"Keputusan Ibu buat cerai sama dia sudah benar."Setelah itu Morgan langsung pergi.Saat melewati Maxime, dia berkata, "Aku kalah lagi, aku memang nggak mampu."Tatapan Maxime terlihat dingin.Morgan tidak khawatir dengan apa yang akan Maxime lakukan padanya, namun sekarang dia sangat sedih.Di luar, Morgan mengeluarkan ponselnya untuk mencari teman bicara, tapi dia tidak tahu harus menelepon siapa.Akhirnya, matanya tertuju pada nomor telepon Jess. Setelah ragu-ragu cukup lama, Morgan tidak jadi menelepon.Di dalam rumah.Suasana sangat sunyi dan Daniel menghela napas berulang kali, "Kok bisa Morgan jadi kayak gini? Dulu dia itu yang paling patuh dan bijak lho."Joanna tidak berkata apa-apa.Dulu' yang dimaksud Daniel itu entah berapa belas tahun yang dulu.Melihat Joanna tidak bicara, Daniel pun menatapnya, "Kamu kenapa?""Nggak ada." Joanna bangkit berdiri, "Supaya urusan perceraian kita cepat selesai, bulan ini tolong diam saja di rumah. Begitu masa tenang berakhir di akhir bulan,
Keesokan harinya, sekitar jam delapan pagi.Reina ingin bangun tapi Maxime memeluknya dengan kuat sampai Reina tidak bisa bergerak."Kok kamu bangun?" Suara malas Maxime terdengar.Reina mengernyit dan mencoba melepaskan lengan Maxime yang memeluknya, tetapi tidak berhasil.Reina pun menyerah dan pasrah."Sudah waktunya berangkat kerja, ayo lepasin. Aku mau bangun."Maxime memeluknya lebih erat, "Tidur lagi, nggak usah buru-buru."Sebagai bos, tentu mereka tidak perlu berangkat kerja tepat waktu.Reina menghela napas, "Tapi aku sudah nggak ngantuk."Maxime pun perlahan membuka matanya, menatap wajah kecil Reina dan berkata."Kalau gitu ... mau olahraga?"Reina terdiam.Dia langsung menutup matanya, "Nggak, nggak jadi. Aku ngantuk, balik tidur aja."Maxime tidak berkata apa-apa lagi, memeluk Reina dan lanjut tidur.Sejujurnya, Maxime sudah lama tidak tidur nyenyak.Sedangkan Reina tidak bisa tidur karena merasa tidak nyaman dipeluk begitu erat oleh Maxime.Namun si Maxime bersikeras unt
Maxime mengernyit saat mendengar Marshanda sakit jiwa, jelas dia tidak memercayai berita ini.Wanita seperti Marshanda adalah pembohong unggul. Siapa yang tahu dia benar-benar gila atau hanya pura-pura?Sakit jiwa itu sulit diperiksa."Oke, kita pergi bareng."Melihat Maxime langsung setuju, Reina menatap wajah tampan Maxime dan menggodanya, "Kamu sedih ya?"Maxime mengernyit bingung, "Apa?""Wanita pujaanmu jadi gila. Terus kamu buru-buru banget mau ketemu dia. Pasti karena kamu sedih? Atau khawatir?" Reina bertanya dengan sedikit cemburu.Maxime pasrah dituduh seperti ini, dia mengangkat tangannya dan mencubit wajah Reina."Sembarangan! Kan aku sudah bilang, aku itu nggak suka dia dan nggak punya perasaan apa-apa ke dia. Ngapain khawatir atau sedih?"Reina baru merasa lega setelah mendengar kata-kata ini.Namun, Reina terus bertanya, "Terus ngapain kamu ikut aku ketemu dia?""Penasaran." Maxime menjawab santai.Huft ... Reina tidak bisa membantah.Dia tidak menyangka Maxime akan pena
perawat pun berkata pada kepala rumah sakit, "Pak, ini orangnya."Kepala rumah sakit mengangguk, berdiri, lalu bicara dengan hormat pada Reina dan Maxime."Pak Maxime dan Nyonya, silakan bicara dengannya. Kalau terjadi sesuatu, langsung hubungi aku.""Oke."Kepala rumah sakit pergi, meninggalkan mereka bertiga di ruangan itu.Mata Maxime dan Reina tertuju pada Marshanda.Marshanda seperti tidak melihat kedua orang itu. Dia menunduk, memainkan rambutnya dan bergumam, "Kak Max benar-benar bakal nikah sama aku? Kalau Nana tahu, apa Nana akan marah?"Reina terdiam saat mendengar hal ini.Dia berdiri dan mendekati Marshanda selangkah demi selangkah."Marshanda."Marshanda perlahan mengangkat kepalanya dan menatap mata indah Reina. Awalnya Marshanda tertegun, namun setelah itu dia terlihat bingung."Siapa kamu?""Kamu lupa sama aku? Aku Reina," jawab Reina.Marshanda kaget saat mendengar kata-kata Reina."Nana, aku salah. Aku nggak berani ulangin lagi. Aku beneran tahu aku salah, tolong lepa
Maxime pun diam.Sambil berjalan keluar, Maxime menatap kepala Reina.Reina menghalangi pandangan Maxime sambil berkata, "Sudah nggak apa-apa, cuma dijambak dikit. Lagian ngapain kita marah-marah sama orang gila?""Ya." Maxime masih menatap Reina dengan serius dan dalam hati ingin sekali membalas Marshanda ribuan kali!Sebenarnya Reina tidak sebaik itu. Hanya saja barusan dia merasa ada yang tidak beres dengan tatapan Marshanda barusan.Apa orang gila bisa menatapnya seperti itu?Sebelum Reina pergi, dia bertanya pada kepala rumah sakit, "Apa Marshanda punya kecenderungan melakukan kekerasan?"Kepala rumah sakit menggeleng, "Nggak, sejak datang dia cukup patuh dan nggak suka cari gara-gara sama pasien lain.""Kalau dia bertemu pasien nakal, dia malah berinisiatif menghindarinya."Reina mengangguk sambil berpikir, "Terima kasih.""Nggak masalah. Barusan dia menyerangmu?" tanya kepala rumah sakit.Reina menjawab jujur sambil mengangguk, "Yah, menurutku dia perlu ditenangkan.""Oke." Kepa
Reina mendengarkan dalam diam. Karena Diego bertele-tele, Reina pun menyahut, "Aku banyak kerjaan, kalau nggak ada yang lain aku tutup telepon nih.""Jangan kak, tunggu. Aku mau tanya apa kamu bisa bantu aku?"Diego buru-buru mencegah karena takut Reina akan memutuskan sambungan telepon."Bantu apa?""Aku 'kan buka perusahaan dengan bantuan Kak Maxime. Nah, beberapa hari yang lalu, aku ketemu seorang wanita di tempat kerja. Dia klienku." Diego pun memikirkan sebentar harus bagaimana menyusun kata-katanya, "Menurutku, dia cukup cantik dan usianya sudah matang. Tolong kenalin aku dengannya."Reina tidak menyangka Diego akan jatuh cinta pada seorang gadis.Selama ini, Diego tidak punya pacar dan tahunya hanya bersenang-senang.Tapi, kali ini nada bicara Diego terdengar sangat serius."Siapa dia?""Namanya Hanna, kerabat Keluarga Sunandar. Kakak kenal nggak?"Hanna? Nama itu terdengar sangat familiar. Reina mencoba mengingat-ingat.Ketika Tuan Besar Latief meninggal, gadis itu juga datang.
"Terus, kamu mau bilangnya gimana ke Diego?" tanya Maxime.Maxime tahu Reina sekarang baik pada Diego bukan karena Diego, tapi karena Anthony.Bagaimanapun juga, Diego adalah putra satu-satunya Anthony."Biar aku pikirkan dulu." Reina pun memejamkan matanya untuk beristirahat sebentar. Ketika dia membuka matanya lagi, dia berkata pada Maxime, "Masalah ini nggak mendesak. Aku perlu menyelidikinya dulu."Sudah lama sekali Diego tidak mencarinya, tapi sekarang Diego mendadak meminta bantuan Reina untuk mencomblangkannya."Oke."Mobil mereka pun tiba di pintu rumah sakit.Reina hendak keluar dari mobil, tapi Maxime menggenggam tangannya dan menatap Reina dengan sepasang matanya yang dalam dan indah, "Nana.""Apa? Kenapa lagi?" tanya Reina dengan bingung."Kemarilah sebentar."Reina pun bergerak mendekat dengan bingung.Tiba-tiba, Maxime mengecup dahi Reina.Si sopir sampai buru-buru memalingkan pandangannya."Ngapain deh?" tanya Reina dengan suara pelan karena dia juga merasa agak kikuk."
Liane juga tahu Reina peduli padanya, jadi dia memakan satu per satu buah yang Reina sodorkan kepadanya.Meski kini ada rasa pahit di mulutnya, namun dia merasakan manisnya saat memakan buah yang dicuci putrinya."Enak sekali."Reina tidak berani menyuapi Liane terlalu banyak, takut dia akan merasa tidak nyaman lagi.Setelah memberinya makan, Reina memeluk lengannya.Kini hubungan keduanya tidak ada bedanya dengan anggota keluarga. Tidak ada rasa asing. Mungkin karena darah lebih kental dari air.Liane membelai kepala Reina, "Nana, gimana masalah Max?""Nggak apa-apa, Max sudah mengurus semuanya.""Baguslah. Sudah Ibu bilang kamu nggak usah khawatir. Max sangat kuat dan nggak mungkin ditindas orang," ucap Liane."Ya."Keduanya mengobrol sebentar.Tiba-tiba pintu kamar diketuk.Reina membuka pintu dan melihat Rizki berdiri di depan pintu sambil membawa banyak makanan.Rizki tidak menyangka Reina ada di sini, ekspresinya terlihat canggung."Nona Reina.""Paman Rizki." Reina menyapa denga
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba