Reina mengepalkan tinjunya.Maxime bisa merasakan tubuh Reina yang kaku. Dia melingkupi tangan mungil Reina dengan tangannya yang besar sambil terus menciumnya dengan penuh gairah.Punggung Reina menempel lekat ke dinding, hati kecilnya sekuat tenaga menekan perasaan perlawanan di hatinya.Riko dan Riki masih menunggunya pulang....Reina berencana mengikuti permainan Maxime, kebetulan dengan begini mungkin dia bisa langsung hamil.Begitu terpikir akan kemungkinan ini, Reina pun mulai menyambut ciuman Maxime.Maxime berhenti sejenak dan seketika tatapannya menjadi tajam. Dia langsung membuka kancing kerah bajunya dan melepaskan ikat pinggangnya.Reina baru selesai mandi, aroma segar tubuhnya langsung tercium oleh Maxime dan membuat detak jantungnya berdebar tidak karuan. Maxime tidak bisa mengontrol dirinya, dia langsung membaringkan Reina di sofa dan membuka jubah mandinya.Kepalan tangan Reina semakin erat.Dia tidak menatap Maxime, entah karena tidak berani atau tidak ingin. Namun, s
Setelah memasukkan obat ke dalam botol anggur, Reina mengganti pakaiannya. Dia memakai piyama tali ikat yang seksi dan setengah terbuka, lalu dia menghampiri Maxime dan menuangkan segelas anggur untuknya."Silakan."Tindakan Reina terlihat jelas di mata Maxime. Dia mengambil gelas anggur itu, tetapi tidak meminumnya dan mulai bercerita."Pertama kali kita bertemu saat kamu pulang ke Kota Simaliki."Reina membelalak, dia tidak menyangka ternyata Maxime ingat pertemuan pertama mereka.Reina tidak memberi tanggapan, dia hanya mendorong gelas anggur itu pada Maxime.Tidak disangka, Maxime malah mendorong kembali gelas itu dan berbalik mendesak Reina."Kamu minum duluan."Reina menatap anggur berisi obat itu, lalu meminumnya tanpa ragu-ragu.Minuman itu terasa pahit dan pedas.Reina tahu kalau dia sendiri menolak minum, Maxime pasti akan curiga.Maxime sudah lama berkecimpung dalam dunia bisnis, pria itu pasti bisa menangkap jebakannya kalau dia tidak hati-hati.Reina kembali menuangkan seg
Deron melihat Reina yang mengenakan piyama tipis sedang meringkuk di sudut kamar mandi. Tangan dan kakinya penuh dengan luka cakaran.Deron langsung mematikan keran air, mengambil jubah mandi untuk menyelimuti tubuh Reina."Kamu nggak apa-apa?"Sebenarnya suara Deron cukup keras, tetapi yang terdengar di telinga Reina sangat kecil.Reina akhirnya sadar kembali, dia menatap Deron dan menjawab dengan bibir pucat, "Nggak apa-apa.""Aku antar ke rumah sakit."Deron membungkuk untuk membopong Reina, tetapi dia menghindar.Reina menggigit bibirnya kuat-kuat dan menjawab, "Jangan!""Semua rumah sakit di Kota Simaliki bergantung pada Keluarga Tambolo. Jovan sudah tahu aku pulang. Kalau dia sampai tahu aku sudah minum obat, dia pasti akan memberi tahu Maxime!""Kalau Maxime tahu ada obat di anggur itu, ke depannya aku pasti sulit mendekatinya."Reina berusaha keras menarik napas.Empat tahun yang lalu, dia memalsukan kematiannya.Kalau bukan karena bantuan Revin, dia mungkin tidak akan bisa men
Marshanda kebetulan mendengar kalimat terakhir dari percakapan Ekki dan Maxime. Dia merasa agak aneh.Ekki bukan orang yang suka ikut campur. Jadi dia hanya menjawab asal tetapi tidak memberi tahu Marshanda tentang kabar kembalinya Reina.Marshanda cukup tahu diri untuk tidak lanjut bertanya, tetapi dalam hati dia merasa kesal pada Ekki. Setelah itu, Marshanda pun langsung menuju kantor Maxime."Kak Max, Festival Perahu Naga akan tiba sebentar lagi. Bibi minta malam ini kita pulang untuk makan malam bersama."Bibi yang dimaksud Marshanda adalah ibu Maxime.Tujuan ibunya sudah jelas, dia pasti mau mendesak keduanya untuk segera menikah dan memiliki anak.Maxime bahkan tidak mengangkat kepalanya dan langsung menjawab, "Ya."Setelah itu, Marshanda duduk di sofa di kantor Maxime."Hari ini aku nggak ada kegiatan. Aku akan menunggumu di sini."Seharian?Maxime menatapnya dengan tajam, "Kamu menganggur?"Marshanda tercengang.Sebelum dia sempat menjawab, Maxime sudah lebih dulu berkata denga
Tumbuh besar sebagai seorang yatim piatu, hal yang paling dibenci Marshanda adalah dipandang rendah orang lain.Kata-kata Jovan mengingatkannya pada betapa rendah dan memalukan dirinya saat pertama kali bergabung dalam lingkaran anak orang kaya beberapa tahun yang lalu!"Tunggu saja! Kalau aku sudah jadi Nyonya Sunandar, siapa yang berani meremehkanku!"...Marshanda tidak mengungkit tentang Reina, jadi sepertinya dia tidak tahu tentang kepulangan Reina.Jovan menunggu lama di luar Vila No.9."Pak Jovan, seharian ini Nona Reina nggak keluar rumah.""Apa perlu kita datangi dan ketuk pintunya?" Pengawal Jovan tidak ingin tuannya menunggu lebih lama lagi.Jovan menolak."Nggak, kita tunggu sampai dia keluar sendiri."Jovan sangat bersemangat waktu bertemu Reina kemarin, ingin sekali rasanya dia langsung menemui Reina dan menanyakan kejadian waktu itu.Namun, saat teringat sikapnya yang buruk pada Reina dulu, Jovan tidak berani langsung mendatanginya begitu saja.Jovan yakin penantiannya a
Reina tidak ingin berurusan dengan pria tidak tahu diri, yang membalas air susu dengan air tuba."Maaf, beberapa tahun yang lalu aku sakit parah dan melupakan banyak hal."Setelah selesai bicara, Reina langsung balik badan dan berjalan kembali ke vilanya.Jovan mematung di tempat.Tidak ingat?Jovan menoleh dan terpaku menatap sosok Reina yang berlalu pergi untuk waktu yang cukup lama.Para pengawal yang berjaga di samping merasa heran. Ini adalah pertama kalinya dia melihat majikan mereka melamun begitu lama. Tidak ada seorang pun dari mereka yang berani maju menghampiri.Sesampainya di vila, Reina yang kelelahan langsung duduk terkulai di sofa. Dia tidak tahu bahwa saat ini di Bandara Astania, Alana sudah membeli tiket pesawat.Malam ini juga dia akan tiba di Kota Simaliki.Riko yang cerdas juga membeli tiket di penerbangan yang sama secara daring. Dia diam-diam pergi ke bandara dan mengikuti orang dewasa lain untuk naik ke pesawat.Pukul tujuh malam, Alana yang baru saja mendarat la
Alana sampai terdiam, tetapi dia tetap berujar. "Kamu itu bukan anak kecil, kamu itu rubah cilik!"Riko menepuk pundak Alana dan berkata, "Ya sudah kita damai saja ya. Nanti aku yang akan tanggung jawab kalau ditanya Mama."Alana mau menangis.Rasanya seperti sedang ditipu oleh anak kecil. Intinya, dia jelas tidak bisa memulangkan Riko seorang diri.Meski sebenarnya dia merasa Riko akan baik-baik saja kalau terbang sendirian."Tunggu dulu di sini. Aku mau menelepon Nana, Bu Lyann pasti sangat mengkhawatirkanmu.""Tenang saja, aku sudah meninggalkan pesan untuk nenek dan bilang kalau aku pergi denganmu," jawab Riko.Rubah cilik ini! Ugh!Alana tetap mengambil ponsel dan menelepon Reina.Di sisi lain.Reina menuangkan segelas air hangat untuk dirinya sendiri, lalu duduk di balkon sambil menjawab telepon dari Alana."Alana."Alana melirik Riko di sampingnya dengan rasa bersalah. "Nana, sebenarnya aku mau memberimu kejutan ... tapi ...."Reina bingung, "Ada apa?""Aku sudah pulang ke Kota
Maxime membalas, "Oke."Melihat Maxime akhirnya berhenti bekerja, Marshanda pun bertanya, "Pesan dari Bibi? Apa dia mendesak kita lagi?"Maxime menjawab singkat dan terlihat tidak sabar, "Bukan."Marshanda ingin bertanya lebih lanjut tentang pesan itu, tetapi Maxime sudah lebih dulu melihat ke luar jendela.Mobil mereka melewati pintu masuk Restoran Arum Manis.Di luar tempat yang megah itu, ada seorang dewasa menggandeng seorang anak kecil turun dari sebuah mobil Bentley.Mata Maxime seketika tertuju pada anak laki-laki itu. Dia mengenakan topi dan masker sehingga wajahnya tidak terlihat jelas. Tetapi entah mengapa Maxime merasa sangat familiar.Dia melihat kedua orang itu masuk ke dalam restoran.Maxime pun berkata pada sopir, "Berhenti."Marshanda bertanya bingung, "Ada apa?"Maxime tidak menjawab, dia langsung membuka pintu mobil dan berjalan keluar.Di Restoran Arum Manis.Begitu Alana dan Riko sampai, Riko ingin ke toilet dulu. Jadi Alana menelepon Reina untuk turun dan menjemput
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku
Pengawal mengikuti Riko dan Maxime dengan membawa tas besar berisi pakaian pria.Maxime menatap pria mungil yang bahkan tidak setinggi kakinya, lalu bertanya, "Apa yang kamu lakukan di toko pakaian pria?"Riko yang mendengar itu pun berbohong tanpa menunjukkan celah, "Oh, Tante Alana memintaku mampir dan membelikan pakaian untuk Om Jovan."Dia mempertimbangkan bahwa Maxime dan Alana tidak akrab. Alana adalah sahabat mamanya, jadi mereka berdua tidak akan berhubungan secara pribadi.Jadi, Maxime tidak mungkin meminta konfirmasi kebenaran dari perkataannya kepada Alana.Benar saja, setelah Maxime mendengar pertanyaan ini, dia tidak terus bertanya dan hanya mengatakan, "Tante Alana sepercaya itu kepadamu."Maxime mengatakan ini dan ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.Alana membelikan baju untuk Jovan, kenapa Nana tidak memiliki pemikiran membelikan baju untuknya?Suasana hatinya sedang tidak enak.Riko bisa melihat itu. Dia mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Maxime."Pa,
Melihat bahwa Riko berniat untuk membela manajer toko ini, Maxime juga tidak memperkeruh situasi ini lagi."Aku harap hal seperti ini nggak akan terjadi lagi," kata Maxime.Manajer toko mengangguk berulang kali. "Baik, baik."Dalam hati, dia akhirnya bisa bernapas lega.Hidup dan matinya benar-benar ada di tangan orang lain. Dia melirik Riko dan Cikita dengan penuh rasa syukur.Jika bukan karena Cikita yang melindungi Riko, situasi hari ini pasti tidak akan berakhir dengan baik.Melihat hal ini, Cikita berkata pada Riko, "Terima kasih."Riko tersenyum sopan kepadanya."Kak Cikita, akulah yang harus berterima kasih padamu."Setelah mengatakan itu, dia mengeluarkan sebuah kartu dari dalam saku kecilnya dan menyerahkannya kepada Cikita. "Aku akan mengambil semua pakaian yang kamu bawakan untukku tadi."Dengan satu kalimat itu, para pegawai dan manajer toko pun tercengang.Harus diketahui bahwa set pakaian yang baru saja diambil Cikita, yang paling murah harganya dua ratus juta. Namun, ana
Bagian bawah mata Tommy menunjukkan ketakutan dan dia mengangguk berulang kali."Aku mengerti."Setelah itu, Maxime baru melepaskannya.Faktanya, jika Tommy bisa dididik dengan baik, dia tidak akan senakal ini.Dulu, ketika Tuan Besar Latief mengasuhnya, dia menjadi sombong karena terlalu dimanja. Kemudian, Melisha membesarkannya, membuatnya tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bahkan menjadi lebih sombong dan mendominasi.Telapak tangan Melisha berkeringat, takut Maxime benar-benar akan menyakiti putranya. Dia segera berjalan mendekat dan menggendong Tommy."Max, dia masih kecil, jangan menakut-nakutinya."Kesombongan yang dia tunjukkan barusan sudah tidak terlihat lagi.Manajer toko juga mengenali Maxime. Dia tidak percaya bahwa anak kecil di depannya ternyata putra Maxime!Hatinya langsung menjadi dingin.Konsekuensi dari menyinggung Melisha adalah dia tidak bisa membuka toko. Namun, jika dia menyinggung Maxime, dia tidak akan bisa berkeliaran di Kota Simaliki
Maxime tidak menjawab dan langsung berjalan ke arah Riko.Pada saat ini, Tommy telah melepaskan topeng dari wajah Riko. Ketika melihat orang di depannya, tangan Tommy gemetar dan topeng Raja Kera di tangannya pun jatuh ke lantai.Dia langsung teringat ketika Riko meninjunya. Seketika, wajahnya langsung berubah pucat."Riko, kenapa ... kamu?" Dia bertanya dengan suara gemetar.Riko menatapnya dengan tatapan dingin, lalu berkata dengan tegas, "Ambil topengnya."Mana mungkin Tommy tidak menuruti perintah Riko. Dia segera mengambil topeng yang dia jatuhkan ke lantai.Melisha yang berada tidak jauh dari situ pun melihat kejadian ini. Dia tidak percaya bahwa anak ini ternyata Riko Andara!Bagaimana mungkin? Dia tidak merasa bahwa suara anak itu barusan adalah suara Riko.Selain itu, kenapa putranya begitu patuh pada Riko?Dia melihat Tommy dengan patuh mengambil topeng yang ada di lantai, seperti bawahan Riko.Rendy, suaminya adalah seorang pengecut. Sekarang, dia menyadari bahwa putranya ju
Setelah memeriksa ke dalam toilet, pengawal langsung merasa darah di sekujur tubuhnya membeku. Dia memberi tahu Maxime dengan gemetar, "Tuan Maxime, gawat. Tuan Muda menghilang.""Apa?"Maxime mengerutkan kening, tetapi tetap tenang."Pergilah dan periksa pengawasan di seluruh mal. Minta pihak mal menutup semua pintu masuk dan keluar." Dia dengan cepat membuat keputusan."Baik."Pengawal itu segera melakukan apa yang dikatakan Maxime.Maxime menutup telepon dan Reina langsung bertanya, "Bagaimana? Kenapa Riko belum kembali?""Nggak apa-apa, dia masih di toilet, mungkin sembelit." Maxime takut Reina khawatir, jadi dia terpaksa harus berbohong.Hati Reina masih terasa sesak karena suatu alasan.Namun, dia juga bingung, "Dia masih kecil, mana mungkin sembelit? Setelah pulang nanti kita ke rumah sakit saja."Maxime menganggukkan kepalanya sambil mengiakan pelan.Riki duduk di sampingnya dan berbicara dengan bingung, "Kenapa aku nggak tahu kalau Kakak sembelit? Bukankah dia sangat memperhat
Riko hampir saja tertangkap oleh Melisha, tetapi tiba-tiba ada seseorang yang melangkah di depannya dan menghentikan Melisha."Nyonya, kenapa Nyonya mengganggu anak kecil?" kata Cikita dengan suara dingin.Melisha langsung mengerutkan kening saat melihat wanita tidak tahu diri yang menghentikannya. "Kamu pikir kamu siapa, beraninya menceramahiku?"Setelah mengatakan itu, dia melihat ke arah manajer toko yang baru saja berjalan mendekat."Kamu manajer toko? Apa begini caramu melatih pegawai di toko?"Manajer toko sedikit bingung, masih tidak tahu apa yang sedang terjadi."Nyonya Melisha, apa yang terjadi? Siapa yang membuat Nyonya kesal?"Melisha menunjuk ke arah Cikita. "Dia. Pecat dia sekarang juga."Manajer toko melihat ke arah Melisha menunjuk dan matanya tertuju pada Cikita."Cikita, apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak menghormati Nyonya Melisha? Dia itu pelanggan besar di toko kita. Cepat minta maaf sama Nyonya Melisha sekarang juga!"Manajer toko tahu bahwa Cikita berasal dari ke
Cara Melisha mengatakan hal ini terkesan seperti dia adalah seorang hakim. Apa yang dia katakan harus dilakukan.Perlahan, para pemandu belanja mulai tidak senang dengannya. Namun, mereka tidak berani mengatakan apa pun."Ini ...."Mereka tidak mau memaksa seorang anak untuk melepas topeng dan memberikannya kepada anak nakal itu.Melihat ini, Melisha langsung berjalan menghampiri."Kalian nggak berani? Biar aku saja."Sikapnya tidak menunjukkan seorang nyonya kaya rasa. Dia benar-benar akan mengambil topeng milik seorang anak yang datang tanpa ditemani orang tuanya.Di balik topeng Raja Kera, wajah kecil Riko sedingin es dan terlihat tidak baik-baik saja. Dia sudah siap untuk menggigit Melisha saat wanita itu meraih topengnya nanti.Namun, pemandu belanja yang barusan melayani Riko dan membantunya mengambil pakaian tiba-tiba berjalan keluar dengan membawa banyak pakaian mewah."Tuan muda, lihatlah pakaian-pakaian ini."Semua orang berbalik untuk melihat ke arah pemandu belanja itu.Di