Marshanda tentu tahu Reina sengaja bicara dengan sinis, dia pun bersikeras berkata, "Sekarang aku nggak mau apa-apa, aku cuma mau menjalani kehidupan yang baik."Dia sebenarnya bukan benar-benar menyadari kesalahannya, tetapi karena telah mengalami terlalu banyak kesulitan dalam hidup, sekarang dia tidak berani untuk mengambil risiko lagi.Selama setahun ini, dengan bantuan Morgan, Marshanda sukses di industri hiburan dan benar-benar tidak mau menjalani kehidupan di kasta orang bawah lagi."Apa kamu datang ke sini hanya untuk memberitahuku hal-hal ini?" Reina bertanya.Marshanda mengangguk, "Selama kamu bersedia melepaskanku, aku janji nggak akan ganggu kamu lagi. Aku akan nurut sama kamu, apa pun yang kamu katakan.""Nggak perlu begitu, aku juga nggak bisa janji apa pun padamu, jadi kamu boleh pergi," sahut Reina dengan dingin.Reina masih tidak yakin apa yang sudah dilakukan Marshanda padanya, jadi tentu dia tidak akan memaafkannya begitu saja.Marshanda pikir Reina masih berhati lem
Saat Alana tahu Reina akan menghadiri pertemuan orangtua di TK Riko, dia langsung menelepon untuk mengingatkan, "Nana, aku kasih tahu yah, keadaannya sudah berbeda. Sekarang ibu-ibu itu sangat sombong dan semuanya memihak Melisha."Melisha?Sebelum Reina bertanya, Alana tiba-tiba bertanya padanya, "Ngomong-ngomong, kamu ingat siapa Melisha, 'kan?"Reina tersipu malu."Lupa."Alana tidak bisa berkata-kata, saat ini Reina benar-benar menderita amnesia total dan tidak dapat mengingat apa pun."Gimana aku jelasinnya ya, dia itu istri sepupu Maxime. Dia bukan orang baik. Dia suka cari gara-gara sama kamu.""Oke, aku paham."Reina tidak terlalu memikirkannya karena dia pikir ini hanya pertemuan orangtua biasa, tidak mungkin ada kesempatan bagi Melisha untuk berbuat onar.Inilah akibat Reina amnesia, pemikirannya kurang menyeluruh.Alana takut Reina ditindas, jadi dia menambahkan, "Aduh, besok aku ada urusan sih, kalau nggak aku bisa nemenin kamu. Atau mending kamu tolak sajalah.""Nggak bisa
Mereka terkejut melihat Maxime langsung setuju.Padahal dulu Maxime pernah berkata, "Ini perusahaan, bukan tempat untuk pacaran."Sepertinya Reina memang harus pulang supaya dunia ini seimbang.Maxime sangat takut pada istrinya.Di sisi lain, Sisil mengetuk pintu kamar Deron cukup lama, tapi pria itu tidak kunjung membukakan pintu.Sisil mencoba mendorong pintu dan ternyata terbuka."Kok pintunya nggak dikunci? Dia pergi?" Sisil mengernyit bingung.Ketika Sisil hendak menutup pintu kamar Deron, dia melihat pria itu keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk.Mata mereka bertemu, wajah Sisil langsung semerah kepiting rebus saat melihat otot tubuh Deron."Ah itu ... Ka ... Kamu lupa ngunci pintu, aku nggak bermaksud masuk dan aku nggak tahu kamu lagi mandi!"Sisil sangat gugup. Setelah selesai bicara, dia langsung balik badan.Sebaliknya, Deron terlihat santai dan berkata, "Ya, aku tahu. Tunggu sebentar, aku pakai baju dulu.""Oke."Sisil memunggungi Deron dan mengangguk berulang
Gaby pun bertanya, "Sisil, kamu mau kemana?""Mau makan," jawab Sisil.Mau makan?Gaby yang polos pun tidak sengaja bertanya dengan santai, "Bukannya tadi sudah makan?"Sisil ingin sekali bersembunyi di dalam goa.Brigitta yang peka langsung meraih tangan Gaby, "Bodoh."Bukannya tadi Gaby bilang mau mencomblangkan Sisil dan Deron? Kenapa sekarang malah menghancurkan kesempatan bagus?Gaby, si bodoh. Dia langsung tersadar, tersenyum kikuk dan berkata, "Ohhh ... Kamu pasti belum kenyang, 'kan? Gih ikut Deron, makan yang banyak yah."Belum kenyang ...Sisil jadi makin ingin mengubur dirinya.Kalau begini, bukankah Deron akan berpikir dia banyak makan?Sisil berpikir macam-macam, tapi sebenarnya Deron tidak peduli sama sekali. Dia sudah tahu bahwa Sisil adalah seorang pecinta kuliner."Kalau begitu ayo kita pergi barbeku. Nanti kita bisa bungkus juga."Ucapan Deron membuat Sisil yang malu setengah mati pun merasa lebih baik."Oke."Keduanya pergi bersama.Sisi maskulin Sisil pun saat ini t
Di jalan yang ramai, Reina sekeluarga yang merupakan bibit unggul sangat menarik perhatian."Ih imut banget anak itu, orangtuanya juga ganteng dan cantik banget lagi.""Iya. Eh, kayaknya aku pernah lihat anak itu deh? Di mana ya?""Kayaknya dia artis deh."Riki awalnya sangat senang, tetapi ketika mendengar seseorang sepertinya mengenalinya, dia langsung memakai masker."Ma, ayo cepat pergi."Reina bingung, "Kenapa?""Aduuh, sudah jangan tanya-tanya dulu." Riki menyeret Reina untuk segera menyingkir.Maxime langsung menggendong Riki dan membenamkan kepala Riki di dadanya."Sudah kubilang jangan terlalu menonjolkan diri. Sekarang papa mamamu jadi ikutan terseret, 'kan? Sini, kamu aja yang sembunyi sendiri."Meski Riki sedikit enggan, sekarang dia hanya bisa bersembunyi dengan cara ini."Dasar papa jelek! Jangan harap aku mau membantumu lagi ya, hmph!"Meski Riki bicara seperti itu, sebenarnya dalam hati Riki masih mau membantunya.Keluarga itu sampai di restoran barbeku yang bagus denga
Reina bisa mendengar maksud tersirat dari kata-kata Erik, tapi dia tidak membantah dan dengan sabar menjelaskan, "Aku lumayan ingat banyak hal di masa kecilku.""Oh begitu." Erik masih menatap Reina dengan tatapan yang agak tidak ramah.Detik ini, barulah Jess sadar ternyata teman kencan butanya bukan orang biasa.Dia kenal Revin? Teman Revin!Jess tidak menanyakan pertanyaan lebih lanjut saat ini.Erik melanjutkan, "Kok kamu sendirian? Mana Maxime? Bukannya dia tuh paling takut terjadi sesuatu padamu?"Reina bisa merasakan aura Erik yang memusuhinya. Reina tidak tahu Erik berada di pihak yang baik atau tidak, jadi Reina pun menjawab singkat."Dia pergi ke toilet, paling sebentar lagi keluar. Aku permisi dulu."Setelah itu Reina pun balik badan dan pergi.Tatapan Erik jadi dingin, dia menggerutu. "Dasar wanita nggak punya hati."Erik langsung menyusul dan meraih pergelangan tangan Reina."Kenapa Nona Reina begitu terburu-buru? Kita bisa berdiskusi lebih banyak tentang kamu dan Kak Revi
Sebelum Erik sempat bereaksi, Jess di sampingnya berkata."Jadi kamu putra sulung Keluarga Casco?"Saat Erik dan Maxime tadi bertengkar, Jess mencari nama Erik dan menemukan bahwa Erik adalah anak orang kaya raya.Erik baru sadar, barusan dia terlalu gegabah mencari gara-gara dengan Reina sampai lupa untuk menyembunyikan identitasnya.Suasana hati Jess jadi sangat rumit.Dia tersenyum pahit dan berkata, "Aku nggak menyangka bisa pergi kencan buta sama putra sulung Keluarga Casco."Erik menunduk seperti anak kecil yang melakukan kesalahan, dia tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya.Namun, Erik tidak berusaha keras karena dia pikir toh ini semua hanya untuk kesenangan semata.Jess tidak berkata apa-apa lagi, dia balik badan untuk membayar tagihan makan dan berjalan menjauh dari Erik.Awalnya Erik tidak peduli Jess akan tetap tinggal atau pergi, namun entah mengapa hati Erik terasa sesak dan pedih.Tiba-tiba ponselnya berdering, neneknya meneleponnya."Erik, gimana kencannya sama Jess
"Nggak usah, terima kasih."Jess menjawab dengan dingin dan langsung menutup telepon.Dia bukan dari keluarga kaya raya seperti Keluarga Sunandar, tapi bukan berarti dia tidak bisa menghidupi dirinya sendiri.Jess adalah seorang gadis, kalau bukan karena dia jatuh cinta pada Morgan, buat apa dia dengan rela kerja bagai kuda dan melakukan semua hal kotor?Jess bahkan tidak keberatan dengan Morgan yang dulu terkapar tidak berdaya.Sejujurnya kalau orang yang dirawatnya bukan Morgan, Jess pasti tidak akan bertahan selama ini.Morgan bukan orang yang tidak peka. Apa mungkin pria sepertinya sungguh tidak sadar akan perasaan Jess padanya?Jess melihat wajahnya yang terpantul di jendela mobil dan baru sadar kalau wajahnya sudah basah oleh air mata.Dia tidak sedih karena Morgan tidak menyukainya, tapi sedih karena Morgan kemungkinan besar sudah tahu akan perasaannya, tapi malah mau mengenalkan pria lain padanya.Morgan di ujung telepon menatap ponselnya, entah mengapa dia juga merasa bersalah
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba