Reina menyadari ada yang aneh dengan sikap Sisil, jadi dia menarik Sisil menyingkir sedikit, lalu bertanya, "Kenapa?"Sisil menghela napas, "Bos, ada orang lain yang datang hari ini."Orang lain?Reina spontan bertanya dengan bingung, "Siapa?""Mereka bilang mereka adalah kerabatmu," jawab Sisil dengan sama bingungnya.Reina tidak punya kerabat apa-apa di Kota Simaliki."Kerabat apa?""Katanya ... nenekmu." Sisil mengucapkan kata terakhir dengan nada yang terdengar agak bingung.Karena dia tahu Reina akan kembali bersama kakek dan neneknya hari ini.Tapi, sekarang malah mendadak ada seorang wanita tua dari kediaman utama Keluarga Andara yang mengaku sebagai neneknya Reina.Reina tertegun sejenak, lalu buru-buru teringat.Nenek ini tak lain adalah ibu dari mantan ibu angkatnya, Treya.Dari dulu, orang ini seperti Treya yang tidak mau melihat Reina sama sekali. Bahkan setelah Treya meninggal, dia tidak banyak muncul.Kenapa tiba-tiba muncul sekarang?Reina mengepalkan tangannya, dia tida
Ibu Treya langsung menegur Reina, "Kamu ini nggak punya hati ya. Kalau bukan karena putriku, kamu akan mati kedinginan dan kelaparan tahu. Putriku sudah membesarkanmu, tapi kamu malah nggak mengakuinya."Reina tidak merasa bersalah, "Orang yang membesarkanku itu ayahku dan ibu Lyann. Treya bahkan nggak pernah beliin aku baju atau masak buat, aku nggak utang apa pun sama Treya."Reina menyahut dengan tegas."Mau apa Anda ke sini?"Reina tidak percaya ibu Treya datang ke sini hanya untuk menengok orang cacat seperti dirinya.Ibu Treya terdiam oleh kata-kata Reina.Dia melamun cukup lama dan akhirnya langsung bicara ke pokok permasalahan."Aku datang buat ambil balik aset putriku.""Aset putrimu? Aset apa?" Reina hampir mendecih saat mendengar ucapan ini.Setelah Anthony meninggal, semua aset Keluarga Andara menjadi milik Diego dan Treya. Treya 'kan sudah kehilangan semua asetnya, apalagi yang tersisa?Ibu Treya menunjuk ke kediaman utama Keluarga Andara."Rumah ini. Rumah ini milik putri
Ibu Treya tidak bisa berkutik.Kakek dan nenek Reina sudah terbiasa menghadapi orang tua yang tidak tahu malu seperti ini.Nenek mencibir, lalu berkata pada Reina, "Nana, sudah tinggalin aja dia sendiri. Kalau dia mau cari onar, biarin aja. Yuk kita masuk dan istirahat."Reina mengangguk berulang kali."Oke."Mereka mengabaikan Ibu Treya dan masuk kembali ke rumah.Ibu Treya tertegun sejenak, dia berdiri diam di depan pintu.Sisil langsung menutup pintu dan berkata dengan serius, "Nyonya, sebaiknya tahu diri dan pulang. Jaga dirimu baik-baik."Wajah ibu Treya langsung suram dan dia berteriak di luar vila."Ya ampuuuun, dasar keluarga bajingan! Masa dia merebut harta warisan putriku terus ngusir aku yang setua ini. Kalian nggak akan mati tenang!"Ibu Treya mengumpat.Namun kediaman utama Keluarga Andara juga sangat besar. Reina yang ada di dalam hanya samar-sama mendengar suara tanpa benar-benar mendengar perkataan wanita itu.Di dalam ruang tamu.Reina terlihat sangat bersalah."Bu, Ka
Liane menggeleng, "Nggak, aku harus pulang.""Dokter, tolong beri obat pereda nyeri. Malam aku benar-benar nggak bisa tidur, badanku sakit sekali," lanjutnya."Terlalu banyak konsumsi obat pereda nyeri nggak baik untuk kesehatan Anda, tubuh Anda juga lama-lama bisa kebal dan nggak membantu kondisi Anda sama sekali," jawab dokter.Liane tidak terlalu peduli. Dia tersenyum pahit, "Nggak masalah, pokoknya asal aku bisa tinggal di rumah. Meski dirawat di rumah sakit, paling juga cuma memperpanjang nyawa beberapa bulan. Mendingan aku tinggal di rumah."Dokter sudah terbiasa menemui pasien seperti Liane, dia pun meresepkan obat untuknya."Tinggal dulu di rumah sakit selama dua hari, setelah itu Anda boleh pulang."Dua hari ....Liane berpikir sejenak dan mengangguk, "Oke."Dia masih bisa menyembunyikan dari Nana dan orang tuanya lebih lama lagi....Siang harinya, Vior pergi sendiri dengan alasan mau menemui temannya.Reina samar-samar merasakan sesuatu dan meminta seseorang untuk mengawasin
Saat Vior, seorang gadis polos berinisiatif bertanya, Syena pun tidak sungkan lagi, "Sekarang ibuku sudah benar-benar percaya sama Reina. Aku pasti bakal tetap masuk penjara. Cuma ... aku agak nggak rela ninggalin putriku yang sakit parah sendirian.""Ini ...." Vior menunduk, "Gimana kalau gini, aku saja yang merawat dia. Anggap aja dia jadi anak angkatku.""Ini bukan masalah ada yang merawatnya atau nggak. Dokter sudah bilang umur anak itu nggak panjang, makanya aku mau menghabiskan waktu lebih banyak sama dia," ucap Syena dengan derai air mata.Vior jadi makin iba. Dia merasa Reina begitu kejam, bisa-bisanya memisahkan Syena dengan putrinya.Vior mengepalkan tinjunya dan berkata, "Kalau gitu gini aja. Aku bakal memohon sama bibi, terus kita cari tim pengacara supaya kamu bisa bebas, jadi kamu bisa nemenin putrimu."Tentu saja Syena tidak puas dengan penawaran ini."Sudahlah Vior, lupakan saja. Kayaknya sih ibu nggak akan setuju.""Bibi itu memang kelihatan galak, tapi hatinya lembut
"Maksudmu semua makanan ini Vior bawa tiap kali dia mengunjungi Syena?" Reina terkejut.Sisil mengangguk berulang kali, "Ya."Entah mengapa, suatu firasat buruk merayapi hati Reina."Coba kamu cari cara buat kirim makanan yang Vior bawa itu buat dites di rumah sakit.""Oke."Sisil juga menyadari keseriusan dalam masalah ini.Malam itu.Vior membawakan semangkuk bubur hari ini, "Bibi, ini ayo coba. Aku masak sendiri lho, bukannya dulu Bibi pernah bilang mau makan bubur ya?"Liane tersenyum, "Vior, belakangan ini kamu perhatian banget. Terima kasih ya.""Nggak usah sungkan Bi, aku cuma mau Bibi bahagia tiap hari." Vior berjongkok di depan Liane dan menyerahkan semangkuk bubur itu pada Liane, "Ayo Bi, aku suapin."Begitu Reina melihat momen ini, Reina langsung pura-pura tidak lihat jalan dan menabrak Vior."Prang!"Mangkuk itu jatuh ke lantai dan pecah, buburnya juga tumpah berantakan."Maaf Vior, barusan aku agak pusing jadi nggak sengaja nabrak." Reina langsung minta maaf.Vior tampak s
"Gimana? Sudah selesai tesnya?"Saat ini, Reina dan Sisil sendirian.Sisil mengangguk berulang kali dan terlihat murung. "Bubur ini ... ada racunnya. Racunnya bekerja pelan-pelan, kalau pertama-pertama makan sih nggak akan ketahuan."Hati Reina langsung tenggelam.Dia langsung menatap Vior yang berada tidak jauh darinya.Vior sedang bermain dengan si kembar. Meski tidak menyukai Reina, dia sangat suka anak kecil."Ayo sini, Bibi peluk."Suara Vior sangat lembut.Si kembar juga menyukai Vior dan langsung dengan ramah membiarkan Vior menyentuh mereka.Nenek pun menggodanya, "Vior, anak kecil lucu, 'kan? Jadi kapan kamu bawa pulang pacar? Cepat menikah, supaya punya anak sendiri."Begitu Vior mendengar neneknya mendesak untuk menikah dan punya anak, Vior langsung menghindar."Nenek, 'kan aku sudah bilang, aku nggak mau menikah, apalagi punya anak."Vior memang tidak berencana menikah.Menurutnya hidup melajang itu sangat menyenangkan, kenapa dia harus mempersulit diri dengan hidup bersama
Vior buru-buru memakan buburnya sampai habis."Lihat nggak? Enak kok. Sudahlah kamu nggak usah iri, kalau punya waktu mendingan cari cara buat berbakti sama bibi," ucap Vior sambil meletakkan mangkuknya.Dari perilaku Vior, sepertinya gadis ini tidak tahu kalau bubur ini beracun.Vior mengambil mangkuk baru untuk menuang bubur untuk Liane. Tapi, tiba-tiba Reina menghentikannya."Hentikan.""Mau apa lagi sih?" Vior benar-benar marah, "Jangan pikir cuma karena kamu putri kandung bibiku, kamu bisa berlagak dan nyuruh-nyuruh ya."Reina tidak mengindahkan ucapan Vior, tetapi menunjuk ke bubur di dalam panci dan berkata, "Bubur ini beracun."Vior terhenyak dan tidak bereaksi untuk waktu yang lama."Racun? Racun apa?"Reina menjawab dengan santai, "Racun yang ... bisa mengakibatkan penyakit kronis."Vior membelalak tidak percaya."Sembarangan aja kalau ngomong! Kukasih tahu ya, semua orang di dunia ini mungkin bakal menyakiti bibi, tapi aku nggak akan kayak gitu!"Vior tumbuh besar di tangan
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba
Reina tidak mengerti apa yang terjadi dengan Maxime, kenapa dia terus mengungkit-ungkit soal kegagalannya dalam melindunginya?"Sudah kubilang, kejadian itu bukan apa-apa, bukankah cuma leherku yang terluka? Itu semua sudah berlalu," kata Reina tanpa daya.Ketika Maxime mendengar kata-katanya, sekelebat keterkejutan melintas di matanya.Mendengar apa yang dikatakan Reina, dia menyadari bahwa dia sepertinya sudah salah paham."Nana, kamu cuma terluka di bagian leher, nggak ada yang lain?" tanya Maxime.Reina mengangguk. "Ya, memangnya apa lagi?"Maxime menyadari bahwa dia dipermainkan oleh Morgan.Pantas saja, jika hal seperti itu terjadi kepada Reina, kenapa dia masih begitu santai dan tidak terbebani?Sebelumnya, dia mengira Reina menyembunyikan semuanya karena kenyataan itu terlalu sulit untuk diterima.Saat ini, melihat perubahan ekspresi di wajah Maxime, Reina tersentak mengerti."Jangan bilang kamu mengira aku dilecehkan sama Morgan?" katanya dengan pelan.Sudut mulut Maxime berke
"Oh, kalau begitu dia cukup beruntung, bisa menikah sama pria baik-baik," kata penjaga itu sambil mengeluarkan sebuah apel, lalu menggigitnya.Morgan terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Dia terus membuka kertas di depannya, yang sebagian besar menceritakan bagaimana Jess dan Erik jatuh cinta.Simpul di tenggorokan Morgan bergulir sedikit saat dia menunjuk Jess dan berkata, "Pria yang dulu dia sukai itu aku."Penjaga sedang memakan apel dan hampir tersedak saat mendengar kata-katanya."Ehem. Lalu, kenapa dia bisa nikah sama orang lain?"Mendengar kata-kata itu, dada Morgan terasa sesak dan dia tidak bisa menjawab pertanyaannya.Ya, bagaimana bisa wanita yang sangat jelas-jelas begitu mencintainya bisa menikah dengan orang lain?"Aku nggak tahu, tapi itu karena seleranya buruk."Penjaga itu berdecak, "Belum tentu, Erik itu pewaris Keluarga Casco, sementara kamu sekarang ...."Dia menggelengkan kepalanya sambil melangkah pergi.Morgan tinggal sendirian di dalam kamar dan batuknya makin
Suasana di dalam mobil sangat hening, membuat sopir merasa sedikit tidak nyaman.Namun, tepat pada saat itu, ponsel Maxime berdering.Dia mengangkat ponselnya dan mengerutkan kening."Ya?" Dia sengaja mengecilkan suaranya agar Reina yang tertidur di sampingnya tidak terganggu.Pria di seberang sana berkata, "Bos, Morgan ingin bicara denganmu."Maxime melirik Reina, matanya terpejam seolah-olah dia tertidur."Berikan kepadanya.""Ya."Tidak butuh waktu lama sampai panggilan itu berganti dan suara Morgan yang agak lemah terdengar, "Ehem, Kak, berapa lama lagi kamu akan menahanku di sini?"Mendengar itu, Maxime mengeluarkan tawa pelan."Ini baru setahun dan kamu sudah nggak sanggup?"Morgan tidak mengatakan apa-apa.Maxime melanjutkan, "Karena aku mengirimmu ke sana, aku nggak berniat membawamu kembali."Satu kalimat itu seperti memberi Morgan hukuman mati.Mata Morgan langsung memerah."Apa kamu bercanda? Uhuk ... uhuk ... uhuk. Aku nggak bisa bertahan lebih lama lagi sekarang," katanya.
Keduanya bercanda selama beberapa saat sebelum Reina menutup telepon.Melihat bahwa waktu pulang kerja hampir tiba, Reina berencana mengajak Sisil dan yang lainnya berbelanja dan makan bersama. Namun, dia tidak menyangka Maxime akan bangun dan menghampirinya."Nana, ayo pulang ke rumah."Saat mengatakan itu, matanya berbinar-binar.Selama setahun ini, Maxime sudah betah di Grup Yinandar dan tidak mau pindah.Reina sangat tertekan. "Aku mau jalan-jalan, kamu pulang saja dulu.""Kamu mau jalan-jalan ke mana? Aku temenin, ya?" tanya Maxime.Reina tidak bisa berkata-kata.Maxime selalu seperti ini. Reina bahkan tidak bisa pergi berbelanja dengan teman dan sahabatnya ketika dia ingin."Nggak jadi deh. Kalau kamu ikut, kita nanti jadi nggak nyaman."Maxime mendekatinya dan menggenggam tangannya. "Aku yang akan bayar apa pun yang kalian beli."Bagaimana lagi, demi bisa berada di sisi Reina setiap saat, Maxime harus menyenangkan teman-teman dan sahabat Reina.Sisil membawa banyak dokumen saat