Liane menggeleng, "Nggak, aku harus pulang.""Dokter, tolong beri obat pereda nyeri. Malam aku benar-benar nggak bisa tidur, badanku sakit sekali," lanjutnya."Terlalu banyak konsumsi obat pereda nyeri nggak baik untuk kesehatan Anda, tubuh Anda juga lama-lama bisa kebal dan nggak membantu kondisi Anda sama sekali," jawab dokter.Liane tidak terlalu peduli. Dia tersenyum pahit, "Nggak masalah, pokoknya asal aku bisa tinggal di rumah. Meski dirawat di rumah sakit, paling juga cuma memperpanjang nyawa beberapa bulan. Mendingan aku tinggal di rumah."Dokter sudah terbiasa menemui pasien seperti Liane, dia pun meresepkan obat untuknya."Tinggal dulu di rumah sakit selama dua hari, setelah itu Anda boleh pulang."Dua hari ....Liane berpikir sejenak dan mengangguk, "Oke."Dia masih bisa menyembunyikan dari Nana dan orang tuanya lebih lama lagi....Siang harinya, Vior pergi sendiri dengan alasan mau menemui temannya.Reina samar-samar merasakan sesuatu dan meminta seseorang untuk mengawasin
Saat Vior, seorang gadis polos berinisiatif bertanya, Syena pun tidak sungkan lagi, "Sekarang ibuku sudah benar-benar percaya sama Reina. Aku pasti bakal tetap masuk penjara. Cuma ... aku agak nggak rela ninggalin putriku yang sakit parah sendirian.""Ini ...." Vior menunduk, "Gimana kalau gini, aku saja yang merawat dia. Anggap aja dia jadi anak angkatku.""Ini bukan masalah ada yang merawatnya atau nggak. Dokter sudah bilang umur anak itu nggak panjang, makanya aku mau menghabiskan waktu lebih banyak sama dia," ucap Syena dengan derai air mata.Vior jadi makin iba. Dia merasa Reina begitu kejam, bisa-bisanya memisahkan Syena dengan putrinya.Vior mengepalkan tinjunya dan berkata, "Kalau gitu gini aja. Aku bakal memohon sama bibi, terus kita cari tim pengacara supaya kamu bisa bebas, jadi kamu bisa nemenin putrimu."Tentu saja Syena tidak puas dengan penawaran ini."Sudahlah Vior, lupakan saja. Kayaknya sih ibu nggak akan setuju.""Bibi itu memang kelihatan galak, tapi hatinya lembut
"Maksudmu semua makanan ini Vior bawa tiap kali dia mengunjungi Syena?" Reina terkejut.Sisil mengangguk berulang kali, "Ya."Entah mengapa, suatu firasat buruk merayapi hati Reina."Coba kamu cari cara buat kirim makanan yang Vior bawa itu buat dites di rumah sakit.""Oke."Sisil juga menyadari keseriusan dalam masalah ini.Malam itu.Vior membawakan semangkuk bubur hari ini, "Bibi, ini ayo coba. Aku masak sendiri lho, bukannya dulu Bibi pernah bilang mau makan bubur ya?"Liane tersenyum, "Vior, belakangan ini kamu perhatian banget. Terima kasih ya.""Nggak usah sungkan Bi, aku cuma mau Bibi bahagia tiap hari." Vior berjongkok di depan Liane dan menyerahkan semangkuk bubur itu pada Liane, "Ayo Bi, aku suapin."Begitu Reina melihat momen ini, Reina langsung pura-pura tidak lihat jalan dan menabrak Vior."Prang!"Mangkuk itu jatuh ke lantai dan pecah, buburnya juga tumpah berantakan."Maaf Vior, barusan aku agak pusing jadi nggak sengaja nabrak." Reina langsung minta maaf.Vior tampak s
"Gimana? Sudah selesai tesnya?"Saat ini, Reina dan Sisil sendirian.Sisil mengangguk berulang kali dan terlihat murung. "Bubur ini ... ada racunnya. Racunnya bekerja pelan-pelan, kalau pertama-pertama makan sih nggak akan ketahuan."Hati Reina langsung tenggelam.Dia langsung menatap Vior yang berada tidak jauh darinya.Vior sedang bermain dengan si kembar. Meski tidak menyukai Reina, dia sangat suka anak kecil."Ayo sini, Bibi peluk."Suara Vior sangat lembut.Si kembar juga menyukai Vior dan langsung dengan ramah membiarkan Vior menyentuh mereka.Nenek pun menggodanya, "Vior, anak kecil lucu, 'kan? Jadi kapan kamu bawa pulang pacar? Cepat menikah, supaya punya anak sendiri."Begitu Vior mendengar neneknya mendesak untuk menikah dan punya anak, Vior langsung menghindar."Nenek, 'kan aku sudah bilang, aku nggak mau menikah, apalagi punya anak."Vior memang tidak berencana menikah.Menurutnya hidup melajang itu sangat menyenangkan, kenapa dia harus mempersulit diri dengan hidup bersama
Vior buru-buru memakan buburnya sampai habis."Lihat nggak? Enak kok. Sudahlah kamu nggak usah iri, kalau punya waktu mendingan cari cara buat berbakti sama bibi," ucap Vior sambil meletakkan mangkuknya.Dari perilaku Vior, sepertinya gadis ini tidak tahu kalau bubur ini beracun.Vior mengambil mangkuk baru untuk menuang bubur untuk Liane. Tapi, tiba-tiba Reina menghentikannya."Hentikan.""Mau apa lagi sih?" Vior benar-benar marah, "Jangan pikir cuma karena kamu putri kandung bibiku, kamu bisa berlagak dan nyuruh-nyuruh ya."Reina tidak mengindahkan ucapan Vior, tetapi menunjuk ke bubur di dalam panci dan berkata, "Bubur ini beracun."Vior terhenyak dan tidak bereaksi untuk waktu yang lama."Racun? Racun apa?"Reina menjawab dengan santai, "Racun yang ... bisa mengakibatkan penyakit kronis."Vior membelalak tidak percaya."Sembarangan aja kalau ngomong! Kukasih tahu ya, semua orang di dunia ini mungkin bakal menyakiti bibi, tapi aku nggak akan kayak gitu!"Vior tumbuh besar di tangan
Reina duduk dan menatap Vior, "Kalau gitu jelasin. Jangan bohong atau aku bakal lapor polisi, biar mereka yang menyelidikinya."Vior mulai menceritakan pada Reina semua detail obrolan antara dirinya dengan Syena setelah dia pergi menemui Syena untuk pertama kali.Reina mendengarkan dalam diam dan terkejut.Vior ini benar-benar tidak bersalah. Syena yang sudah berhasil menipunya."Kamu tahu nggak kenapa dia di penjara? Dia itu sudah berkali-kali mau mencelakai ibuku! Berani banget kamu malah ngasih ibuku masakannya?"Vior mulai menangis."Aku pikir itu cuma gosip. Kupikir setelah bibi ketemu sama putri kandungnya, dia melupakan Syena karena kamu yang menjebaknya.""Kalau gitu, apa sampai sekarang kamu masih berpikir akulah yang menjebak Syena?" tanya Reina.Vior menggeleng."Ini salahku. Aku salah menilai orang. Aku nggak ada niat menyakiti bibi."Dia meraih tangan Reina, "Reina, tolong antar bibi ke rumah sakit biar diobati dokter."Reina menepis tangan Vior, "Jujur aja, aku nggak perc
Vior terkejut.Nenek menambahkan, "Ini masalah besar. Nenek nggak yakin bisa percaya lagi sama kamu, jadi ... kamu jaga urus saja dirimu sendiri."Vior berdiri dengan susah payah."Nenek, aku akan minta maaf pada bibi dan menebus kesalahanku."Setelah itu Vior langsung berlari menuju kamar Liane.Sambil berjalan, Vior banyak merenung. Terutama adalah tentang Syena yang sudah membohonginya, lalu tentang Reina.Reina sudah membantunya menyembunyikan masalah ini dan tidak memberi tahu keluarga besar.Padahal kalau Vior yang di posisi Reina, pasti Vior akan mempermalukan Reina.Vior menyeka air matanya, lalu mengetuk pintu kamar Liane.Entah setelah berapa lama, pintu kamar Liane terbuka, Liane dan Reina keluar bersama dari dalam kamar."Bibi, ayo kita ke rumah sakit," ucap Vior.Liane menggeleng, "Nggak apa-apa. Aku nggak terlalu suka sama makanan yang kamu bawa, jadi makan nggak banyak, pasti nggak ngefek kok."Tidak suka makanan yang dia bawa ....Vior makin merasa bersalah dan baru sad
Vior bersujud pada Reina."Aku sangat bodoh. Kakakku itu 'kan kamu, tapi aku malah percaya sama seorang pembohong."Vior tercekat."Kalau bukan karena ketahuan sama kamu, aku malah akan jadi kaki tangan pembunuh. Aku nggak akan tenang seumur hidup. Jadi, terima kasih banyak, Kak Nana."Vior sudah membuang sikap angkuhnya saat pertama kali bertemu Reina dan bahkan sekarang dengan tulus menganggap Reina kakaknya.Vior mendengus, "Kak Nana, nanti setelah aku lulus, aku kerja sama Kak Nana ya? Aku bakal lakuin semua yang kamu suruh. Pokoknya, sekarang kamu itu bosku."Reina bisa mendengar ucapan Vior yang tulus.Reina pun membantu Vior berdiri."Sudah nggak usah sujud lagi."Vior terhuyung dan menatap Reina dengan sepasang mata memohon, "Kak Nana boleh maafin aku nggak?"Namun Vior tiba-tiba sadar dirinya sudah salah bicara, karena ucapannya barusan terkesan mengancam."Ah maaf aku salah ngomong, Kak Reina nggak usah maafin aku. Mulai sekarang, aku utang semuanya sama Kak Reina."Reina mer
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim