Keduanya mengobrol tentang beberapa masalah penting dan saat Deron hendak pulang, Reina yang teringat akan Sisil pun langsung memanggil Deron lagi."Barusan di dapur, kami cuma ngobrol dan bercanda sama Sisil, dia itu cukup pemalu." Reina takut Deron salah paham.Deron mengangguk, "Ya."Melihat Deron yang begitu tenang, Reina pun bertanya, "Deron, aku mau tanya sesuatu boleh? Sebenarnya kamu suka Sisil nggak?"Di mata Reina, Sisil adalah gadis yang sangat sederhana dan baik hati, jadi dia tidak mau hati Sisil terluka.Deron adalah sosok yang serius dan dingin, jadi entah apa dia benar-benar menyukai Sisil atau tidak.Setelah hening lama, Deron akhirnya menjawab."Aku menganggap Sisil sebagai teman."Teman?Reina menggigit bibirnya, "Maksudmu, kamu nggak suka Sisil? Nggak ada ketertarikan antar pria dan wanita gitu?"Kalau memang begitu, Reina merasa Deron harus memberi tahu Sisil supaya gadis itu tidak berharap.Deron tiba-tiba menunduk, "Dia bukan teman biasa.""..."Reina benar-benar
"Kenapa ngomong gitu? Kamu belum jadi nenek-nenek, cuma lebih tua setahun dari Sisil ini," kata Reina sambil tersenyum.Brigitta menepuk bahu Reina, "Kita sudah jadi ibu."Tiba-tiba, ponsel Brigitta berdering.Dia langsung berjalan mendekat, mengangkat ponselnya dan mengernyit.Brigitta menjawab telepon dengan tidak sabar, "Ngapain kamu telepon aku? Bukannya sudah kubilang nggak usah telepon video?"Yang menelepon sudah pasti Ethan.Ethan merasa sangat tidak berdaya saat mendengar Brigitta yang marah-marah."Gimana aku bisa lihat Erina kalau nggak dengan telepon video?"Begitu mengungkit tentang Erina, Brigitta jadi sedikit lebih lembut."Kemarin 'kan sudah lihat.""Kemarin sudah, hari ini 'kan belum?" Ethan bertanya.Brigitta tersedak. Karena sadar salah, dia tidak mengatakan apa-apa lagi dan langsung ke kamar sambil membawa ponselnya.Erina sedang bermain dengan pengasuhnya. Ketika melihat wajah Ethan di ponsel Brigitta, dia langsung tersenyum bahagia dan memanggilnya, "Papa ....""H
Reina bisa memahami Brigitta."Setiap hari Ethan 'kan datang ke sini, pasti Erina punya kedekatan emosional, jadi wajar kalau dia mau ditemani papanya.""Iya aku paham, tapi aku nggak tahu sekarang harus bagaimana. Nggak mungkin 'kan selamanya terus begini?" Brigitta menghela napas."Semua akan membaik kalau Erina sudah besar."Reina masih tidak mengerti kenapa Brigitta bersikeras menceraikan Ethan."Oke, aku mandi dulu."Brigitta tahu kondisi kesehatan Reina tidak terlalu baik, jadi dia tidak mau lama-lama mengganggu Reina.Brigitta mandi dan kembali ke kamar.Di kasur kamarnya, Ethan dan Erina sama-sama sudah tertidur.Dia berjalan mendekat dan menyentuh Ethan dengan lembut.Pria itu perlahan membuka matanya, "Ada apa?""Erina sudah tidur, kamu bisa pulang sekarang," kata Brigitta tanpa ampun.Ethan cemberut, "Brigitta, kamu tega banget sih."Brigitta tidak mau kalah, "Kita sudah pisah rumah, aku nggak punya alasan membiarkanmu di sini."Ethan terdiam beberapa saat."Oke, bagus sekal
Kalimat ini membuat Reina terkesiap.Dia menunduk, wajahnya terasa panas seperti baru disiram air mendidih."Tapi 'kan Brigitta sudah lama pisah rumah sama dia, kayaknya nggak mungkin 'itu' deh.""Mereka pernah menjalani kehidupan suami-istri, jangan pikir nggak mungkin." Maxime mulai menanggalkan bajunya.Reina bergidik ketakutan. Bukannya Maxime baru bilang pasangan yang sudah pernah jadi suami-istri bisa ... "Ngapain kamu buka baju?"Maxime meletakkan jaketnya. Karena melihat sepertinya Reina sudah salah paham, dia malah menggodanya lagi."Aku mau mandi, kamu mau ikut?""Nggak, aku sudah mandi." Reina malu setengah mati begitu teringat perkataan Maxime tadi.Setelah Maxime benar-benar pergi mandi, Reina kembali ke kamarnya.Sekarang, Maxime mandi air dingin setiap hari.Setiap hari yang bisa Maxime lakukan hanya sebatas menggoda Reina. Dia harus menahan nafsu dan gairahnya mati-matian, meski begitu dia merasa sangat senang.Di sisi lain.Dalam pertarungan antara Brigitta dan Ethan,
Jovan mengintip ke luar dan detik berikutnya dia mendengar lelaki tua itu mengetuk pintu, "Ayo tidur, ngapain ngintip ke luar?""Kakek nggak tidur?""Orang tua seumurku cuma butuh enam jam aja buat tidur. Mau tidur pas malam kek atau siang kek, tinggal pilih aja." Nah lihat, sakit apanya kalau begini? Sudah pasti pria ini sehat walafiat!Jovan menghela napas.Tuan Besar Jacob melanjutkan, "Sudah nggak usah menghela napas. Sana tidur sama Alana, kalau tidur di lantai, kamu bisa masuk angin lho."Sekarang baik Alana maupun Jovan pun gelisah.Alana angkat bicara, "Kakek! Kalau Kakek terus begini, aku nggak mau ngomong sama Kakek lagi!"Jovan juga berkata, "Ya, mulai sekarang kami nggak mau ngomong sama kamu lagi!"Tuan Besar Jacob benar-benar berani, sudah setua ini saja masih menyiksa pasangan muda.Ketika Tuan Besar Jacob mendengar ini, dia hanya bisa menghela napas dengan sedih."Hahhh, sudah tua begini saja masih dibenci cucuku. Hahhh ..."Dia berjalan pergi perlahan, suaranya semakin
Alana melangkah mundur, "Sudah sudah, lupakan. Ayo bangun."Alana tahu, tidak ada yang bisa mengontrol situasi saat tidur.Jovan mengambil selimut dan menutupi dirinya.Alana mengernyit bingung, "Ngapain kamu bawa-bawa selimut?"Tentu saja, Jovan tidak bisa mengaku kalau sebenarnya dia sudah agak tertarik pada Alana.Jovan langsung kabur, Alana pun tidak jadi bertanya.Alana bangun dari kasur, cuci muka dan gosok gigi.Tuan Besar Jacob dan Riko yang sudah bangun dari tadi, saat ini ada di ruang tamu di lantai bawah.Riko sedang mengobrol santai sambil bermain catur dengan Tuan Besar Jacob. Begitu mendengar gerakan di lantai atas, Tuan Besar Jacob tersenyum gembira."Kayaknya kali ini berhasil!" Tuan Besar Jacob terlihat anak kecil yang senang mendapatkan apa yang dia mau.Riko menghela napas, "Kakek buyut curang lagi. Tadi 'kan posisi bidak itu ada di sini."Tuan Besar Jacob menggaruk kepalanya, "Aduh Riko, kamu ini jeli sekali sih?""Nantinya Alana harus punya cicit sebaik kamu."Riko
Kalau tidak segera memutuskan hubungan, semua bisa kacau balau.Setelah kejadian kemarin, Brigitta bertekad memutuskan hubungan dengan Ethan dan bercerai secepatnya.Reina terkejut, "Dulu aku pernah mengajukan gugatan cerai?"Brigitta baru ingat, Reina yang sekarang lupa banyak hal.Brigitta menghela napas dan saat dia hendak menceritakan apa yang terjadi saat itu, dia merasakan hawa dingin di punggungnya.Brigitta menoleh ke belakang dan melihat Maxime yang datang entah sejak kapan dan menatapnya dengan dingin."Brigitta, sudah jam 8 lewat nih. Kamu masih nggak sarapan?" desak Maxime.Brigitta pun mengurungkan niatnya bercerita pada Reina."Oh, aku pergi sekarang."Brigitta langsung pergi.Reina masih memikirkan ucapan Brigitta.Ketika Maxime mendatanginya, dia langsung bertanya, "Apa dulu aku pernah mengajukan gugatan cerai ke kamu?"Maxime terdiam beberapa saat dan menjawab jujur."Ya, dulu kita ada salah paham," jawab Maxime."Terus kenapa kamu nggak kasih tahu aku?" Reina terlihat
Hanya dengan menjadikan diri sendiri lebih kuat, baru dapat melindungi orang-orang terkasih.Maxime sangat memahami logika ini. Setelah mengantar Reina ke kantor, dia pun pergi ke Grup IM.Sebelumnya, bawahan Maxime menyelidiki bahwa Aarav berniat mulai menyerangnya dan hal ini membuat Maxime khawatir.Sekarang, Aarav dan gerombolannya mati-matian menekan perusahaan Maxime.Entah apa yang ada di pikiran Aarav, dia tidak terlihat melakukan apa-apa.Namun ketika Maxime sampai di perusahaan hari ini, dia melihat Tuan Besar Latief berdiri di ruang kantornya.Begitu mendengar suara langkah kaki Maxime, pria tua itu menatapnya dengan tajam, "Max, kamu sudah datang?"Maxime langsung masuk ke ruangannya, "Kakek."Tuan Besar Latief mengangguk, lalu berjalan mendekat dan duduk.Dia menatap cucunya dengan wajah tegas, tidak ada tanda-tanda kebaikan."Max, perusahaanmu benar-benar lebih mengesankan daripada Grup Rajawali.""Terima kasih buat pujiannya Kek." Setelah Maxime menjawab, dia langsung be
Gaby tidak menyadari bahwa dia yang memberikan pekerjaannya kepada Maxime, tetapi suaminya yang menerima akibatnya."Gaby, maaf, hari ini aku harus lembut, jadi nggak bisa jemput kamu. Kamu pulang sendiri dan tunggu aku di rumah ya?"Ekki berkata dengan rendah hati di dalam telepon.Gaby mengerutkan kening. "Kenapa kamu lembur lagi? Akhir-akhir ini kamu lembur setiap hari, apa perusahaan sesibuk itu?""Ya, perusahaan memang lagi sibuk sekarang. Bos ke perusahaanmu setiap hari, jangan banyak yang harus aku kerjakan."Ekki juga tidak berdaya.Hati Gaby langsung terasa dingin."Bagaimana lagi, mereka ingin menghabiskan waktu berdua terus.""Bersabarlah, semua ini akan segera berlalu."Gaby menutup telepon dengan berat hati.Reina menatapnya. "Ada apa, Ekki nggak bisa jemput lagi?"Gaby menganggukkan kepalanya. "Aku nggak tahu apa yang terjadi dengannya akhir-akhir ini. Dia selalu lembur setiap hari dan pulang pun selalu terlambat.""Baiklah." Reina bertanya padanya, "Kenapa nggak balik ba
"Aku bukan anak kecil lagi, jangan memperlakukanku seperti anak kecil dan menyentuh kepalaku." Reina agak marah.Maxime tidak menganggap serius perkataannya. Dia mengangkat tangannya lagi, mengusap pipinya."Ya, aku mengerti, jangan marah."Reina menatap wajah tampannya. Seketika, dia tidak bisa marah lagi.Tiba di Grup Yinandar.Reina melangkah keluar dari mobil.Maxime juga mengikutinya seperti biasa.Reina tidak merasa aneh. "Hari ini kamu juga mau ikut aku kerja di Grup Yinandar?""Ya." Maxime mengangguk dan menambahkan, "Bukannya setiap hari juga begini?"Reina langsung terdiam.Sejak kembali dari pernikahan Sisil, entah apa yang terjadi dengan Maxime. Dia selalu menempel kepadanya setiap hari, tidak mau pergi."Apa nggak apa-apa kalau kamu nggak pergi ke perusahaanmu?" tanya Reina."Aku bisa kerja secara Online," jawab Maxime.Reina tersedak lagi karena jawabannya.Keduanya berjalan masuk ke dalam perusahaan, bahkan para staf di dalam perusahaan sudah terbiasa dengan hal itu.Mel
Mulut Aarav berkedut ketika mendengar kata-kata Reina."Apa katamu?"Reina berpura-pura bingung. "Bukannya Om beli tanah ini buat memperluas makam keluarga? Karena tanah itu nggak jadi diakuisisi, kenapa nggak dijadikan makam keluarga saja?"Aarav marah bukan main ketika mendengar Reina mengatakan ini.Namun, dia menahan amarahnya dan tidak menunjukkannya."Itu ide yang bagus, tapi aku sudah menghabiskan begitu banyak uang, jadi aku nggak punya dana buat melakukan renovasi.""Begini saja, Om serahkan saja masalah ini padaku," kata Maxime.Mendengar itu, Aarav menatapnya dengan wajah penuh keterkejutan. Bukankah suami istri ini sedikit tidak tahu malu?Dia sudah dikerjai habis-habisan, sekarang mereka ingin menambahkan luka di dalam hatinya?Reina dan Maxime berlagak seakan mereka tidak sadar dengan ekspresi Aarav.Reina melanjutkan, "Om, kita ini keluarga, jadi masalah biaya renovasi biar Max yang tanggung. Toh ini buat leluhur kita. Jadi, lebih baik berikan saja tanahnya sama Max, bia
Aarav mencengkeram lengan asistennya, matanya menatap tajam ke arahnya.Asisten itu berkeringat dan gemetar saat menjelaskan, "Memang nggak ada nama tanah ini di dalam dokumen itu."Aarav masih tidak bisa mempercayainya. Dia langsung lemas dan hampir jatuh ke tanah."Kenapa bisa begini? Jelas-jelas aku sudah cari tahu dulu.""Bos, sepetinya mereka mengubahnya secara tiba-tiba," kata asistennya itu.Aarav mengepalkan tinjunya. "Mana mungkin! Mana mungkin ...."Tatapannya tiba-tiba tertuju pada Daniel dan yang lainnya, lalu terhenti di wajah Maxime."Kamu! Pasti kamu! Pasti kamu yang menjebakku!"Dia tidak perlu berpikir dengan susah payah. Dia sudah merencanakan semuanya, tetapi tiba-tiba ada perubahan. Pasti ada seseorang yang melakukan sesuatu.Aarav teringat apa yang Maxime janjikan kepadanya, kemudian menjual tanah itu kepadanya. Dari semua proses itu, apa lagi yang tidak dia mengerti?Alis Maxime sedikit terangkat."Om ini bicara apa? Kenapa aku nggak ngerti?"Melihat wajah polosny
"Kamu baru tahu beberapa hari yang lalu, tapi bangunan sudah setinggi ini?" Daniel bukan orang bodoh.Satu-satunya alasan dia mempercayai Aarav lagi dan lagi adalah karena dia adalah kakaknya sendiri.Aarav masih bersikeras. "Daniel, aku ini kakakmu, mana mungkin aku bohong sama kamu?"Daniel tidak tahu harus berkata apa lagi saat dituduh seperti ini.Reina yang berada di sampingnya bahkan tidak bisa tahan lagi menyaksikan situasi ini.Aarav juga sudah keterlaluan.Dia baru akan berbicara, tetapi Maxime menghentikannya. Matanya memberi isyarat agar dia menunggu.Melihat ketiganya berhenti berbicara, Aarav tahu bahwa tindakannya ini tidak baik.Dia tidak ingin menyinggung perasaan adiknya yang sudah membantunya mendapatkan uang."Daniel, apa kamu nggak senang kalau aku dapat banyak uang? Kita ini keluarga."Daniel bahkan tidak tahu harus berkata apa, menoleh kepada Aarav. "Kak, kamu begini benar-benar menyakitiku."Maxime angkat bicara pada saat itu."Om, karena kita keluarga, ketika Om
Setengah bulan kemudian.Maxime melirik jam dan tahu sudah waktunya, jadi dia menelepon untuk bertanya pada Daniel."Ayah, kebetulan hari ini kita ada waktu luang, apa Ayah mau pergi melihat perluasan makam keluarga?"Mendengar hal ini, Daniel langsung setuju. "Ya."Maxime menutup telepon dan menatap Reina."Mau pergi lihat hal menarik?"Reina menatapnya. Akhir-akhir ini, Maxime sering datang ke perusahaannya. "Hal menarik apa?""Tentang Aarav," kata Maxime."Ya." Wajah Reina menjadi cerah. Memang benar bahwa setiap hari hanya kerja dan kerja sangat membosankan.Dia mengikuti Maxime masuk mobil, lalu pergi ke lokasi makam leluhur.Saat tiba di sana, dia melihat tanah kosong di sebelah makam leluhur itu sekarang menjadi gedung bertingkat dan masih sedang dibangun.Reina sudah mengetahuinya sejak lama, jadi dia tidak merasa terkejut. Namun, Daniel yang baru sampai dan berdiri di depan gedung bertingkat terlihat sangat terkejut."Apa yang terjadi di sini?" Daniel mengambil ponselnya dan m
Daniel dapat melihat bahwa mereka saling memandang dengan cara yang berbeda, jadi dia mengatakan, "Kalian nggak paham orang seperti apa Kakak itu. Dia itu orang baik."Joanna sangat ingin mengatakan bahwa dialah yang tidak mengenal kakaknya dengan baik.Semua orang yang duduk di depan meja makan, termasuk Riki dan Riko saja bisa tahu bahwa Aarav bukanlah orang yang baik.Riki dengan ramah berkata kepada Daniel, "Kakek, jangan terlalu percaya sama orang lain.""Riki, nggak usah bujuk kakekmu. Kalau dia sudah bertekad melakukan sesuatu, dia nggak akan mengubahnya."Riki mengiakan, lalu menggelengkan kepalanya sambil berkata dengan tenang, "Sayang sekali, aku pikir semua orang dewasa lebih pintar."Daniel, "Riki, kamu nggak sopan kalau bilang begitu sama Kakek."Riki menatap kakeknya lagi."Aku mengerti. Kakek sangat pintar."Semua orang hampir tertawa terbahak-bahak untuk sekali lagi.Wajah Daniel memerah dan dia berhenti berbicara.Melihat reaksi Daniel, mereka mulai fokus makan dan tid
Mendengar perkataan mereka, Aarav marah bukan main.Dia dengan susah payah mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan mengambil alih tanah itu. Setelah itu terjadi, harganya tidak akan terhitung.Jika dia menyerahkannya begitu saja, bukankah ini akan menguntungkan Maxime?Dia tidak boleh melakukannya."Joanna, Max, begini saja, aku benar-benar ingin berbakti kepada nenek moyangku. Aku bisa menambahkan sejumlah uang dari harga aslinya, bagaimana?"Maxime menatapnya. "Mana boleh. Om itu keluargaku, mana mungkin aku ngambil uang dari Om?""Ngapain bilang begitu. Lebih baik perjelas saja semuanya. Begini saja, bagaimana kalau aku tambah dua puluh miliar?" kata Aarav.Maxime menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa.Sudut mulut Aarav sedikit tertarik, dia segera mengubah kata-katanya, "Aku cuma bercanda, seratus miliar?"Seratus miliar?"Maxime mendapatkan ini hanya dengan menelepon dan bicara singkat.Dia mengetuk-ngetukkan jari-jarinya dengan pelan ke meja.Aarav sedikit terganggu, ingin
"Nggak usah terburu-buru mau memperluas makam keluarga. Kita harus minta orang buat periksa tempat itu, biar lebih aman," kata Aarav.Maxime melanjutkan perkataannya, "Dari apa yang Om katakan, Om kenal sama orang ahli?"Aarav mengangguk. "Ya, aku kenal satu orang. Dia yang mengurus pemakaman Ayah dulu."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Max, kalau kamu percaya padaku, bagaimana kalau kamu serahkan semua ini padaku?"Maxime menunjukkan ekspresi kesulitan.Dia sangat mengenal om-nya satu ini.Joanna juga merasakan sesuatu yang tidak biasa ketika melihat putranya tiba-tiba berbicara baik-baik dengan Aarav.Dia menyela, "Kak, anakku beli tanah itu dengan harga mahal, tapi kamu bilang ingin mengurusnya. Rasanya kurang etis."Aarav meringis."Joanna benar. Begini saja, aku akan kasih setengah dari harga itu, Max kasih surat-surat tanahnya kepadaku. Aku akan atur pekerja buat ngurus konstruksinya. Masalah biaya pembangunan serahkan padaku."Maxime mendengus dingin dalam hati.Dia ingi