Alana sudah tidak marah, tapi dia tetap bertanya, "Terus kok kamu nyariin dia?""Ya aku mau mastiin kondisi dia lah. Aku sudah nyuruh orang periksa kondisi kejiwaan dia. Kalau dia beneran gila, ya sudah. Tapi kalau dia cuma pura-pura, awas aja!" Jovan menjelaskan.Setelah itu Jovan menatap Alana dan berkata, "Alana, dulu tuh aku ditipu habis-habisan sama dia, kamu tahu, 'kan? Kalau dari awal aku tahu orang yang menyelamatkanku itu Kak Reina, ngapain aku bantuin si Marshanda?""Sekarang tuh aku cuma mau mastiin dia dapat pelajaran yang setimpal."Alana mendengarkan, setelah terdiam cukup lama, dia berkata pada Jovan, "Maaf aku sudah salah paham. Kupikir kamu lagi gatel sama wanita lain."Jovan pun menggoda istrinya, "Kamu ... cemburu yah?"Wajah Alana langsung memerah."Cih! Ya nggak lah! Aku tuh kesal. Kesal karena dikhianati kamu, kesal karena aku nggak punya mata makanya bisa ketipu sama kamu!""Iya, iya. Sudah nggak usah marah ya, nggak baik ibu hamil marah-marah." Jovan pun memeluk
Melisha mengulurkan tangannya, tetapi Reina tidak menjabatnya kembali, malah menatap Melisha dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa, Nona Melisha?"Melisha memasukkan tangannya ke dalam sakunya dengan malu, lalu berkata sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Aku cuma dengar si Syena sudah pasti dipenjara ya? Jadi aku datang buat ngasih kamu selamat."Reina tahu Melisha pasti tidak punya niat baik.Selama periode ini, Melisha dan ayah mertuanya tidak menonjolkan diri.Namun kejanggalan ini justru di mata Reina, makin menandakan situasi bahaya."Terima kasih. Kalau nggak ada urusan lain, aku kerja dulu." Reina mengangkat kakinya dan hendak pergi.Melisha yang sigap langsung meraih pergelangan tangan Reina, "Nana, kita 'kan keluarga, kamu nggak perlu bersikap dingin begini, 'kan?"Sekarang Melisha baru menganggapnya keluarga?"Sebenarnya kamu mau apa?" Reina tidak sabar."Kesehatan Tuan Besar Latief belakangan memburuk. Dia minta aku nyari kamu dan Max buat kumpul-kumpul. Malam ini bisa datang
Ayah Maxime tinggal di luar negeri dan belum kembali.Joanna mengernyit, "Kak, kamu 'kan tahu Daniel butuh waktu buat ke sini, paling nggak butuh dua jam."Aarav mendengus dingin."Ya kalau gitu kita bicara lagi pas dia balik. Kamu itu orang luar, mendingan nggak usah ikut campur."Joanna mengertakkan giginya dengan marah, "Gimana juga aku sudah melahirkan dua putra buat Keluarga Sunandar, kenapa aku masih dianggap orang luar? Nggak bisa, aku mau tanya ke ayah kenapa dia pilih kasih!""Meski anak-anakku lebih hebat dari Rendy, masa mereka diperlakukan nggak adil?"Kekayaan Tuan Besar Latief yang ditumpuk selama ini pastinya sudah menggunung.Meski Maxime sekarang unggul, begitu kekayaan Tuan Besar Latief diberikan pada Aarav, Maxime akan berada dalam bahaya.Apalagi, Morgan butuh modal juga.Joanna tidak rela jika kekayaan Tuan Besar Latief yang begitu besar semua diberikan pada keluarga Aarav.Aarav berdiri di depan Tuan Besar Latief, "Joanna, kalau mau nyalahin ya salahin aja suamimu
Joanna juga takut pada Aarav yang menghardiknya.Joanna tidak tahu harus berkata apa, jadi dia berhenti bicara.Sekarang Joanna merasa sedih dan kecewa, kenapa suaminya membiarkannya menghadapi semua ini sendirian sedangkan suaminya malah enak-enakan di luar sana?Kekecewaan ini sebenarnya sudah menumpuk sedikit demi sedikit dari masa lalu.Malam ini, mereka semua tidak ada yang tidur.Saat Daniel datang, semua kerabat Keluarga Sunandar sudah datang.Joanna sudah memakai pakaian berkabung.Daniel pertama-tama melihat ke arah ayahnya, lalu datang ke sisi Joanna, "Kok kamu nggak ngasih tahu aku lebih awal?"Mata lelah dan tatapan kekecewaan Joanna tertuju pada Daniel."Kamu yakin aku nggak ngomong? Sebulan yang lalu, aku sudah kasih tahu kamu kesehatan ayah memburuk. Aku minta kamu pulang supaya bisa mengurus pengaturan pemakaman.""Kupikir kamu minta aku balik cuma buat memperebutkan warisan ayah!" sahut Daniel.Joanna sangat terkejut.Dia mengepalkan tangannya erat-erat dan berkata, "D
"Sudah tua nggak berarti aku mau hidupku kayak gitu aja. Aku nggak mau menyia-nyiakan waktuku buat kamu!" ucap Joanna.Setelah itu Joanna langsung berdiri dan pergi ke ruang tamu untuk beristirahat.Daniel berdiri di sana sendirian, menatap sosok Joanna yang pergi dengan tidak percaya.Daniel adalah orang yang santai, dia merasa Joanna berulah karena tidak mendapat warisan. Paling Joanna akan baik sendiri setelah dua hari berlalu, pikir Daniel.Keesokan harinya.Pemakaman Tuan Besar Latief dilakukan seperti seharusnya, teman-teman Reina juga datang berkunjung."Aku turut berbela sungkawa ya," kata Sisca.Reina mengangguk.Para tamu datang satu per satu.Yang lain mungkin murung dan sedih, tapi berbeda dengan Melisha yang senyumnya begitu lebar. Dia langsung mengumumkan pesan wasiat dari Tuan Besar Latief.Daniel dan Joanna bertengkar.Pemakaman Tuan Besar Latief diadakan selama tiga hari tiga malam.Setelah selesai, Joanna mengumumkan sesuatu pada Reina, Maxime dan Morgan."Aku dan aya
Maxime sudah menyuruh orang untuk mengawasi pergerakan Morgan dan Aarav. Maxime tahu dirinya terancam, tapi dia tidak mengambil tindakan.Dia ingin melihat apa yang akan dilakukan orang-orang ini.Keesokan harinya, Grup IM menyambut rombongan pemeriksa pajak.Ekki mengernyit, "Orang-orang ini benar-benar berusaha keras menjebloskan Bos ke penjara. Memang apa untungnya buat mereka kalau terjadi sesuatu sama Grup IM?"Apalagi buat Morgan!Ekki bahkan tidak mengerti kenapa Morgan ingin menjebak saudaranya, padahal mereka bersaudara.Benar saja, para pemeriksa pajak menemukan ada kejanggalan di rekening perusahaan, seperti transfer dana perusahaan secara ilegal dan lain-lain.Tapi semua ini palsu.Meski demikian, Maxime sebagai badan hukum perusahaan, tetap dibawa untuk diselidiki.Maxime memberi tahu Ekki, "Bilang sama Nana buat nggak mengkhawatirkanku."Ekki mengangguk sungguh-sungguh.Sebenarnya Ekki yakin meski dia tidak mengatakan apa-apa, Reina pasti yakin Maxime akan baik-baik saja.
Setelah Maxime dibawa pergi, Aarav sekeluarga merayakan dengan megah.Melisha juga sangat senang, hanya Rendy yang terlihat sedih.Dia bertanya dengan takut, "Ayah, kayaknya kita nggak bisa begini deh. Kita 'kan keluarga? Kalau Maxime ditangkap, kita juga kena imbasnya. Kalau dia bebas dan tahu kalau ini ulah kita, dia pasti bakal menghabisi kita!"Aarav mengernyit, "Kok kamu malah mengkhawatirkan hal ini? Kamu itu nggak berguna ya, nggak pantas jadi anakku."Rendy pun menutup mulutnya.Tommy angkat bicara."Kakek, menurutku tindakanmu ini benar. Kalau kita nggak bertindak, kita yang bakal binasa."Aarav tertawa , "Haha! Masih pintar cucuku! Benar itu Tommy, kita harus mikirin diri kita sendiri, kamu jangan jadi kayak ayahmu ya."Tommy mengangguk sungguh-sungguh, "Ya Kakek, aku ngerti."Tommy menatap Aarav dengan kagum.Namun, keluarga ini bahagia terlalu cepat.Sore harinya, Maxime keluar tahanan.Dia bergegas kembali ke kediaman utama, lalu meminta Aarav dan Morgan berkumpul.Saat in
Begitu putranya yang lain diseret, Joanna langsung diam.Dia juga tidak paham kenapa Morgan dan Maxime begitu bermusuhan.Maxime tahu Joanna berada di posisi yang sulit. Maxime menatap Morgan dengan dingin dan berkata, "Masalah kali ini nggak selesai gitu aja dengan minta maaf. Paman, aku nggak akan lepasin kalian cuma karena hal ini bersangkutan sama Morgan."Nada bicara Maxime tidak kasar, tapi intimidasinya begitu kental.Aarav pun tidak bisa lagi tersenyum.Saat ini, Melisha angkat bicara, "Max, kita 'kan keluarga, kali ini ayahku memang salah. Tapi kamu boleh nggak berbesar hati dan melepaskan dia?"Rendy juga ikut menimpali, "Max, kami sadar kami salah. Ayahku sudah tua, kadang dia nggak bisa berpikir jernih."Aarav sadar diri, dia tahu sekarang bukan waktunya berlagak."Max, bilang aja kamu mau aku ngapain. Aku akan melakukan dan kasih semua yang kamu minta sebagai permintaan maaf."Maxime justru menunggu kata-kata ini."Aku mau tanah yang baru kalian dapat."Tanah ini adalah wa
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba