Saat ini di sisi Reina. Saat dia bangun, sekitarnya terlihat gelap. Dia hanya bisa samar-samar mendengar seseorang mengobrol."Ini 'kan hidup mati seseorang, masa cuma dibayar beberapa miliar? Nggak cukup lah.""10 miliar?"Terdengar suara pria yang familiar bagi Reina."Salah kali, maksudnya 1,5 triliun?" ucap salah seorang penculik yang sedang tawar-menawar dengan pria paruh baya itu.1,5 triliun?Tanu membelalak tidak percaya, "Kok mahal banget?"Dia mana mungkin punya uang sebanyak itu sekarang?"Lupakan saja, kalau nggak mau bayar, kamu lakukan sendiri saja." Penculik itu berkata, "Kita semua ngambil resiko yang besar. Setelah ini, kita nggak bisa tinggal di sini lagi, nggak tahu harus ke mana. Jangan pikir kami nggak tahu ya siapa dia, dia itu 'kan bos Grup Yinandar? Coba, kalau aku minta uang tebusan 1,5 triliun sama mereka, memang mereka bakal keberatan?""Jangankan 1.5 triliun, 15 triliun pun mereka pasti mau bayar," ucap si penculik.Tanu menyesal, kenapa dia mencari orang-or
"Terus gimana dong? Kita sudah terlanjur menculik dia, masa kita lepas gitu saja?" Salah satu penculik tidak rela melepaskan Reina yang bernilai 1,5 triliun.Ketua penculik menyalakan sebatang rokok, "Ya nggak, tapi kita nggak boleh sentuh dia. Kita langsung lepas setelah kita dapat uangnya.""Hah?" Bawahan penculik tidak menyangka bosnya akan berpikir seperti itu.Reina yang bisa mendengar jelas percakapan penculik pun merasa tenang.Untung para penculik ini takut pada Maxime, kalau tidak, nyawa Reina pasti melayang.Tapi, siapa orang yang mau mencelakainya?Sekarang Reina masih merasa pusing.Dia berbaring di lantai yang dingin, mendengarkan setiap gerakan di luar.Setelah sekian lama, terdengar suara mobil mendekat.Beberapa orang turun dari mobil.Tanu bergegas, "Uangnya sudah siap, cepat bunuh dia."Tanu barusan menghubungi Syena.Syena menggertakkan gigi dan meminta para penculik bertindak.Asal Reina mati, Syena tidak keberatan membayar harga semahal apa pun.Penculik itu tersen
Reina berbalik dan menatapnya dengan bingung, "Ada apa lagi?""Aku hampir lupa, kita bikin video pembunuhanmu dulu."Reina tidak ragu, dia bekerja sama dengan para penculik untuk membuat video pembunuhannya sendiri.Setelah selesai, penculik pun berkata, "Oke beres, pergilah."Reina hendak pergi, tapi dia teringat sesuatu dan bertanya, "Mana sekretaris dan pengawalku?""Oh, mereka cuma kami tawan sebentar. Tenang saja, mereka nggak akan diapa-apain," jawab penculik.Setelah benar-benar lega, Reina langsung pergi tanpa menoleh.Begitu keluar rumah, Reina melihat dirinya berada di gunung tidak berpenghuni.Reina menuruti ucapan penculik. dia menemukan jalan setapak di sebelah kanan dan berjalan dengan cepat menyusuri jalan itu.Reina takut penculik akan berubah pikiran.Hari sudah agak gelap dan jalanan penuh tanaman berduri. Meski lengan dan kaki Reina tergores, dia menahan rasa sakit dan terus melangkah.Sebenarnya Reina bisa berjalan di jalan besar, tapi kata penculik ada orang lain y
Rizki langsung memapah Liane dan membawanya keluar.Ketika mereka keluar, Syena sedang berdiri di depan mobil, menatap Liane sambil menangis."Ibu ... Ah, maksudku Bu Liane, aku dikirim sebuah video."Liane menatap Syena dengan cemas, "Video apa? Kamu tahu Nana di mana?"Syena mengangguk pelan, lalu berkata."Bu Liane harus tabah ya setelah lihat video ini."Hati Liane terasa dingin saat mendengar ucapan Syena. Dia memaksakan dirinya untuk bertahan, "Sini kasih aku!"Syena mengeluarkan ponselnya dan memainkan video itu untuk Liane.Liane hampir pingsan.Syena menghiburnya, "Kayaknya ini ulah musuhmu atau musuh Reina, mungkin karena Bu Liane bilang akan mewariskan Grup Yinandar ke Reina, jadi mereka mulai bertindak."Ucapan Syena benar-benar masuk akal.Namun Liane benar-benar tidak bisa berpikir.Sebaliknya, Rizki malah relatif tenang."Nona Syena, kenapa orang itu mengirimkan video ke kamu?"Syena ragu sesaat sebelum menjawab, "Aku juga nggak tahu."Rizki tidak bertanya lagi, tetapi m
Jarak mereka terlalu jauh sehingga Reina tidak tahu dari mana mobil-mobil ini berasal.Dia tidak berani lengah dan menunggu sampai mobil-mobil itu pergi sebelum dia berjalan lagi.Dia akan melakukan segalanya untuk bertahan hidup.Untung saja Reina tidak menyerah dan minta bantuan, karena yang barusan lewat adalah mobil bawahan Tanu.Tiba-tiba Tanu meminta sopir melipir karena dia ingin buang air kecil.Tanu turun dari mobil.Dengan pencahayaan dari lampu mobil, Reina sekilas bisa langsung mengenalinya.Tanu bahkan berani bicara dengan lantang, "Aduh bau banget tempat ini! Sialan!"Suara inilah yang mau mencelakai Reina.Kepala Reina terasa pusing dan nyeri."Ternyata Syena yang mau membunuhku!" Reina mengepalkan kedua tinjunya.Entah mengapa, momen ini terasa begitu familiar.Reina samar-samar mengingat sesuatu, sepertinya sekitar setahun lalu dia juga diculik.Reina mencoba untuk mengingat, tapi kepalanya terasa makin sakit.Reina berhenti mengkhawatirkan hal ini dan menunggu mobil T
Liane mencengkeram ponselnya erat-erat dan hampir menangis, "Na, Nana sudah ketemu."Syena juga tidak tidur sepanjang malam. Ketika dia mendengar kabar ini, tiba-tiba menjadi bersemangat."Di mana?""Dia sudah dibawa ke rumah sakit. Sepertinya nggak ada yang serius." Liane berkata sambil tersenyum, lalu memanggil Rizki, "Ayo cepat kita balik ke rumah sakit, anak itu pasti ketakutan.""Oke." Beban di benak Rizki akhirnya terangkat.Mereka sangat bahagia sampai tidak ada yang sadar wajah Syena yang pucat pasi.Mana mungkin?Kenapa dia bisa ditemukan?Tubuh Syena gemetar dan kakinya terasa tidak ada tenaga.Liane dan rombongannya pun berangkat.Asisten Syena bertanya, "Nona Syena, kita ikuti mereka lagi?"Syena mengangguk dengan kaku, "Ya iyalah!"Dia mau melihat apa Reina benar-benar hidup atau kabar tadi hanya kabar palsu.Syena masuk ke mobilnya sendiri, tangan yang memegang telepon masih gemetar.Di dalam rumah sakit.Reina melakukan pemeriksaan keseluruhan dan tidak ada luka serius.
"Apa? Mana mungkin?" Tanu membelalak tidak percaya."Apanya yang nggak mungkin? Penculik itu nggak bisa diandalkan deh, masa mereka benar-benar melepaskan Reina!" Syena menghentakkan kakinya dengan cemas. "Untung saja kita nggak ketahuan, kalau nggak kita semua bisa dipenjara."Syena tidak bisa bicara banyak dengan Tanu, dia langsung menutup telepon.Di saat bersamaan, masuklah panggilan telepon lain. Marshanda meneleponnya.Syena menjawab telepon, "Ada apa?""Nona Syena, kudengar semalam terjadi sesuatu di Kota Simaliki." Marshanda berkata ragu-ragu, "Apa Reina baik-baik saja?"Syena tertegun sesaat, lalu berpura-pura baru tahu kejadian ini, "Semalam Reina diculik, tapi sekarang sudah nggak apa-apa.""Hah?" Marshanda berpura-pura terkejut. Dia tahu penculikan Reina berhubungan erat dengan Syena. "Apa yang terjadi? Kok Reina bisa diculik? Siapa pelakunya?"Syena mengernyit mendengar serangkaian pertanyaan Marshanda dan menjawab dengan tidak sabar, "Mana aku tahu? Kamu penasaran? Tanya
Setelah Liane tidur lelap, Reina perlahan menarik tangannya.Dia bangun dari kasur dan berjalan keluar.Maxime masih menunggu di luar.Reina terkejut, "Kamu nggak ngantor?"Reina pikir Maxime sudah pergi karena Maxime tidak masuk ke kamarnya lagi."Kamu lagi dirawat di rumah sakit, masa aku ngantor?" Setelah Maxime selesai bicara, dia menambahkan, "Lagian semua karyawan punya tugas masing-masing, nggak ada aku, nggak mungkin bangkrut."Reina mengangguk , lalu merendahkan suaranya, "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."Maxime menyadari ada sesuatu. "Oke, kita bicara di luar."Setelah mereka hanya berduaan, Reina pun bicara."Aku tahu siapa yang mau membunuhku."Maxime menjadi serius dan berkata, "Siapa?""Syena dan ayahnya." Reina menceritakan semua yang dia lihat semalam.Maxime mengepalkan tinjunya erat-erat, "Serahkan masalah ini padaku, kamu istirahat aja."Reina menghela napas dalam-dalam, "Aku belum tahu apa harus memberi tahu Liane tentang hal ini atau nggak? Menurutmu dia bakal b
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu