Reina akhirnya memahami niat baik kakeknya.Dia menjawab dengan serius, "Kakek jangan khawatir, aku pasti akan jaga diri baik-baik. Aku nggak akan tertipu, aku janji nggak gampang bergantung sama orang lain."Kakek mengangguk setelah mendengar jawaban Reina yang begitu yakin."Ya, bagus." Dia menepuk bahu Reina, "Kami percaya kamu bisa. Kalau terjadi sesuatu, kamu harus kasih tahu aku dan nenekmu. Meski kami sudah tua, kami ini tahan banting.""Oke." Reina tersenyum penuh arti.Setelah itu kakek meminta Reina memanggil Maxime.Maxime sedang makan, tapi dia buru-buru ke ruang kerja saat dipanggil.Awalnya Reina mau menemani Maxime, tapi kakek memintanya untuk keluar.Reina tidak punya pilihan selain keluar dan menunggu.Setelah menunggu cukup lama, Maxime akhirnya keluar dari ruang kerja kakeknya. Reina dan Maxime kembali ke kamar dan Reina pun bertanya padanya, "Kakek bilang apa?""Nggak ada apa-apa, cuma minta aku menjagamu dengan baik." Maxime menjawab.Sebenarnya tadi kakek Reina me
Entah benar-benar tidak tahu atau hanya pura-pura, yang jelas Vior tetap mendukung Syena walaupun Syena sudah banyak berbuat kesalahan."Ibu tahu?" tanya Maxime.Maxime menduga Vior pasti akan mengatakan atau melakukan sesuatu kepada Reina.Reina menggeleng, "Aku nggak bilang. Aku nggak mau membuatnya khawatir karena masalah sepele kayak gini."Selain itu, Reina juga merasa cukup kesulitan untuk memberi tahu Liane. Bagaimanapun juga, Vior merupakan kerabatnya dan apa yang dia lakukan juga tidak kelewat batas."Oke. Pokoknya, kasih tahu aku saja kalau dia sampai berani mempersulitmu," kata Maxime dengan serius.Reina refleks tertawa, "Tenang saja, aku 'kan bukan anak kecil lagi. Ini masalah antara wanita, biar aku sendiri yang selesaikan."Karena sedang berjalan di depan, Vior jadi tidak bisa mendengar percakapan antara Maxime dan Reina.Namun, Reina yang terus berbisik-bisik membuatnya merasa kesal. Vior pun berhenti berjalan."Kak Reina bisa jalan lebih cepat nggak? Kakek, nenek dan s
Reina menyadari ada yang aneh dengan sikap Sisil, jadi dia menarik Sisil menyingkir sedikit, lalu bertanya, "Kenapa?"Sisil menghela napas, "Bos, ada orang lain yang datang hari ini."Orang lain?Reina spontan bertanya dengan bingung, "Siapa?""Mereka bilang mereka adalah kerabatmu," jawab Sisil dengan sama bingungnya.Reina tidak punya kerabat apa-apa di Kota Simaliki."Kerabat apa?""Katanya ... nenekmu." Sisil mengucapkan kata terakhir dengan nada yang terdengar agak bingung.Karena dia tahu Reina akan kembali bersama kakek dan neneknya hari ini.Tapi, sekarang malah mendadak ada seorang wanita tua dari kediaman utama Keluarga Andara yang mengaku sebagai neneknya Reina.Reina tertegun sejenak, lalu buru-buru teringat.Nenek ini tak lain adalah ibu dari mantan ibu angkatnya, Treya.Dari dulu, orang ini seperti Treya yang tidak mau melihat Reina sama sekali. Bahkan setelah Treya meninggal, dia tidak banyak muncul.Kenapa tiba-tiba muncul sekarang?Reina mengepalkan tangannya, dia tida
Ibu Treya langsung menegur Reina, "Kamu ini nggak punya hati ya. Kalau bukan karena putriku, kamu akan mati kedinginan dan kelaparan tahu. Putriku sudah membesarkanmu, tapi kamu malah nggak mengakuinya."Reina tidak merasa bersalah, "Orang yang membesarkanku itu ayahku dan ibu Lyann. Treya bahkan nggak pernah beliin aku baju atau masak buat, aku nggak utang apa pun sama Treya."Reina menyahut dengan tegas."Mau apa Anda ke sini?"Reina tidak percaya ibu Treya datang ke sini hanya untuk menengok orang cacat seperti dirinya.Ibu Treya terdiam oleh kata-kata Reina.Dia melamun cukup lama dan akhirnya langsung bicara ke pokok permasalahan."Aku datang buat ambil balik aset putriku.""Aset putrimu? Aset apa?" Reina hampir mendecih saat mendengar ucapan ini.Setelah Anthony meninggal, semua aset Keluarga Andara menjadi milik Diego dan Treya. Treya 'kan sudah kehilangan semua asetnya, apalagi yang tersisa?Ibu Treya menunjuk ke kediaman utama Keluarga Andara."Rumah ini. Rumah ini milik putri
Ibu Treya tidak bisa berkutik.Kakek dan nenek Reina sudah terbiasa menghadapi orang tua yang tidak tahu malu seperti ini.Nenek mencibir, lalu berkata pada Reina, "Nana, sudah tinggalin aja dia sendiri. Kalau dia mau cari onar, biarin aja. Yuk kita masuk dan istirahat."Reina mengangguk berulang kali."Oke."Mereka mengabaikan Ibu Treya dan masuk kembali ke rumah.Ibu Treya tertegun sejenak, dia berdiri diam di depan pintu.Sisil langsung menutup pintu dan berkata dengan serius, "Nyonya, sebaiknya tahu diri dan pulang. Jaga dirimu baik-baik."Wajah ibu Treya langsung suram dan dia berteriak di luar vila."Ya ampuuuun, dasar keluarga bajingan! Masa dia merebut harta warisan putriku terus ngusir aku yang setua ini. Kalian nggak akan mati tenang!"Ibu Treya mengumpat.Namun kediaman utama Keluarga Andara juga sangat besar. Reina yang ada di dalam hanya samar-sama mendengar suara tanpa benar-benar mendengar perkataan wanita itu.Di dalam ruang tamu.Reina terlihat sangat bersalah."Bu, Ka
Liane menggeleng, "Nggak, aku harus pulang.""Dokter, tolong beri obat pereda nyeri. Malam aku benar-benar nggak bisa tidur, badanku sakit sekali," lanjutnya."Terlalu banyak konsumsi obat pereda nyeri nggak baik untuk kesehatan Anda, tubuh Anda juga lama-lama bisa kebal dan nggak membantu kondisi Anda sama sekali," jawab dokter.Liane tidak terlalu peduli. Dia tersenyum pahit, "Nggak masalah, pokoknya asal aku bisa tinggal di rumah. Meski dirawat di rumah sakit, paling juga cuma memperpanjang nyawa beberapa bulan. Mendingan aku tinggal di rumah."Dokter sudah terbiasa menemui pasien seperti Liane, dia pun meresepkan obat untuknya."Tinggal dulu di rumah sakit selama dua hari, setelah itu Anda boleh pulang."Dua hari ....Liane berpikir sejenak dan mengangguk, "Oke."Dia masih bisa menyembunyikan dari Nana dan orang tuanya lebih lama lagi....Siang harinya, Vior pergi sendiri dengan alasan mau menemui temannya.Reina samar-samar merasakan sesuatu dan meminta seseorang untuk mengawasin
Saat Vior, seorang gadis polos berinisiatif bertanya, Syena pun tidak sungkan lagi, "Sekarang ibuku sudah benar-benar percaya sama Reina. Aku pasti bakal tetap masuk penjara. Cuma ... aku agak nggak rela ninggalin putriku yang sakit parah sendirian.""Ini ...." Vior menunduk, "Gimana kalau gini, aku saja yang merawat dia. Anggap aja dia jadi anak angkatku.""Ini bukan masalah ada yang merawatnya atau nggak. Dokter sudah bilang umur anak itu nggak panjang, makanya aku mau menghabiskan waktu lebih banyak sama dia," ucap Syena dengan derai air mata.Vior jadi makin iba. Dia merasa Reina begitu kejam, bisa-bisanya memisahkan Syena dengan putrinya.Vior mengepalkan tinjunya dan berkata, "Kalau gitu gini aja. Aku bakal memohon sama bibi, terus kita cari tim pengacara supaya kamu bisa bebas, jadi kamu bisa nemenin putrimu."Tentu saja Syena tidak puas dengan penawaran ini."Sudahlah Vior, lupakan saja. Kayaknya sih ibu nggak akan setuju.""Bibi itu memang kelihatan galak, tapi hatinya lembut
"Maksudmu semua makanan ini Vior bawa tiap kali dia mengunjungi Syena?" Reina terkejut.Sisil mengangguk berulang kali, "Ya."Entah mengapa, suatu firasat buruk merayapi hati Reina."Coba kamu cari cara buat kirim makanan yang Vior bawa itu buat dites di rumah sakit.""Oke."Sisil juga menyadari keseriusan dalam masalah ini.Malam itu.Vior membawakan semangkuk bubur hari ini, "Bibi, ini ayo coba. Aku masak sendiri lho, bukannya dulu Bibi pernah bilang mau makan bubur ya?"Liane tersenyum, "Vior, belakangan ini kamu perhatian banget. Terima kasih ya.""Nggak usah sungkan Bi, aku cuma mau Bibi bahagia tiap hari." Vior berjongkok di depan Liane dan menyerahkan semangkuk bubur itu pada Liane, "Ayo Bi, aku suapin."Begitu Reina melihat momen ini, Reina langsung pura-pura tidak lihat jalan dan menabrak Vior."Prang!"Mangkuk itu jatuh ke lantai dan pecah, buburnya juga tumpah berantakan."Maaf Vior, barusan aku agak pusing jadi nggak sengaja nabrak." Reina langsung minta maaf.Vior tampak s
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba