Reina berbalik dan menatapnya dengan bingung, "Ada apa lagi?""Aku hampir lupa, kita bikin video pembunuhanmu dulu."Reina tidak ragu, dia bekerja sama dengan para penculik untuk membuat video pembunuhannya sendiri.Setelah selesai, penculik pun berkata, "Oke beres, pergilah."Reina hendak pergi, tapi dia teringat sesuatu dan bertanya, "Mana sekretaris dan pengawalku?""Oh, mereka cuma kami tawan sebentar. Tenang saja, mereka nggak akan diapa-apain," jawab penculik.Setelah benar-benar lega, Reina langsung pergi tanpa menoleh.Begitu keluar rumah, Reina melihat dirinya berada di gunung tidak berpenghuni.Reina menuruti ucapan penculik. dia menemukan jalan setapak di sebelah kanan dan berjalan dengan cepat menyusuri jalan itu.Reina takut penculik akan berubah pikiran.Hari sudah agak gelap dan jalanan penuh tanaman berduri. Meski lengan dan kaki Reina tergores, dia menahan rasa sakit dan terus melangkah.Sebenarnya Reina bisa berjalan di jalan besar, tapi kata penculik ada orang lain y
Rizki langsung memapah Liane dan membawanya keluar.Ketika mereka keluar, Syena sedang berdiri di depan mobil, menatap Liane sambil menangis."Ibu ... Ah, maksudku Bu Liane, aku dikirim sebuah video."Liane menatap Syena dengan cemas, "Video apa? Kamu tahu Nana di mana?"Syena mengangguk pelan, lalu berkata."Bu Liane harus tabah ya setelah lihat video ini."Hati Liane terasa dingin saat mendengar ucapan Syena. Dia memaksakan dirinya untuk bertahan, "Sini kasih aku!"Syena mengeluarkan ponselnya dan memainkan video itu untuk Liane.Liane hampir pingsan.Syena menghiburnya, "Kayaknya ini ulah musuhmu atau musuh Reina, mungkin karena Bu Liane bilang akan mewariskan Grup Yinandar ke Reina, jadi mereka mulai bertindak."Ucapan Syena benar-benar masuk akal.Namun Liane benar-benar tidak bisa berpikir.Sebaliknya, Rizki malah relatif tenang."Nona Syena, kenapa orang itu mengirimkan video ke kamu?"Syena ragu sesaat sebelum menjawab, "Aku juga nggak tahu."Rizki tidak bertanya lagi, tetapi m
Jarak mereka terlalu jauh sehingga Reina tidak tahu dari mana mobil-mobil ini berasal.Dia tidak berani lengah dan menunggu sampai mobil-mobil itu pergi sebelum dia berjalan lagi.Dia akan melakukan segalanya untuk bertahan hidup.Untung saja Reina tidak menyerah dan minta bantuan, karena yang barusan lewat adalah mobil bawahan Tanu.Tiba-tiba Tanu meminta sopir melipir karena dia ingin buang air kecil.Tanu turun dari mobil.Dengan pencahayaan dari lampu mobil, Reina sekilas bisa langsung mengenalinya.Tanu bahkan berani bicara dengan lantang, "Aduh bau banget tempat ini! Sialan!"Suara inilah yang mau mencelakai Reina.Kepala Reina terasa pusing dan nyeri."Ternyata Syena yang mau membunuhku!" Reina mengepalkan kedua tinjunya.Entah mengapa, momen ini terasa begitu familiar.Reina samar-samar mengingat sesuatu, sepertinya sekitar setahun lalu dia juga diculik.Reina mencoba untuk mengingat, tapi kepalanya terasa makin sakit.Reina berhenti mengkhawatirkan hal ini dan menunggu mobil T
Liane mencengkeram ponselnya erat-erat dan hampir menangis, "Na, Nana sudah ketemu."Syena juga tidak tidur sepanjang malam. Ketika dia mendengar kabar ini, tiba-tiba menjadi bersemangat."Di mana?""Dia sudah dibawa ke rumah sakit. Sepertinya nggak ada yang serius." Liane berkata sambil tersenyum, lalu memanggil Rizki, "Ayo cepat kita balik ke rumah sakit, anak itu pasti ketakutan.""Oke." Beban di benak Rizki akhirnya terangkat.Mereka sangat bahagia sampai tidak ada yang sadar wajah Syena yang pucat pasi.Mana mungkin?Kenapa dia bisa ditemukan?Tubuh Syena gemetar dan kakinya terasa tidak ada tenaga.Liane dan rombongannya pun berangkat.Asisten Syena bertanya, "Nona Syena, kita ikuti mereka lagi?"Syena mengangguk dengan kaku, "Ya iyalah!"Dia mau melihat apa Reina benar-benar hidup atau kabar tadi hanya kabar palsu.Syena masuk ke mobilnya sendiri, tangan yang memegang telepon masih gemetar.Di dalam rumah sakit.Reina melakukan pemeriksaan keseluruhan dan tidak ada luka serius.
"Apa? Mana mungkin?" Tanu membelalak tidak percaya."Apanya yang nggak mungkin? Penculik itu nggak bisa diandalkan deh, masa mereka benar-benar melepaskan Reina!" Syena menghentakkan kakinya dengan cemas. "Untung saja kita nggak ketahuan, kalau nggak kita semua bisa dipenjara."Syena tidak bisa bicara banyak dengan Tanu, dia langsung menutup telepon.Di saat bersamaan, masuklah panggilan telepon lain. Marshanda meneleponnya.Syena menjawab telepon, "Ada apa?""Nona Syena, kudengar semalam terjadi sesuatu di Kota Simaliki." Marshanda berkata ragu-ragu, "Apa Reina baik-baik saja?"Syena tertegun sesaat, lalu berpura-pura baru tahu kejadian ini, "Semalam Reina diculik, tapi sekarang sudah nggak apa-apa.""Hah?" Marshanda berpura-pura terkejut. Dia tahu penculikan Reina berhubungan erat dengan Syena. "Apa yang terjadi? Kok Reina bisa diculik? Siapa pelakunya?"Syena mengernyit mendengar serangkaian pertanyaan Marshanda dan menjawab dengan tidak sabar, "Mana aku tahu? Kamu penasaran? Tanya
Setelah Liane tidur lelap, Reina perlahan menarik tangannya.Dia bangun dari kasur dan berjalan keluar.Maxime masih menunggu di luar.Reina terkejut, "Kamu nggak ngantor?"Reina pikir Maxime sudah pergi karena Maxime tidak masuk ke kamarnya lagi."Kamu lagi dirawat di rumah sakit, masa aku ngantor?" Setelah Maxime selesai bicara, dia menambahkan, "Lagian semua karyawan punya tugas masing-masing, nggak ada aku, nggak mungkin bangkrut."Reina mengangguk , lalu merendahkan suaranya, "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu."Maxime menyadari ada sesuatu. "Oke, kita bicara di luar."Setelah mereka hanya berduaan, Reina pun bicara."Aku tahu siapa yang mau membunuhku."Maxime menjadi serius dan berkata, "Siapa?""Syena dan ayahnya." Reina menceritakan semua yang dia lihat semalam.Maxime mengepalkan tinjunya erat-erat, "Serahkan masalah ini padaku, kamu istirahat aja."Reina menghela napas dalam-dalam, "Aku belum tahu apa harus memberi tahu Liane tentang hal ini atau nggak? Menurutmu dia bakal b
Liane mengangguk tanpa ragu, "Yakin dong, kenapa ragu? Kamu 'kan putri kandungku?"Ucapan ini membuat prasangkanya terhadap Liane menghilang.Reina mengeluarkan ponselnya, membuka beberapa informasi yang dia temukan beberapa hari yang lalu dan menyerahkannya pada Liane."Ini adalah bukti Syena memindahkan aset perusahaan waktu dia menjabat kemarin."Jika bukan karena bantuan Liane yang menempatkan Reina sebagai CEO, Reina mungkin tidak bisa menunjukkan bukti pada Liane secepat ini.Setelah Liane membacanya, hatinya terasa sangat sedih.Ternyata selama ini dia benar-benar memelihara pengkhianat."Aku sangat menyesal! Aku sangat menyesal mengadopsi dia!" Liane mengepalkan tinjunya.Kemudian, dia terbatuk hebat.Ketika Reina melihat Liane terbatuk-batuk begitu hebat, dia hendak memanggil dokter, tapi Liane langsung menghentikannya, "Uhuk! Tung ... Tunggu ...""Ada apa?""Aku minum air saja." Liane memaksakan diri untuk menahan batuknya."Oke."Reina langsung mengambil segelas air hangat d
Rizki berdiri di depan Syena bersama sekelompok orang.Syena gemetar, berpura-pura terkejut, "Paman Rizki, kalian ngapain?"Rizki mendengus sinis, "Harusnya aku yang nanya gitu, sudah semalam ini ngapain kamu keluar dari jendela?"Syena memaksa mengulas sebuah senyum."Aku ..."Syena tidak bisa mencari alasan yang logis.Rizki tidak mau basa basi dan langsung ke pokok persoalan, "Kamu dan ayahmu mau menyakiti bos kami, 'kan? Sekarang ayahmu sudah ditangkap. Kamu akan sukarela ikut kami, atau perlu kami paksa?"Wajah Syena pucat pasi dan hampir terjatuh ke tanah.Dengan mata berkaca-kaca dia berkata, "Paman Rizki 'kan sudah melihatku tumbuh dari kecil. Aku mohon, tolong lepaskan aku kali iniiii aja? Aku nggak mau masuk penjara. Aku benar-benar nggak bermaksud membunuh dia."Membayar pembunuh bayaran membunuh Reina masih dibilang bukan kesengajaan?Rizki benar-benar tidak menyangka gadis kecil yang dilihatnya tumbuh dewasa, punya karakter yang begitu busuk.Lebih baik pelihara anjing dar
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba