"Mama sudah sampai?""Karena aku nggak ada di samping Mama, jangan lupa kalau malam Mama harus minum segelas susu hangat sebelum tidur.""Jangan lupa juga minum vitamin .... Jangan tidur pakai selimut kalau malam, nanti Mama masuk angin ....""Aku sudah menaruh boneka favorit Riki dan aku ke dalam koper Mama. Kalau Mama lagi nggak bisa tidur, boneka-boneka itu bisa menemanimu ...."Anak sulung Reina itu tidak akan berbicara sepatah kata pun jika memang tidak ingin bicara.Namun, begitu bicara, Riko pasti akan mengeluarkan segala omelan dan nasihat yang terlintas dalam benaknya. Entah anak itu meniru siapa.Terkadang, Reina merasa Riko justru lebih tua darinya."Ya, ya, Mama tahu."Setelah mengobrol dengan Riko, Reina akhirnya menutup telepon dengan berat hati.Waktu pertama kali tiba di luar negeri, Reina mengalami gangguan tidur dan makan. Bagaimanapun juga, saat itu dia sedang depresi dan mengalami gangguan pendengaran. Ditambah lagi dia sedang hamil.Setelah anak-anaknya lahir, kond
Sewaktu masih berada di lantai bawah, Reina melihat ruangan paling mewah yang terletak di lantai atas. Ruangan itu adalah tempat terbaik untuk menonton pelelangan.Kaca yang dirancang khusus diletakkan di bagian luar ruangan itu sehingga orang luar tidak bisa melihat ke dalam, tetapi orang yang berada di dalam bisa melihat ke luar.Reina sengaja memilih tempat duduk yang terlihat jelas dari ruangan itu.Kemudian, Reina menengadahkan kepalanya dengan senatural mungkin.Walaupun hanya kelihatan sekilas, terlihat jelas sorot pandangan Reina tampak biasa saja.Sementara itu, Ekki yang berada di dalam ruangan itu sontak berseru dengan kaget, "Nona Reina!"Maxime menahan diri untuk tidak segera turun menghampiri Reina. Dia memerintahkan Ekki."Berhenti menawar.""Baik."Ekki memerintahkan sekretaris yang berada di lantai bawah untuk berhenti menawar.Awalnya, semua orang yang lain mengira mereka akan menyaksikan adu tawar-menawar hari ini. Tidak disangka Maxime malah menyerah begitu saja.Me
Reina tidak mau berbasa-basi lagi dengan Maxime, jadi dia menyerahkan selembar cek kepada Maxime."Nih, sudah kubayar. Barangnya kuambil, ya."Maxime memegang cek itu sambil menatap kepergian Reina, lalu memerintahkan tanpa menoleh ke belakang, "Awasi dia."...Di Vila No. 9.Setelah Reina kembali, dia minum anggur sambil berdiri di balkon.Dulu, Reina tidak pernah minum-minum. Namun, sejak pergi ke luar negeri, setiap kali Reina merasa begitu kesepian, dia akan menggunakan alkohol untuk membuat dirinya mati rasa.Kebiasaan buruk Reina ini perlahan-lahan berubah dengan kehadiran Riko dan Riki. Namun, pertemuannya dengan Maxime hari ini membuat Reina kehilangan kendali ....Sebenarnya, Reina juga tidak sepenuhnya bohong tentang lupa ingatan. Semenjak ke luar negeri, Reina benar-benar merasa tersiksa secara fisik maupun batin.Depresi dan kehamilan yang Reina alami membuat ingatannya memburuk, dia bahkan berulang kali melupakan siapa Lyann ....Reina benar-benar menderita selama kurun wa
Terdengar suara yang manja, tetapi juga lemah dari ujung telepon sana. Seorang anak kecil yang persis dengan Riko sedang berbaring di ranjang rumah sakit dengan wajah yang terlihat pucat. Dia menyapa Reina dengan hangat.Hati Reina terasa tersentuh."Mwah, Riki.""Mama bahkan nggak meneleponku kemarin malam untuk mengucapkan selamat tidur," protes Riki dengan kesal.Dibandingkan dengan Riko si putra sulung yang suka mengomel, Riki si putra bungsu sama seperti anak-anak pada umumnya yang suka bertingkah manja dan kekanak-kanakan. Tentu saja ini hanyalah penilaian Reina."Ya, maaf, Riki, Mama lupa. Jangan marah, ya."Reina memang lebih memperhatikan Riki karena putra bungsunya itu sudah sakit-sakitan sejak kecil. Ditambah lagi, kali ini Riki didiagnosis menderita leukemia."Ya sudah, kali ini kumaafkan," kata Riki."Tapi, lain kali nggak kumaafkan."Semua rasa sedih dan pahit dalam benak Reina langsung hilang dengan tingkah Riki yang manja dan lucu itu. Reina mengangguk-angguk mengerti.
Tenggorokan Maxime sontak terasa tercekat. Sebersit cahaya aneh berkilat dalam sorot matanya.Namun, Maxime tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengikuti Ekki berjalan keluar.Grup Sunandar sendiri sudah mendengar tentang kedatangan seorang bos besar yang hendak berdonasi untuk membantu Proyek Harapan Grup Sunandar. Proyek itu merupakan kegiatan amal.Para karyawan perusahaan pun saling berdiskusi."Bos besar mana yang mau berdonasi?""Entahlah. Mungkin dia kebanyakan uang sampai nggak tahu lagi mau dihambur-hamburkan dengan cara apa.""Katanya bos ini dari luar negeri ...."Sementara itu, Reina yang duduk di dalam mobil akhirnya tiba di gedung Grup Sunandar.Gedung itu terlihat sangat megah, sepertinya sudah berkembang dengan lebih pesat jika dibandingkan dengan empat tahun lalu. Semua ini pasti karena gaya kepemimpinan Maxime yang tegas, serta fondasi yang kuat dari Keluarga Sunandar ....Akan tetapi, Reina juga tidak berpangku tangan selama empat tahun ini. Dengan bantuan Revin, Rei
Maxime sudah mencari tahu soal laporan kesehatan Reina, dia tahu wanita itu menderita depresi berat.Maxime juga tahu soal penyakit itu yang dapat menyebabkan daya ingat seseorang menurun, tetapi tidak ada informasi yang mengatakan pasien bisa melupakan seseorang.Maxime dan Reina sudah saling mengenal selama sepuluh tahun lebih.Karena Maxime hanya diam, Reina pun menatapnya sambil bertanya, "Jangan bilang kamu pernah menyakitiku? Kalau nggak, mana mungkin aku nggak ingat padamu?"Pertanyaan Reina itu seperti pisau yang menghujam jantung Maxime."Nona Reina jangan salah sangka, kita 'kan cuma kebetulan bertemu," jawab Maxime dengan dingin.Maxime akhirnya mengerti. Karena Reina ingin berpura-pura, Maxime akan membiarkan wanita itu tetap berpura-pura.Lagi pula, sedari awal Maxime tidak pernah menganggap Reina istrinya.Sebelum pergi, Maxime menyuruh bawahannya untuk menandatangani kontrak kerja sama dengan Reina.Setelah itu, Maxime kembali ke kantor.Di sana, dia mulai merokok lagi.
Suasana hati Jovan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, sebenarnya dalam hati dia ingin sekali buru-buru merangkai kata-kata untuk mengobrol dengan Reina.Bagaimana caranya memulai pembicaraan ini? Minta maaf?Atau bertanya ke mana saja Reina selama ini?Atau ... apa?Namun, sebelum Jovan menemukan jawaban, Reina sudah lebih dulu melewatinya tanpa meliriknya sedikit pun.Jovan tercengang.Saat Jovan tersadar dari lamunannya, Reina sudah masuk ke dalam mobil dan berujar dengan sopan pada sopir, "Ayo pergi."Jovan termangu menatap sosok Reina yang pergi, butuh waktu cukup lama sampai dia tersadar kembali. Jovan pun mengambil ponselnya dan hendak menelepon Maxime.Tetapi tangannya berhenti bergerak begitu teringat perlakuan Maxime pada Reina selama ini.Dengan egois, dia menuliskan nomor plat mobil Reina. Lalu mengutus orang untuk menyelidiki alamat tinggal Reina saat ini.Mobil Bentley hitam milik Reina melaju perlahan di jalan raya.Reina menatap ke luar jendela dengan tenang, tidak
Marshanda menekuk wajahnya. Dia juga tidak tahu apa yang terjadi, yang jelas sejak empat tahun lalu sikap Jovan berubah drastis, dia seperti orang yang berbeda dan selalu menutup mata terhadap berbagai permintaannya.Kalau Maxime ... Marshanda tidak yakin pria itu akan membantunya.Tetapi, Marshanda memegang prinsip untuk harus mendapatkan apa yang dia inginkan."Cari cara lain. Lakukan segala cara untuk mendapatkan lagunya."...Setelah Reina menutup telepon dari Happi Media, sinar dingin melintas di matanya yang tenang.Tidak ada yang mengenal Marshanda lebih baik darinya.Selama ini sebenarnya tidak ada yang bagus dari karier Marshanda di dunia hiburan maupun tarik suara.Dia hanya bisa menjiplak karya orang lain untuk merampas karier orang lain.Kalau bukan karena Maxime dan Jovan yang sukarela membantunya, dia pasti tidak bisa bertahan di industri ini.Tidak ada yang tahu betapa sulitnya penyandang tuna rungu untuk dapat menggubah musik.Selama ini Reina selalu bekerja keras untuk
Adrian samar-samar merasakan ada yang tidak beres. Dia meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, dia tidak melihat Hanna.Dengan cemas, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Reina.Dia mendapatkan nomor Reina dari Hanna.Jika terjadi situasi khusus, di mana Adrian tidak bisa menghubunginya, dia bisa menghubungi Reina. Tidak disangka, situasi khusus ini benar-benar terjadi.Reina sedang bekerja dan tiba-tiba melihat ada panggilan dari nomor asing. Dia ragu-ragu cukup lama, tetapi tetap menjawabnya."Halo? Dengan siapa ini?""Aku Adrian, pacar Hanna. Apa ini dengan Nona Reina?" Adrian mengatakan siapa dia sebelum bertanya pada Reina.Reina sedikit bingung mengapa Adrian meneleponnya."Ya, ini aku, ada apa?" tanya Reina."Hanna nggak ada, jadi aku mau tanya, apa dia ada bersamamu?" tanya Adrian.Reina terkejut saat mendengar ini. Dia nggak di sini. Kenapa dia bisa hilang?""Aku juga nggak tahu. Perusahaan tempatnya bekerja meneleponku, katanya dia nggak masuk
Hanna sebenarnya pergi dari rumah bukan karena semata-mata ingin hidup bersama Adrian.Dia tidak tahan dengan suasana rumah yang menyesakkan.Orang tuanya selalu mendesaknya untuk menikah atau menceritakan betapa hebatnya anak-anak dari keluarga lain, bagaimana mereka memiliki cucu dan seterusnya.Sekarang, setelah pindah, tinggal bersama Adrian dan mulai bekerja dengan pekerjaan yang normal, dia merasa jauh lebih santai.Dia merebahkan diri dan kembali tidur, tidak tahu bahwa orang tuanya tidak bisa tidur.Malik menghentakkan kakinya dengan tidak sabar. "Lihatlah anak perempuanmu itu."Ines memutar bola matanya. "Jangan lupa kalau dia juga putrimu."Malik tersedak."Kita harus apa lagi sekarang? Kita nggak mungkin diam saja saat melihat putri kita dihancurkan sama Adrian," kata Malik.Ines menghela napas, tidak tahu harus berbuat apa."Kamu tahu sendiri kalau Hanna sangat keras kepala dan nggak akan mau mengubah keputusannya." Ines memandang ke luar pada malam yang gelap. "Apa kita ha
Perasaan Adrian campur aduk saat mendengar Hanna mengatakan itu."Hanna, kenapa kamu begini? Kembali ke Keluarga Sunandar dan tunggu aku selama setahun. Dalam waktu setahun, aku janji bakal melakukan sesuatu buat diriku sendiri biar orang tuamu merestui hubungan kita. Setelah itu, kita bisa tinggal bersama lagi."Dia tidak ingin Hanna terus menderita.Namun, Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak mau."Dia berdiri dan berjalan menghampiri Adrian."Kenapa kamu pikir aku menderita karena hidup begini? Aku nggak berpikir seperti itu. Aku benar-benar ingin bersamamu, aku nggak mau pergi begitu saja. Kamu mengerti?"Hanna memegang tangannya. "Kalau aku kembali sekarang, orang tuaku bakal minta aku pergi kencan buta. Setelah itu, mungkin mereka bakal maksa aku nikah. Kalau sudah begitu, apa kita masih punya kesempatan?""Lagi pula, kamu memulai semuanya dari nol. Nggak peduli apa yang kamu upayakan, kamu nggak akan bisa menyamai keluarga kami. Dalam waktu satu tahun, orang tuaku tetap nggak a
Hanna memeluk Adrian dengan erat dan menggigitnya dengan keras.Pria itu merasakan sakit dan langsung tersadar, lalu mendorong Hanna.Tiba-tiba terdorong olehnya, tubuh Hanna goyah dan dia jatuh ke arah punggung Adrian.Mata Adrian menegang saat melihat ini. Dia mengulurkan tangan untuk meraih tubuh Hanna, memeluk pinggangnya agar tidak jatuh ke lantai."Kamu nggak apa-apa?" tanya Adrian.Hanna melihat kekhawatiran di matanya dan sudut mulutnya terangkat naik, lalu dia menjawab, "Kamu benar-benar mau putus denganku? Lihat dirimu sekarang, kamu sekhawatir itu padaku."Tatapan Adrian sedikit bergetar, lalu melepaskan Hanna setelah dia bisa berdiri dengan benar."Aku cuma nggak mau kamu jatuh.""Benarkah?"Hanna melangkah ke hadapannya dan merangkul pinggang kecilnya."Kamu ngapain?" Darah di sekujur tubuh Adrian mendidih."Nggak, kok. Aku merasa kesal karena diusir sama kamu, padahal aku sudah memutuskan hubungan dengan orang tuaku dan mengorbankan banyak hal untukmu." Hanna memeluknya l
Tenggorokan Hanna sedikit sakit. Dia meremas piring makan di tangannya dan meletakkannya di atas meja."Kita sudah pacaran lama, apa kamu nggak merasa terlambat karena baru bilang kalau kita nggak cocok?" kata Hanna dengan mata merah.Adrian terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Hanna melanjutkan, "DI bagian mana kita nggak cocok? Bilang yang jelas. Kalau semuanya jelas, baru kita putus."Bibir tipis Adrian terkatup rapat. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya menjawabnya."Kita punya pandangan yang berbeda, terutama soal nilai."Hanna mengira yang dimaksud Adrian adalah tindakan Hanna yang menghabiskan banyak uang dan memesan banyak makanan. Jadi, dia menjelaskan, "Alasanku menghabiskan banyak uang dan memesan banyak makanan karena aku nggak tahu kalau harganya mahal. Tapi, sekarang aku sudah ngerti."Dia menunjuk makanan yang dibawanya dari meja."Hari ini aku makan sama Sisil dan total tagihannya nggak sampai satu juta. Aku juga bawa pulang beberapa makanan yang nggak habis. Sela
Sisil ingin terus bekerja, tetapi Reina menyuruhnya pulang dan beristirahat.Dia sedang hamil dan akan menikah, jadi tentu saja dia perlu istirahat.Sisil merasa bosan dan pergi berbelanja dengan Hanna.Hari ini Hanna sedang libur, jadi dia meregangkan badannya dengan lelah. "Sisil, aku baru sadar kalau pekerjaan ini sangat melelahkan."Sejak mendapatkan pekerjaan, Hanna bangun jam tujuh pagi setiap hari, mulai bekerja jam delapan. Dia seharusnya sudah bisa pulang kerja jam lima sore, tetapi karena semua orang lembur, jadi dia juga harus tetap tinggal juga untuk lembur.Begitu lembur, dia pasti baru akan selesai sampai jam sembilan hingga jam sepuluh malam.Dia pulang ke rumah dan baru bisa mulai istirahat jam sebelas setelah mandi dan yang lain-lain. Dia tidak punya waktu yang cukup untuk istirahat."Bagaimana kalau begini saja, kebetulan aku mau nikah, jadi minta izin cuti. Mungkin kamu bisa bantu kerjaan Bos." Sisil menawarinya untuk menjadi asisten Reina.Hanna langsung menggelengk
Reina agak terkejut saat mendengar Joanna mengatakan ini.Ternyata seluruh biaya rumah di sini ditanggung oleh Joanna seorang diri. Ini terlalu tidak adil."Tante, aku salah, jadi tolong jangan melampiaskan kekesalan Tante padaku."Melisha tidak bodoh. Dia tahu bahwa jika dia benar-benar menuruti perkataan Joanna dan benar-benar pisah keluarga, dia pasti harus mengurus rumah sendiri. Kalau itu terjadi, banyak hal yang akan membebaninya. Bukan hanya itu saja, uangnya mungkin juga akan habis.Joanna tersenyum tanpa beban. "Melisha, lebih baik bicarakan sama ayah mertuamu. Kalau kamu nggak bilang, aku tetap akan cari waktu buat mengatakannya."Mendengar ini, Melisha hanya bisa menganggukkan kepalanya."Baiklah."Joanna menoleh ke arah Reina dan berkata, "Nana, ayo masuk.""Ya."Reina mengangguk.Keduanya masuk ke dalam rumah bersama-sama, sementara Melisha memperhatikan kepergian keduanya dengan marah sekaligus iri.Kenapa Reina memiliki ibu mertua sebaik Joanna, sementara ayah mertuanya
Keluarga Sunandar sebenarnya tidak pernah memisah-misahkan anggota keluarga mereka yang sudah memiliki keluarga sendiri. Karena istri Aarav tidak ada, jadi semua urusan di dalam rumah diserahkan kepada Joanna.Jadi, para pelayan, sopir, pengasuh dan pekerja lainnya, mereka berada di bawah kendali Joanna.Melisha langsung marah saat mendengar sopir itu mengatakan akan mengantar Tommy setelah dia selesai mengantarkan Riki dan Riko.Sudut mulutnya tertarik, dia berpura-pura marah, "Tante Joanna nggak adil sekali. Aku sama Tommy juga bagian dari keluarga ini, kenapa dia minta sopir nganter cucu menantunya dulu? Lagi pula, sopir di rumah juga nggak cuma satu."Pengemudi itu mendengar hal ini dan langsung berkata kepada Melisha."Semua sopir lain ada keperluan hari ini, jadi hanya saya yang masuk. Kalau nggak, Nyonya Joanna nggak akan meminta saya mengantar Den Riki sama Den Riko dulu, baru mengantar Nyonya sama Den Tommy."Wajah Melisha menegang lagi.Dia kesal, tetapi tidak mungkin melampi
Ekspresi di wajah Morgan berubah saat mendengar Riko mengatakan bahwa Talitha adalah putrinya.Meskipun itu adalah perubahan suasana hati yang sangat kecil, Riko tetap menyadarinya."Riko, siapa yang bilang kalau aku ayah Talitha?" tanya Morgan.Riko menjawab, "Nggak dikasih tahu pun aku tahu."Dia berbicara ceplas-ceplos.Riki yang ada di sampingnya merasakan dengan jelas bahwa ada arus gelap di meja makan.Dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan sarapan, tidak berani menatap keduanya.Dia sedikit bingung kenapa kakaknya sengaja berusaha membuat Om Morgan marah.Morgan baru akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba Reina dan Maxime datang.Reina agak terkejut saat melihatnya. Namun, keterkejutan itu hilang dengan cepat dan dia pun duduk, makan bersama kedua anaknya.Maxime juga duduk, tepat di seberang Morgan.Morgan memperhatikan mereka untuk waktu yang lama sebelum mengalihkan pandangannya.Sarapan berlalu dalam keheningan.Setelah makan, Reina mengantar Riki dan Riko ke mobil untuk perg