karena para pengawal masih mau mengikuti, Reina pun berbisik, "Nggak apa-apa, kalian tunggu aku di luar."Pengawal menatap Reina dengan tatapan khawatir."Nggak bisa, Bu Liane pesan kami harus bersiap siaga dalam radius 10 meter."Reina terdiam.Dia tidak punya pilihan selain masuk dengan sekelompok pengawal.Untungnya, tidak ada seorang pun di restoran saat ini.Bos restoran menatap mereka, langsung berjalan mendekat dan bertanya dengan hati-hati, "Ah, anu ... Apa aku melakukan kesalahan?"Reina bingung.Dia melihat sekeliling , lalu menjawab, "Menurutku tempat ini cukup bagus. Lingkungannya tenang dan dekorasinya
"Ibu jangan ngomong sembarangan." Reina jadi khawatir.Reina baru bertemu dengan ibu kandungnya, tentu dia tidak ingin mendengar ucapan kesialan seperti itu.Liane awalnya ingin memberi tahu Reina tentang kondisi fisiknya saat ini, tapi melihat kecemasan Reina, Liane pun mengurungkan niatnya."Oke, Ibu nggak cerita lagi. Kamu cepat istirahat gih. Beberapa hari ini kamu ajak anak-anakmu main ya, kalian harus bersenang-senang.""Ya." Reina mengangguk, lalu mengantar Liane keluar kamar.Liane berjalan keluar dan kembali ke kediamannya.Sekretaris sudah menyiapkan obat untuknya."Bu Liane, Anda sudah memberi tahu Nona?"Liane menggeleng dan meminum obatnya. Pahit sekali."Belum."Liane menatap ke dalam kegelapan malam, "Aku benar-benar nggak bisa ngomong."Meski hanya beberapa kata sederhana, entah mengapa kata-kata itu tidak bisa terlontar dari mulutnya."Oke." Sekretaris Liane menghela napas dan menatapnya dengan prihatin, "Tetapi masalah ini tetap harus dibicarakan, lebih cepat lebih ba